Kami menyatakan keprihatinan mendalam terhadap kebijakan kesehatan nasional yang cenderung terburu-buru dan mengabaikan prinsip-prinsip ilmiah serta kualitas pendidikan kedokteran.
“Kami mendesak Kemenkes menghentikan intervensi yang melemahkan institusi pendidikan dan rumah sakit pendidikan,” katanya di
pendopo FK USU (20/5).
Menurut Guslihan, saat ini mereka menyaksikan dengan penuh keprihatinan arah kebijakan kesehatan nasional yang cenderung menjauh dari semangat kolaboratif yang selama ini menjadi landasan bersama pada masa krisis.
“Kebijakan yang ada justru berpotensi menurunkan kualitas pendidikan dokter dan dokter spesialis, yang pada akhirnya berdampak negatif terhadap mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat,” sebutnya.
Pengambilalihan Kolegium
Para guru besar juga mengkritisi pengambilalihan kolegium dokter spesialis yang telah selama 50 tahun membina dan mengembangkan berbagai cabang spesialisasi kedokteran.
Pembentukan kolegium baru yang dilakukan secara tidak transparan serta tanpa melibatkan perhimpunan dokter spesialis dan institusi pendidikan terkait
mengakibatkan kolegium tersebut kehilangan independensinya.
“Hal ini juga berpotensi menimbulkan pengaruh politik dan birokrasi yang dapat mengancam kedaulatan ilmu kedokteran. Narasi yang disampaikan oleh
Kementerian Kesehatan kepada publik juga tidak mencerminkan penghormatan terhadap prinsip demokrasi yang terbuka dan bebas dalam proses tersebut,” ucapnya.
Guslihan juga mengaku prihatin dengan sejumlah pernyataan dari pejabat tinggi negara yang menyalahkan dokter, rumah sakit dan fakultas kedokteran atas permasalahan dalam sistem kesehatan.
Mengingat akar persoalan seperti rendahnya akses, kurangnya pemerataan layanan dan beban pembiayaan justru berasal dari kegagalan tata kelola sistem dan
alokasi anggaran.
Guslihan menilai saat ini pembangunan fasilitas kesehatan rujukan mewah di daerah tanpa tenaga dokter dan sumber daya manusia (SDM) yang memadai.
Anggaran besar dari pinjaman luar negeri lebih banyak digunakan untuk infrastruktur sekunder atau tersier bukan memperkuat Puskesmas dan layanan dasar.
“Pendirian jalur pendidikan dokter spesialis di luar universitas tidak dapat dianggap sebagai solusi atas kekurangan tenaga medis melainkan langkah instan yang berpotensi menurunkan kualitas,” tegasnya.
Guru Besar FK Unhas
Hal senada juga disampaikan sejumlah guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (Unhas). Dekan Fakultas Kedokteran Unhas, Prof. Dr. dr. Haerani Rasyid, M.Sc, SpPD-KGH, SpGK, FINASIM,
mengingatkan bahwa kebijakan kesehatan harus berbasis cara berpikir ilmiah dalam ilmu kedokteran dan kesehatan, berbasis bukti, etika, dan kolaborasi. Hal itu disampaikan saat membacakan sikap di Makassar (20/5).
Kebijakan-kebijakan yang diberlakukan Kemenkes saat ini, katanya, menunjukkan kecenderungan sentralisasi, kolektif kolegial dokter yang juga merupakan kesejahteraan sebagai pendidik di fakultas kedokteran dihilangkan.
“Kami menolak kebijakan yang mengabaikan mutu dan prinsip ilmiah, legacy, dan tradisi keilmuan dalam pendidikan tenaga medis,” ungkapnya.
Kemudian implementasi model Rumah Sakit Pendidikan Pemerintah dan Pemerintah Daerah (sebagai RSPP) dalam kerangka perundang-undangan dilakukan
melalui proses yang minus akuntabilitas dan transparansi, sehingga terkesan tergesa-gesa tanpa kajian yang komprehensif, untuk menjamin mutu pendidikan dokter spesialis.
“Sehingga diperlukan seleksi bersama, kurikulum terstruktur, kualitas staf pengajar yang terlatih dalam pendidikan, akreditasi transparan, serta pelibatan aktif fakultas kedokteran dalam setiap tahapan penyelenggaraan pendidikan tersebut,” tuturnya.
Guru besar Fakultas Kedokteran Unhas menolak keputusan birokrasi yang melemahkan rumah sakit pendidikan, kelembagaan dan sistem kesehatan akademik.
“Kami dengan tegas menolak pengambilalihan Kolegium Dokter Spesialis yang telah selama 50 tahun membina dan mengembangkan berbagai cabang spesialisasi kedokteran,” tegasnya.
Guru besar Fakultas Kedokteran Unhas mendesak Presiden, Prabowo Subianto untuk menjadikan keselamatan rakyat dan hak atas pelayanan kesehatan bermutu sebagai tujuan utama, bukan sekedar memenuhi ambisi jangka pendek atau kepentingan non-medis.
(CNN Indonesia)