Di bawah kepemimpinan Prof. Dr. Komarudin, M.Si., UNJ tak hanya bertumbuh dalam reputasi akademik, namun juga menatap jauh ke depan sebagai kampus berkelas dunia.
Status baru sebagai Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) menjadi pintu pembuka era otonomi dan inovasi. Bagi Prof. Komarudin, perjalanan itu bukan sekadar menduduki struktur jabatan, tapi medan pengabdian dengan tekad penuh menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi secara utuh.
“Dulu, banyak dosen ngamen ke kampus lain demi kebutuhan hidup. Tapi saya meyakini, kalau sudah diberi kepercayaan, maka kewajiban akademik dijalankan sepenuhnya,” ujarnya.
Keteguhannya membuahkan hasil, menjadi guru besar dalam usia relatif muda, dan dinobatkan sebagai dosen teladan nasional. Karenanya sempat menghadiri pidato kenegaraan dan perayaan kemerdekaan RI di Istana Negar. Sebuah kehormatan yang hanya diberikan kepada Sebagian kecil akademisi berprestasi.
Status PTNBH
Babak penting dalam kepemimpinan Komarudin adalah mengantar UNJ menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) ke-22 dari 124 PTN di Indonesia. Namun perjalanan menuju PTNBH tidaklah mudah. Harus melewati berbagai dinamika regulasi dan kebijakan lintas kementerian.
“Kami melalui proses panjang sejak 2022,” katanya.
Ada tarik ulur antara Kementerian Pendidikan, Hukum, Sekneg, Menpan hingga Keuangan, terutama soal pengaturan apparat sipili negara (ASN) danPegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (P3K).
PP Nomor 31 Tahun 2024 pada 14 Agustus, akhirnya terbit mengukuhkan UNJ sebagai PTNBH. Menjadi PTNBH UNJ mempunyai otonomi akademik dan pengelolaan keuangan.
Pembukaan program studi tak lagi menunggu izin Kementerian, dan pengelolaan dana kini bisa dilakukan lebih fleksibel. Namun, otonomi ini datang dengan tanggung jawab besar: UNJ harus mandiri secara finansial, berinovasi dalam akademik, dan berkontribusi lebih luas bagi masyarakat.
Kemandirian Ekonomi
Prof. Komarudin menyadari bahwa menjadi PTNBH berarti kampus harus punya kemampuan dan kemandirian dalam pendapatan. Karena itu, UNJ mengembangkan sayapnya ke berbagai sektor bisnis berbasis keilmuan kampus.
Melalui PT Edura Cipta Gemilang, UNJ telah menjalankan unit ritel Edura Mart, kuliner kampus, hingga merintis usaha di bidang fashion dan tata rias. Bahkan, secara visioner, UNJ kini menjajaki potensi industri peternakan sapi di Indramayu.
“Kami rancang sistem terintegrasi dari hulu ke hilir: pengadaan sapi, pakan hijauan seperti kelor atau indigofera, olahan daging dan susu, hingga pengelolaan limbah jadi biogas dan pupuk organik. Ini bukan sekadar bisnis, tapi juga pembelajaran riil bagi mahasiswa,” tegasnya.
PSDKU dan Pendidikan Guru
Melalui Program Studi di Luar Kampus Utama (PSDKU), UNJ ikut menjawab kebutuhan pendidikan di berbagai daerah. Di Cianjur, PSDKU difokuskan untuk pelatihan pencak silat. Di Indramayu, rencana mendirikan Sekolah Pendidikan Guru menjadi langkah strategis untuk mengangkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) daerah yang masih rendah.
Komarudin menekankan pentingnya memisahkan pengembangan guru dan tenaga kependidikan. Ia berharap ke depan ada rekrutmen tenaga administrasi pendidikan yang sesuai jalur akademik, bukan dengan “mengambil” guru yang sudah terbatas jumlahnya.
UNJ juga dikenal sebagai rumah pendidikan lanjutan bagi para tokoh masyarakat, dari anggota DPR hingga menteri. Namun, Prof. Komarudin berkomitmen memperbaiki tata kelola akademik, menyamakan standar antar kelas reguler dan eksekutif, dan memastikan mutu tetap terjaga.
Meski sebagai Rektor memiliki wewenang besar, Prof. Komarudin memilih gaya kepemimpinan kolektif, mempertimbangkan kapasitas, rekam jejak, dan harmoni dalam mengangkat pejabat struktural kampus.
“Saya tak mau terjebak pada like and dislike. Semua harus berdasarkan profesionalitas, demi keberlangsungan UNJ ke depan,” tuturnya.
Penetapan Ketua Majelis Wali Amanat pun dikawal dengan pendekatan dialogis, hingga terpilih Prof. Nizam. mantan Dirjen Pendidikan Tinggi dinilai mampu membawa UNJ semakin progresif.
Harapan dan Mimpi Besar
Meski UNJ kini meluas ke prodi-prodi non-keguruan, Prof. Komarudin tak melupakan akar identitasnya sebagai kampus pencetak pendidik. Ia mendorong lahirnya Sekolah Pendidikan Guru (SPG) masa kini— institusi di dalam kampus yang secara khusus mendidik guru untuk semua jenjang.
“Over supply guru memang jadi masalah. Tapi kebutuhan riil di lapangan masih tinggi. Yang diperlukan adalah sistem seleksi dan sertifikasi yang efektif,” paparnya.
Program ini akan dikolaborasikan dengan PSDKU (Program Studi di Luar Kampus Utama), misalnya di Indramayu dan Cianjur, dengan pendekatan berbasis kebutuhan masyarakat lokal.
“Saya bermimpi UNJ tak hanya unggul di dalam negeri, tapi juga menghasilkan inovasi-inovasi kelas dunia, seperti universitas di Cina yang mampu menciptakan kornea mata sintetis. Kalau mereka bisa, kita pun bisa,” Jelasnya.
Menuju World Class University
Sebagai PTNBH, UNJ menargetkan status World Class University. Namun bagi Prof. Komarudin, internasionalisasi bukan sekadar branding. Ia menekankan pentingnya kolaborasi riset, pertukaran dosen dan mahasiswa asing, serta kerja sama double degree berbasis mutu.
“Saya tidak terlalu ranking-minded. Yang penting tata kelola, reputasi akademik, dan produktivitas ilmiah terus meningkat secara natural. Ranking akan mengikuti,” tegasnya.
UNJ dikenal sebagai kampus yang banyak meluluskan tokoh masyarakat dan pejabat publik, terutama dari program doktoralnya. Namun popularitas ini sempat menjadi sorotan. Komarudin merespons dengan pembenahan tata kelola akademik, termasuk menata ulang sistem penerimaan dan pelaksanaan kelas eksekutif.
“Kami ingin semua standar sama, tak ada pembedaan,” ujarnya.
Membangun Budaya Baru
Lebih dari sekadar institusi, Komarudin ingin UNJ menjadi agen perubahan.
“Budaya kampus harus bergeser dari sekadar mengajar ke budaya riset dan inovasi,” ucapnya.
Ia mendorong dosen dan mahasiswa untuk produktif menciptakan solusi atas berbagai masalah di masyarakat.
Dari peternakan sapi hingga pengembangan prodi baru berbasis kebutuhan industri, UNJ bergerak menjadi universitas yang tidak hanya mengajar, tapi juga mencipta. Prof. Komarudin mengungkapkan mimpinya: UNJ menjadi lembaga pendidikan bermutu internasional, namun tetap membumi dan memberi manfaat nyata bagi masyarakat.
“Ketika lulusan kita mampu mengangkat martabat dirinya, keluarganya, dan lingkungannya, di situlah universitas ini punya arti,” katanya.