Setelah dilantik, ia berkomitmen untuk mendukung penuh visi Asta Cita Presiden Prabowo, yang keberhasilannya dianggap akan menentukan arah kebijakan nasional,
termasuk penanganan isu pekerja migran Indonesia. Menurutnya, pekerja migran adalah tanggung jawab besar yang membutuhkan perhatian khusus.
“Asta Cita Presiden Prabowo–Gibran harus kita sukseskan dan laksanakan sebaik-baiknya, karena tantangan ke depan terkait tenaga kerja migran sangat berat,” jelasnya.
Tugasnya tidak mudah, mengingat pekerja migran Indonesia tersebar di berbagai negara dengan berbagai tantangan seperti perlindungan hukum, peningkatan keterampilan, hingga pemenuhan hak-hak pekerja.
Sebagai Menteri P2MI sekaligus Kepala Badan P2MI, Mukhtarudin memiliki tanggung jawab besar untuk melindungi jutaan pekerja migran Indonesia di luar negeri. Ia dituntut untuk memastikan hak-hak mereka terlindungi sekaligus memperkuat peran negara dalam pengelolaan penempatan tenaga kerja.
Tantangan Besar
Mukhtarudin menyoroti sejumlah tantangan besar dalam perlindungan pekerja migran, mulai dari peningkatan kesejahteraan, jaminan keselamatan, hingga pemberdayaan di negara tujuan.
Ia menegaskan bahwa Kementerian P2MI akan berfokus pada penguatan regulasi, peningkatan kualitas pelatihan kerja, serta memperluas kerja sama internasional untuk memastikan hak-hak pekerja migran terpenuhi.
Salah satu strategi utamanya adalah memperluas akses pasar kerja luar negeri bagi pekerja migran Indonesia, sekaligus menjamin perlindungan hukum dan sosial yang lebih kuat.
“Kita akan dorong digitalisasi layanan untuk mempermudah proses penempatan dan pemantauan pekerja migran, serta memperkuat koordinasi dengan negara tujuan,” jelasnya.
Sinergi lintas sektor, termasuk dengan pihak swasta dan organisasi masyarakat sipil, menurutnya sangat penting untuk mendukung keberhasilan kebijakan tersebut.
Mukhtarudin percaya bahwa implementasi program-program yang sejalan dengan visi Presiden Prabowo akan memberikan dampak positif bagi pekerja migran Indonesia di seluruh negara penempatan.
Sebagai legislator berpengalaman dan politisi Golkar yang sering menangani isu publik, Mukhtarudin kini menghadapi tantangan berat untuk meningkatkan kualitas perlindungan pekerja migran, sebuah sektor yang selalu menjadi perhatian publik.
Pelatihan Vokasional
Mukhtarudin menekankan bahwa komitmen pemerintah tidak hanya terbatas pada perlindungan hukum bagi pekerja migran Indonesia (PMI), tetapi juga pada peningkatan kapasitas mereka melalui pelatihan dan pendidikan vokasional.
Transformasi Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menjadi kementerian penuh dianggap sebagai langkah strategis untuk memperkuat posisi Indonesia di sektor tenaga kerja global.
“Ini adalah bukti nyata bahwa negara hadir, tidak hanya mengirimkan tenaga kerja ke luar negeri, tetapi juga membekali mereka dengan keterampilan,” ujarnya.
Pemerintah menargetkan devisa sebesar Rp439 triliun dari remitansi PMI pada 2025, meningkat signifikan dibandingkan capaian 2024 sebesar Rp251 triliun.
Data Bank Indonesia menunjukkan bahwa pada triwulan I-2025, devisa dari tenaga kerja TKI sudah mencapai USD74 juta, dengan total remitansi mencapai USD4,139 juta.
Kontribusi PMI sebagai pahlawan devisa semakin penting di tengah tantangan global, meskipun persoalan serius seperti eksploitasi, kekerasan, dan perdagangan orang masih menjadi ancaman, terutama di sektor informal. Mukhtarudin menekankan pentingnya pendidikan vokasional sebagai kunci pemberdayaan PMI.
Program yang dirancang meliputi standarisasi kurikulum vokasi sesuai kebutuhan pasar kerja global, kelas Migran di SMA dan SMK untuk memberikan keterampilan, bahasa, dan kesiapan mental sejak dini,
pelatihan Bela Negara yang mencakup aspek fisik, mental, budaya Indonesia, serta adaptasi di negara tujuan, dan pengembangan Desa Migran Emas di NTB sebagai pusat informasi, pelatihan, dan perlindungan hukum bagi calon PMI.
Inisiatif ini melanjutkan program sebelumnya, termasuk kerja sama dengan PT BIRU untuk pelatihan vokasi menuju Jepang, mencakup keterampilan teknis dan bahasa.
Mukhtarudin menegaskan bahwa peningkatan kapasitas PMI tidak hanya bertujuan menambah devisa, tetapi juga memperkuat identitas bangsa. Pemerintah berkomitmen hadir sepenuhnya sebelum, selama, dan sesudah migrasi, agar para pahlawan devisa kembali ke tanah air dengan martabat utuh.
“Remitansi bukan sekadar kiriman uang, tapi kekuatan ekonomi yang berkelanjutan,” tegasnya.
Target Realistis
Mukhtarudin menyoroti target pemerintah untuk penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) sebesar 425 ribu orang pada tahun 2025. Menurutnya, target ini perlu disesuaikan secara realistis mengingat kondisi ekonomi global yang penuh tantangan.
Kementerian terus berupaya meningkatkan penempatan yang aman dan bermartabat. Capaian tahun 2025 diharapkan lebih tinggi dari realisasi 2024 yang mencapai 295 ribu orang. “Dengan begitu, meskipun target ambisius, kita tetap bisa menjaga tren capaian,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa peningkatan penempatan membutuhkan dukungan kerja sama internasional dan program pelatihan yang lebih baik untuk memastikan perlindungan maksimal bagi PMI di negara tujuan.
Realisasi 2024 menunjukkan tren positif meski masih di bawah target awal akibat dampak pandemi dan ketidakstabilan ekonomi di beberapa negara mitra.
Pemerintah melalui Kementerian P2MI telah menjalankan berbagai inisiatif, seperti peningkatan diplomasi ketenagakerjaan dan pengembangan platform digital untuk perekrutan PMI.
Mukhtarudin optimistis dengan strategi adaptif, target 2025 dapat tercapai tanpa mengorbankan kualitas penempatan. “Ekonomi global penuh tantangan, termasuk inflasi dan konflik geopolitik.
Oleh karena itu, kita harus fleksibel tapi tetap ambisius,” tandasnya. Ia juga menekankan pentingnya dukungan Kemenko PM agar program strategis terkait PMI dapat berjalan optimal.
Koordinasi dengan Kemenko PM akan difokuskan pada penguatan regulasi, pencegahan penempatan ilegal, dan peningkatan program vokasi untuk mendukung kompetensi PMI.
“Kementerian P2MI adalah kementerian baru, sehingga kolaborasi dengan Kemenko PM dan kementerian/lembaga lain menjadi kunci agar perlindungan dan penempatan PMI lebih kuat, terintegrasi, dan berdampak langsung bagi pekerja kita,” ungkapnya.
Perjalanan Karier
Mukhtadin memulai kariernya sebagai staf pengajar di STIE Nusantara dan juga pernah menjadi pengusaha swasta. Sebelum terjun ke dunia politik, ia bekerja sebagai pegawai negeri di Departemen Tenaga Kerja (Depnaker) dengan jabatan terakhir sebagai Kepala Bidang Promosi Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat (1990–2002).
Panggilan jiwanya untuk berpolitik membawa dirinya bertarung pada 2004 untuk menjadi wakil rakyat. Ia pun terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI periode pertama (2004-2009).
Setelah sempat vakum, ia kembali menjabat untuk periode 2019-2024 dan 2024-2029. Sebelum diangkat menjadi menteri, ia adalah anggota Komisi XII DPR RI yang membidangi energi, sumber daya mineral, lingkungan hidup, serta investasi, sekaligus menjabat sebagai Sekretaris Fraksi Partai Golkar di DPR RI.
Karier politiknya dimulai dari tingkat daerah, di mana ia pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) II Partai Golkar Kotawaringin Barat pada 2003-2008.
Kariernya terus menanjak hingga dipercaya menduduki berbagai posisi penting di Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar.
Beberapa jabatan strategis yang pernah ia emban di Partai Golkar antara lain Wakil Koordinator Provinsi Kalimantan Tengah di Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu), Wakil Ketua Korbid Penanganan Pemilu Jawa dan Kalimantan, serta Ketua Bidang Penanganan Bencana Alam dan Sosial.
Masyarakat Produktif
Kiprahnya di parlemen membuat Mukhtarudin dikenal sebagai sosok yang aktif memperjuangkan kepentingan masyarakat Kalimantan Tengah sekaligus mengawal isu-isu strategis nasional, khususnya dalam pembangunan dan energi.
Salah satu program unggulan Mukhtarudin adalah ‘Masyarakat Produktif,’ yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan ekonomi.
“Program ini mencakup berbagai kegiatan, seperti pelatihan keterampilan, penyediaan modal usaha, dan pengembangan pasar produk lokal,” katanya.
Program tersebut telah berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah pemilihannya dan menjadi acuan bagi daerah lain di Indonesia. Selain itu, Mukhtarudin juga memperjuangkan isu-isu kesejahteraan lainnya, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.