Universitas Pertiba – Bermula sebagai Cabang Universitas Sriwijaya

Share

Universitas Pertiba yang kini berkedudukan di Bangka Belitung itu berakar dari upaya melanjutkan keberadaan cabang Universitas Sriwijaya (Unsri) di wilayah tersebut. Cabang Unsri ini sudah hadir sebelum terbentuknya Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Setelah kebijakan 1982 Pemerintah melarang perguruan tinggi negeri memiliki cabang.

Kemudian berkembang menjadi dua sekolah tinggi, yaitu Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) dan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Pertiba.

Perjuangan panjang sejak pertengahan 1980-an akhirnya membuahkan hasil ketika Yayasan Perguruan Tinggi Bangka menginisiasi penggabungan kedua sekolah tinggi tersebut.

Dr. Suhardi, SE., M.Si., Ak, CA., menjadi salah satu penggagas lahirnya universitas. Pada 2 Mei 2023, Pertiba resmi berstatus universitas dengan tiga fakultas, yakni Ekonomika dan Bisnis, Hukum, serta Sains dan Informatika.

Penggabungan ini membawa efisiensi dan efektivitas pengelolaan, mempermudah koordinasi penelitian dan pengabdian masyarakat lintas disiplin, serta menjaga stabilitas jumlah mahasiswa meski ada tren penurunan minat terhadap perguruan tinggi swasta dalam beberapa tahun terakhir.

Universitas juga menjadikan Fakultas Sains dan Informatika sebagai andalan dengan tiga program studi baru, yaitu Ilmu Data, Rekayasa Sistem Komputer,

dan Teknologi Informasi yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan era data dan teknologi, sejalan dengan visi kampus berdampak yang mendorong lulusan tidak hanya menginspirasi tetapi juga memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat.

APK Rendah
Dr. Suhardi mengungkapkan bahwa rata-rata setiap tahun sekitar 400–500 mahasiswa diterima, dan pada musim penerimaan terakhir tercatat lebih dari 500 mahasiswa. Meski begitu, ia mengakui adanya tren penurunan minat terhadap perguruan tinggi swasta di wilayah tersebut.

Faktor penyebabnya cukup kompleks, mulai dari kondisi ekonomi daerah yang terdampak penataan timah hingga tantangan akses dan biaya hidup yang tidak selalu tertutupi oleh beasiswa,

sehingga mobilitas calon mahasiswa menjadi sulit. Ia juga menyoroti rendahnya angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi yang masih sekitar 20 persen.

Terkait ketidakseimbangan penerimaan antara PTN dan PTS, ia berharap kebijakan penerimaan PTN ke depan lebih tertata dan tidak dilakukan berkali-kali agar memberikan “lapangan bermain” yang adil bagi perguruan tinggi swasta.

Selain itu, universitas terus mengupayakan efisiensi pengelolaan dengan menggabungkan fakultas untuk mempermudah koordinasi penelitian dan pengabdian masyarakat antar disiplin, sekaligus menjaga kualitas pengajaran serta ketersediaan dosen di setiap program studi.

Pilih Independen
Universitas Pertiba sendiri pernah menawarkan kerja sama untuk menjadi bagian dari universitas negeri, bahkan menyerahkan satu program studi ke Universitas Bangka Belitung. Namun, pilihan independen ini kini mendorong kampus untuk fokus memperkuat program unggulan dan keterlibatan komunitas. Sebagai mantan cabang Universitas Sriwijaya di Bangka Belitung, Universitas Pertiba mempertahankan tradisi keilmuan yang, menurut rektor, “cukup mengakar”, terutama di Fakultas Ekonomi dan Fakultas Hukum.

Warisan dari dosen-dosen eks-Unsri dan banyak dosen ASN yang mengajar sejak awal membantu mempertahankan kultur akademik. Namun, daya tarik perguruan tinggi negeri masih dianggap lebih besar, sehingga dinamika penerimaan mahasiswa baru tidak sepenuhnya berubah.

Universitas bahkan sempat menyerahkan Fakultas Pertanian kepada Universitas Bangka Belitung dan mempertimbangkan bergabung menjadi universitas negeri, meski opsi itu tidak terealisasi.

Potensi Regional
Ke depan, Universitas Pertiba mengarahkan pengembangan akademik pada ilmu Saintek dan penguasaan IT, merespons potensi regional di sektor kelautan, pertambangan, pertanian, dan pariwisata.

“IT adalah keniscayaan saat ini,” tegasnya,

menekankan pentingnya adopsi teknologi dan sinergi dengan pemerintah daerah serta dunia usaha agar ilmu yang diajarkan relevan dengan kebutuhan lokal.

Universitas Pertiba, yang awalnya “kelas jauh” Universitas Sriwijaya, kini berperan sebagai penghasil sumber daya manusia yang sesuai dengan kebutuhan daerah kepulauan Bangka Belitung.

Dari pengajaran hukum lingkungan dan hukum pertambangan di Fakultas Hukum hingga pembelajaran manajemen keberlanjutan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, serta program sains dan informatika yang menawarkan solusi nyata seperti deteksi banjir dan pemantauan tambang ilegal melalui aplikasi.

Kampus juga merevisi kurikulum untuk memasukkan isu lingkungan dan hilirisasi ekonomi. Pendidikan berbasis data menjadi prioritas untuk memperbaiki kerusakan lingkungan dan merancang solusi terukur.

“Jika kita tidak menyiapkan sumber daya manusianya, sumber daya alam yang melimpah hanya akan sia-sia,” jelasnya.

Jejak Alumni
Meski merupakan perguruan tinggi swasta yang masih relatif baru, Universitas Pertiba bangga dengan jejak alumninya yang kini tersebar di berbagai sektor, mulai dari pengusaha,

anggota DPRD dan DPR RI, hingga pejabat di kementerian, BPKP, TNI, kejaksaan, peradilan, dan BUMN. Hal ini membuktikan bahwa investasi serius pada pendidikan di daerah dapat memberikan hasil nyata.

Namun, Dr. Suhardi mengingatkan pentingnya perhatian pemerintah untuk mengurangi kesenjangan kualitas pendidikan di daerah terpencil dan kepulauan.

Hal ini bertujuan agar hilirisasi sumber daya alam tidak hanya menjadi wacana, tetapi diwujudkan melalui SDM lokal yang mampu mengelola dan mengolah potensi daerah demi kemakmuran bersama.

Universitas Pertiba semakin memanfaatkan keberhasilan alumninya sebagai daya tarik bagi calon mahasiswa, terutama karena sejumlah lulusannya kini menduduki posisi strategis di pemerintahan nasional dan daerah.

Beberapa di antaranya adalah Bambang Patijaya sebagai Ketua Komisi 12 DPR RI, Ketua DPRD Provinsi Bangka Belitung Didit Sri Gustijaya, Ketua DPRD Bangka Tengah, Ketua DPRD Bangka Barat, serta Wakil Bupati Bangka Selatan Debi Pita Dewi. Para alumni juga aktif mendukung kampus dengan memberi contoh nyata.

“Bahkan, beberapa kepala daerah berjibaku meningkatkan akses pendidikan tinggi bagi masyarakat dengan menanggung biaya studi mahasiswa.” katanya

Dukungan ini bukan sekadar retorika, melainkan melibatkan kerja sama formal dengan pemerintah daerah, seperti program kelas khusus untuk kepala desa di Bangka Tengah yang mengambil studi Ilmu Hukum.

Inisiatif ini bertujuan agar para kades tidak hanya memahami, tetapi juga memiliki pengetahuan tentang legalisasi dan pengelolaan anggaran, sehingga mereka tidak mudah terjebak dalam praktik korupsi.

Selain itu, ada juga program untuk ASN Bangka Selatan yang menempuh Magister Manajemen dan Magister Hukum. Universitas Pertiba menerima beasiswa dari provinsi yang setiap tahun dialokasikan untuk mahasiswa Pertiba,

memperkuat peran institusi ini dalam memperluas akses pendidikan tinggi lokal sekaligus membentuk sumber daya manusia yang mampu mengelola potensi daerah dengan lebih profesional.

“Ada kebanggaan tersendiri mengirimkan calon mahasiswa ke Universitas Pertiba, sekaligus memberikan efek domino terhadap minat masyarakat untuk menempuh pendidikan tinggi,” jelasnya.

Pendanaan Pendidikan
Dr. Suhardi mengungkapkan bahwa tantangan utama bagi kampus swasta ini adalah pendanaan, yang selama ini masih bergantung pada SPP mahasiswa.

Untuk itu, pihaknya tengah merancang strategi diversifikasi dana melalui komersialisasi riset dan peningkatan kerja sama dengan pemerintah daerah, BUMN, sektor swasta, serta mitra internasional.

Strategi tersebut mencakup upaya mendorong kepala daerah dan kepala Bappeda agar riset lokal dapat dikolaborasikan dengan dosen dan mahasiswa, sehingga hasil penelitian memberikan solusi nyata bagi masalah daerah sekaligus membuka sumber pendanaan baru.

Kerja sama dengan perusahaan sawit di Malaysia menjadi salah satu contoh konkret yang telah dijajaki. Selain mencari dana eksternal, kampus juga berfokus pada penguatan kapasitas dan fasilitas, seperti laboratorium untuk Fakultas Sains dan Informatika dengan dukungan pihak ketiga.

Kampus juga menawarkan pelatihan di bidang hukum, manajemen, dan TI untuk meningkatkan relevansi SDM dengan kebutuhan industri lokal. Tantangan lain yang dihadapi adalah retensi dosen,

karena meskipun banyak dosen berkualitas telah disekolahkan, sebagian lebih tertarik pindah ke perguruan tinggi negeri karena prospek PNS/P3K. Dr. Suhardi menegaskan pentingnya peningkatan kesejahteraan dan jenjang karier untuk menjaga motivasi tenaga pengajar.

Dengan keterbatasan anggaran, universitas tetap berkomitmen untuk mengelola dana secara efektif dan efisien, dengan harapan pendidikan tinggi di Bangka Belitung tidak lagi menjadi beban, melainkan justru menjadi solusi bagi masyarakat.

Artikel Terkait