Prof. Dr. Ir. H. Helmy Purwanto, S.T., M.T., IPM. - Rektor Universitas Wahid Hasyim

Rektor Universitas Wahid Hasyim – Budaya Mutu Terus Dibangun Akreditasi Unggul Jadi Bonus

Share

Sejak lama, Prof. Dr. Ir. H. Helmy Purwanto, S.T., M.T., IPM., mengidolakan B.J. Habibie. Menjadi dosen sebenarnya bukan cita-cita utamanya sejak awal. Ia justru bercita-cita menjadi seorang engineer atau yang dulu populer disebut “tukang insinyur”, sebuah julukan yang dikenal luas melalui serial Si Doel Anak Sekolahan. Ia mulai menempuh pendidikan di Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) pada tahun 1993.

Saat kuliah, ia pernah menuliskan namanya sebagai Prof Dr. Ir. Helmy Purwanto di kalkulatornya. Waktu itu hanya iseng, atau mungkin merupakan impian kecil untuk menjadi seorang insinyur dengan gelar yang membanggakan.

Meskipun sempat merasa kecewa karena gelar Insinyur (Ir.) yang diharapkan berubah menjadi Sarjana Teknik (S.T.), ia tetap melanjutkan perjuangannya.

Helmy akhirnya lulus saat krisis moneter melanda Indonesia pada tahun 1998. Kebetulan, Solo menjadi salah satu kota pertama yang mengalami kerusuhan besar pada masa itu, sehingga ia turut merasakan situasi sulit tersebut.

Ia kemudian mencari pekerjaan di Bandung dan diterima di Astra Internasional, khususnya di Daihatsu, sebagai mekanik selama kurang lebih satu tahun. Ia juga sempat diterima di PT Sambu, sebuah perusahaan kelapa sawit di Kalimantan, namun keluarga tidak mengizinkannya bekerja dari Jawa.

Kemudian, ia mendapatkan informasi mengenai kebutuhan dosen di sebuah yayasan yang akan mendirikan universitas. Pada tahun 2000, ia akhirnya bergabung dengan yayasan tersebut, yaitu Yayasan Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama (YPTNU) Jawa Tengah.

“Waktu itu Universitas Wahid Hasyim belum berdiri, sehingga saya termasuk salah satu orang pertama yang bergabung dan turut merintisnya,” ujarnya.

Angkatan 50-an
Setelah melalui berbagai proses, pada 8 Agustus 2000, Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) resmi berdiri. Sejak hari pertama, Helmy telah bergabung dan memulai kariernya sebagai dosen. Program Studi Teknik Mesin menjadi tempatnya ber-home base sejak awal pendirian.

Saat itu, kondisi masih sangat terbatas. Belum ada mahasiswa, jumlah dosen sangat sedikit, dan kegiatan akademik baru akan dimulai. Ia menyebut masa tersebut sebagai masa pengabdian karena harus bekerja keras hanya dengan menerima gaji sebesar Rp 50.000 per bulan.

“Makanya, teman-teman yang masih bertahan hingga sekarang menyebut diri kami angkatan 50-an. Bukan angkatan tahun 50, tapi angkatan Rp 50.000-an,” ungkapnya.

Tantangan utama pada masa itu adalah mencari mahasiswa sebanyak mungkin. Ia bersama rekan-rekannya mendatangi sekolah-sekolah menengah atas, mengunjungi kantor-kantor cabang NU,

dan menjalin komunikasi dengan para tokoh Nahdlatul Ulama (NU) di berbagai wilayah, khususnya di Jawa Tengah. Semua dilakukan demi memperkenalkan dan membesarkan Unwahas.

Ia bahkan pernah memanjat pohon untuk memasang spanduk promosi, serta langsung menemui kepala sekolah untuk memberikan informasi tentang keberadaan kampus baru ini. Tak jarang pula ia menghadapi penolakan dari petugas keamanan sekolah.

Di tengah keterbatasan, ia justru menemukan makna kebersamaan yang sangat kuat. Lingkungan Unwahas terasa seperti keluarga besar, dan kebersamaan itu terus terjaga hingga saat ini.

Ia merasa dibimbing dan dikuatkan oleh para kiai, seperti Prof. Noor Achmad, almarhum KH. Syamsuddin Anwar selaku Ketua Umum Yayasan pertama, serta para sesepuh NU di Jawa Tengah lainnya.

Bukan hanya pembinaan akademik yang ia dapatkan, tetapi juga bimbingan spiritual. Siraman rohani dari para kiai memberikan kekuatan batin dan kebahagiaan yang tak tergantikan.

“Mungkin dari sisi finansial, pada awal-awal memang banyak dukanya. Tapi dari sisi kebatinan, justru banyak sukanya,” ujarnya.

Rektor Hanya Bonus
Helmy adalah salah satu dosen asli Unwahas yang kemudian dipercaya menjabat sebagai rektor. Ia juga menjadi guru besar pertama yang meniti karier sejak awal di Unwahas.

Sebagai dosen, ia memahami bahwa untuk mencapai gelar profesor, harus melewati jenjang dosen terlebih dahulu. Keyakinan ini menjadi pendorong dalam perjalanan kariernya.

Setelah mantap berkarier sebagai dosen, langkah berikutnya adalah meraih gelar profesor. Posisi rektor bukanlah tujuan utama, melainkan dianggap sebagai bonus dalam perjalanan profesionalnya.

Dalam perjalanan kariernya, Helmy pernah menjabat sebagai ketua program studi Teknik Mesin. Pada tahun 2007, ia diangkat sebagai wakil dekan Fakultas Teknik, kemudian dipercaya memimpin sebagai dekan selama dua periode.

Selanjutnya, ia menjabat Wakil Rektor IV yang membawahi bidang riset, teknologi, inovasi, dan kerja sama. Pada 26 April 2025, ia resmi diangkat sebagai rektor Unwahas.

Helmy menempuh pendidikan sarjana di Universitas Muhammadiyah dan banyak mengambil pelajaran dari pengalaman tersebut. Muhammadiyah bukanlah pesaing, melainkan mitra sejajar.

Perguruan tinggi lain seperti Unika Soegijapranoto dan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) juga dipandang sebagai mitra. Bersama Unika Soegijapranoto, Unika Parahyangan, dan institusi lain,

dilakukan pengembangan kampus berwawasan lingkungan dan berkelanjutan (Eco Green Campus). Kolaborasi juga dijalin dengan berbagai perguruan tinggi Muhammadiyah, baik di Semarang, Solo, maupun Magelang.

“Artinya, maju bersama, berkembang bersama, dengan cita-cita yang sama, yaitu mengembangkan pendidikan di Indonesia dan mencerdaskan kehidupan pemuda Indonesia,” ujarnya.

Semangat Juang
Helmy menyatakan bahwa semangat untuk terus berjuang lahir dari keyakinan bahwa NU adalah organisasi kemasyarakatan yang luar biasa, dengan jumlah jamaah yang sangat besar, bahkan mungkin salah satu yang terbesar di dunia.

Namun, pada masa lalu, NU lebih memfokuskan perhatian pada pengembangan pesantren. Meskipun menempuh pendidikan tinggi di kampus Muhammadiyah, Helmy memiliki latar belakang NU.

Dari pengalamannya, ia melihat bahwa NU memiliki potensi besar dalamembangan pendidikan formal. Di tingkat sekolah menengah, sudah banyak berdiri sekolah-sekolah Ma’arif NU. Namun, untuk jenjang perguruan tinggi, jumlahnya masih relatif terbatas.

Potensi inilah yang menumbuhkan keyakinannya bahwa keinginan warga NU untuk menyekolahkan putra-putrinya di perguruan tinggi berkualitas dapat menjadi kekuatan besar. Ia pun optimistis bahwa Unwahas akan terus maju dan berkembang.

Dukungan terhadap Unwahas datang dari berbagai pihak. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memberikan sokongan penuh, begitu pula dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Saat itu, Rektor Unwahas, Prof. Noor Achmad, juga dipercaya menjadi Ketua Lajnah di PBNU. Pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan Nasional turut memberikan dukungan yang sangat berarti.

Helmy meyakini bahwa Unwahas akan mendapatkan tempat yang layak di tengah masyarakat Indonesia, tidak hanya di kalangan warga Nahdliyin, tetapi juga secara umum.

Keyakinan itu kini terbukti. Unwahas menjadi salah satu perguruan tinggi NU yang disegani. Dari sekitar 270 Perguruan Tinggi NU (PTNU) yang tersebar di seluruh Indonesia, Unwahas menjadi yang ketiga yang berhasil meraih akreditasi Unggul.

“Alhamdulillah, mimpi itu benar-benar terwujud. Di tahun 2025 ini, Unwahas resmi terakreditasi Unggul sebagai milestone pertama kami,” ujarnya.

Akreditasi Unggul
Menurut Helmy, akreditasi Unggul merupakan sebuah bonus. Fokus utamanya adalah menjalankan proses penjaminan mutu secara terus-menerus dan berkelanjutan. Budaya mutu ini telah dikembangkan sejak awal dan mulai diterapkan secara masif sejak sekitar tahun 2015.

Proses penjaminan mutu ini tidak hanya bertujuan untuk akreditasi semata, tetapi lebih kepada menjaga kualitas, baik dari sisi akademik maupun pelayanan. Ketika budaya mutu telah diterapkan di semua sektor dan lini, hasilnya adalah akreditasi Unggul.

Akreditasi ini bukan sekadar mendapatkan nilai atau peringkat, melainkan merupakan upaya memberikan pelayanan akademik dan layanan prima kepada seluruh pemangku kepentingan, sehingga lulusannya dapat langsung terserap di dunia kerja.

Inilah kunci utama keberhasilan, Unwahas kebetulan menjadi perguruan tinggi kesembilan yang mendapatkan akreditasi Unggul di Jawa Tengah, yang jika dihubungkan secara simbolik sesuai juga dengan logo Unwahas yang merujuk pada Wali Songo.

Dampak dari akreditasi Unggul ini sudah sangat dirasakan, terutama dari meningkatnya animo calon mahasiswa yang sangat tinggi. Selain itu, Unwahas juga sering dijadikan tempat studi banding; banyak perguruan tinggi belajar tentang bagaimana mencapai penjaminan mutu sehingga dapat meraih akreditasi Unggul.

Bangun Aswaja Muda Mendunia Kampus Bisa Berkembang Cepat

Saat pertama kali didirikan, Unwahas belum memiliki bangunan sama sekali. Awalnya hanya mengakuisisi atau membeli sebuah gedung Sekolah Teknik Menengah (STM) dengan kondisi yang sangat tidak layak pakai. Dari situ, pembangunan kampus mulai dilakukan secara bertahap dengan memanfaatkan segala sumber daya yang tersedia.

Perkembangan sarana fisik berjalan perlahan namun pasti. Seiring waktu, Unwahas mulai mendapat kepercayaan dari masyarakat, termasuk dari keluarga
Gus Dur.

Melalui komunikasi yang intens, kampus menerima hibah dari keluarga Gus Dur dan berbagai pihak lainnya untuk mendukung pembangunan. Luas lahan pun terus bertambah, dari semula hanya sekitar 500 meter persegi, hingga mencapai hampir 2 hektare di area Kampus Sampangan.

Berbeda dengan kebanyakan perguruan tinggi baru yang umumnya memulai dari fakultasfakultas sosial, Unwahas justru memulai dari Fakultas Teknik. Helmy mengetahui betul sejarah berdirinya Unwahas.

Pada masa itu, Ketua Yayasan, almarhum KH. Syamsuddin Anwar, memiliki visi yang luar biasa. Beliau menyadari bahwa warga Nahdliyin umumnya unggul di bidang keagamaan, namun masih kurang dalam bidang lain seperti farmasi, teknik mesin, komputer, pertanian, dan kedokteran.

Oleh karena itu, sejak awal telah dicita-citakan agar warga NU tidak hanya menguasai ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan dan teknologi. Visi besar inilah yang menjadi dasar pengembangan Unwahas untuk mencapai keunggulan di berbagai disiplin ilmu.

Pengembangan keilmuan tetap diselaraskan dengan nilai-nilai keislaman. Ilmu dunia tidak dipisahkan dari ilmu akhirat, ajaran Al-Qur’an dan hadis tetap diajarkan sebagai landasan utama.

“Karena itu, kami menetapkan semboyan membentuk karakter Aswaja, karakter Ahlussunnah wal Jamaah, yang menjadi dasar nilai-nilai kampus. Unwahas kami bangun sebagai Kampus Aswaja Muda Mendunia,” tegasnya

Pembangunan Cepat
Pembangunan Unwahas tergolong cepat, baik dari segi akademik maupun fisik. Kedua aspek tersebut dikembangkan secara seimbang. Sarana dan prasarana fisik terus ditingkatkan,

sementara pengembangan sumber daya manusia (SDM) tetap menjadi prioritas utama. Fasilitas gedung dan laboratorium dibangun sesuai standar, bahkan beberapa di antaranya telah melampaui standar nasional.

Pengembangan SDM menjadi kunci utama bagi kemajuan perguruan tinggi. Dosen yang masih bergelar S2 didorong untuk melanjutkan studi ke jenjang S3. Dosen muda dianjurkan untuk melanjutkan pendidikan ke luar negeri, bukan di dalam negeri.

Walaupun ada risiko kehilangan sementara, dalam empat hingga lima tahun ke depan, Unwahas akan memiliki dosen-dosen dengan kualifikasi doktor lulusan luar negeri yang menjadi aset jangka panjang.

Helmy menyatakan bahwa membangun gedung-gedung kampus tidak mungkin hanya mengandalkan dana dari mahasiswa. Mayoritas mahasiswa berasal dari wilayah Pantura dan merupakan warga Nahdliyin dengan latar belakang ekonomi menengah ke bawah.

Oleh karena itu, yayasan membentuk unit usaha seperti apotek, minimarket, dan berbagai lini usaha lainnya sebagai sumber pendanaan alternatif. Di tingkat universitas, sumber dana sekunder dikembangkan melalui program hibah.

Dosen-dosen didorong untuk mendapatkan hibah penelitian yang jumlahnya cukup besar dari pemerintah. Dana tersebut digunakan untuk pengembangan laboratorium, penguatan jaringan, dan berbagai aktivitas akademik lainnya.

Hasil hasil riset juga diarahkan untuk dipatenkan dan dikembangkan secara komersial. “Tahun 2025 ini, ada enam paten yang akan keluar dan nantinya tentu bisa dikomersialisasikan,” tambahnya.

Potret Akademik
Saat ini, Unwahas memiliki sekitar 9.500 mahasiswa yang tersebar di 9 fakultas dengan total 25 program studi. Fakultas-fakas tersebut meliputi Fakultas Kedokteran, Fakultas Farmasi, Fakultas Teknik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Fakultas Agama Islam, Fakultas Pertanian, serta Fakultas Hukum.

Program studi yang ditawarkan mencakup Kedokteran S1, Farmasi S1, Hukum S1 dan S2, Pendidikan Agama Islam S1, S2, dan S3, Hukum Ekonomi Syariah S1 dan S2, serta Manajemen S1 dan S2.

Dalam bidang Ilmu Politik, tersedia jenjang S1 dan S2, sedangkan program lainnya seperti Hubungan Internasional, Teknik Mesin, Teknik Kimia, Teknik Informatika, dan Agribisnis diselenggarakan pada jenjang S1.

Unwahas juga menyelenggarakan berbagai program profesi, seperti Profesi Dokter, Profesi Apoteker, serta Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) untuk bidang keagamaan.

“Minat terhadap PPG ini sangat tinggi karena mendapat ploting dari Kementerian Agama. Ini menjadi salah satu dampak positif dari capaian akreditasi unggul,” ujarnya.

Adapun kuota untuk program Kedokteran, Farmasi, dan profesi di Unwahas masih sangat terbatas, sehingga seleksinya sangat kompetitif. Sementara itu, untuk program Pendidikan Agama Islam jenjang S3, ditawarkan konsentrasi Islam Nusantara.

“Meski masih menimbulkan perdebatan, konsentrasi Islam Nusantara inilah yang tengah kami kembangkan di Unwahas,” jelasnya

Kiprah Alumni
Alumni Unwahas kini telah tersebar di seluruh Indonesia. Banyak yang menjabat sebagai kepala sekolah, ASN, guru, serta tenaga profesional di berbagai bidang.

Alumni Farmasi yang berkarir di industri farmasi juga cukup banyak, dengan posisi hingga supervisor. Sebagian besar bahkan telah mendirikan dan memiliki apotek sendiri. Alumni Teknik Mesin ada yang menjadi konsultan engineering, dan tidak sedikit yang memilih untuk berwirausaha.

Selain memberikan kualifikasi akademik yang relevan dan kompeten, Unwahas jugaekali mahasiswa dengan sertensi serta menanamkan nilai-nilai kewirausahaan.

Harapannya, alumni tidak menjadi beban bagi pemerintah. Sebagai contoh, untuk mahasiswa Teknik Mesin, tugas akhir dirancang agar dapat menjadi pijakan dalam memulai karir sebagai wirausaha.

alah satu alumni bahkan sukses memproduksi briket arang yang kini diekspor ke berbagai negara. Ada juga alumni yang menciptakan alat-alat teknologi tepat guna dengan pemasaran yang telah menjangkau seluruh Indonesia.

“Unwahas tidak menciptakan pengangguran baru, terutama pengangguran intelektual, tetapi menghasilkan lulusan yang dapat langsung terserap,” ujarnya.

Artikel Terkait