Gaza Setelah Gencatan Senjata Dampak dan Harapan Indonesia

Share

Perang yang meletus pada Oktober 2023 antara Hamas dan Israel kini memasuki tahun kedua. Ribuan korban telah jatuh, sebagian besar warga sipil, dan Gaza porak-poranda menjadi reruntuhan.

Setelah tekanan diplomasi panjang dari berbagai pihak, Amerika Serikat, Qatar, dan Mesir akhirnya berhasil memediasi gencatan senjata yang mulai berlaku pada 10 Oktober 2025. Namun, di balik jeda tembakan ini, pertanyaan besar masih menggantung, apakah damai kali ini benar-benar akan bertahan?

Menurut laporan terbaru Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA – United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East), lebih dari 1,7 juta warga Gaza kini hidup tanpa tempat tinggal yang layak. Rumah sakit hanya beroperasi sebagian karena kekurangan bahan bakar dan obat-obatan. Sementara itu, sebagian besar wilayah utara Gaza masih sulit dijangkau akibat puing dan blokade yang belum sepenuhnya dibuka.

Koordinator kemanusiaan PBB menegaskan bahwa akses distribusi bantuan internasional masih menghadapi hambatan signifikan. Israel mengizinkan sebagian konvoi masuk melalui Rafah dan Kerem Shalom, tetapi pemeriksaan berlapis dan faktor keamanan sering memperlambat proses. Beberapa laporan menyebutkan adanya keterlambatan hingga tiga hari sebelum bantuan tiba di titik distribusi. 

Di sisi lain, kelompok sipil lokal berupaya mengatur dapur umum dan layanan air bersih dengan dukungan LSM internasional. Namun tanpa stabilitas keamanan, setiap upaya kemanusiaan tetap berada di bawah bayang-bayang ancaman baru.

Situasi ini menuntut respons cepat dan terkoordinasi dari dunia internasional. PBB melalui UNRWA, WHO, dan UNICEF telah menyerukan peningkatan kontribusi logistik serta pembentukan koridor kemanusiaan permanen. Beberapa negara, termasuk Indonesia, Turki, dan Norwegia, menyatakan kesiapannya mengirim tenaga medis dan bantuan logistik.

Namun sejumlah analis menilai bahwa tanpa kehadiran pasukan penjaga perdamaian (peacekeeping force), distribusi bantuan akan terus tersendat. Usulan agar PBB menyiapkan pasukan penjaga perdamaian di Gaza kembali mencuat — sebuah langkah yang diharapkan dapat menjamin keamanan bagi warga sipil dan petugas kemanusiaan di lapangan.

Sikap Indonesia

Dari Jakarta, pemerintah Indonesia menyambut gencatan senjata ini dengan penuh harapan dan kehati-hatian. Menteri Luar Negeri (Menlu) Sugiono menyatakan bahwa Indonesia menginginkan agar gencatan senjata antara Hamas dan Israel bersifat permanen, bukan sementara. Ia menjelaskan bahwa Indonesia telah terlibat dalam pembahasan proposal perdamaian Gaza sejak awal, termasuk rencana perdamaian 20 poin yang dianggap sebagai langkah konkret menuju stabilitas jangka panjang.

Dalam diplomasi bilateral, Sugiono kembali menegaskan dukungan Indonesia terhadap solusi dua negara (two-state solution) sebagai jalan keluar yang adil dan bermartabat bagi kedua pihak. Ia juga mendesak agar malapetaka kemanusiaan di Gaza segera dihentikan dan agar rakyat Palestina memiliki hak untuk menentukan masa depan mereka sendiri.

“Masa depan Gaza harus tetap menjadi proses yang dipimpin dan dimiliki rakyat Palestina. Indonesia siap berkontribusi dalam tahap pemulihan dan rekonstruksi pascaperang,” katanya.

Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa Indonesia akan terus berada di garis depan dalam mendukung perdamaian dunia, termasuk di Timur Tengah.

“Kita bangsa yang lahir dari penderitaan perang dan penjajahan. Karena itu, Indonesia tidak bisa tinggal diam melihat penderitaan rakyat Palestina,” katanya.

Suara Jeda Perang

Sebagai seseorang yang pernah menyaksikan langit perang dan sunyi jeda di antara dentum senjata, saya tahu, damai tidak pernah lahir dari kemenangan, melainkan dari keberanian untuk berhenti membenci.

Gencatan senjata di Gaza hanyalah sebuah koma dalam kalimat panjang sejarah manusia, tetapi dari koma itu semoga lahir tekad baru—bahwa setiap nyawa berhak atas masa depan, setiap anak berhak tumbuh tanpa suara sirine.

Bagi kita di Indonesia, damai bukan sekadar kata indah di forum internasional. Damai adalah warisan dari perjuangan panjang bangsa ini, yang pernah melawan penindasan dan kini terpanggil menyalakan lilin kemanusiaan di tengah gelap Gaza.

Karena dimanapun darah tumpah atas nama kebencian, di sanalah hati nurani dunia sedang diuji. *** 

Artikel Terkait