Gelar sarjana hukum diperolehnya dari UI pada 1987, dan sejak 1988, ia mulai mengajar di FH UI dengan spesialisasi hukum internasional. Karena ingin meniti karier akademik, ia melanjutkan pendidikan S2 di Keio University, Jepang, melalui beasiswa kerja sama UI dan pemerintah Jepang.
Melanjutkan studi S3 di University of Nottingham, Inggris. Tahun pertama mendapat beasiswa, sementara dua tahun berikutnya dibiayai sendiri dengan bekerja di firma hukum berpenghasilan dolar. Meskipun sempat tertunda, studi doktoralnya tetap diselesaikan dalam empat tahun, dari 1993 hingga 1997.
Setelah meraih gelar doktor, ia berkarier sebagai dosen, tetapi sempat ditugaskan sebagai Asisten Deputi di Kementerian Perekonomian dan kemudian menjadi Staf Ahli Menteri. Saat itu, belum menyandang gelar guru besar. Pada Januari 2001, mengundurkan diri dari kementerian dalam rangka memperoleh jabatan guru besar. Pidato pengukuhan disampaikan pada 10 November 2001.
Pada 2004, ia diminta menjadi Dekan Fakultas Hukum UI. Sebagai akademisi, fokus utamanya adalah mengajar, meneliti, dan mengabdi kepada masyarakat, sehingga tugas administratif bukan prioritas. Namun, rekan-rekannya meyakinkan bahwa pengalaman sebagai administrator penting untuk kontribusi bagi fakultas. Awal menjabat sebagai dekan terasa berat, tetapi ia menikmati interaksi dengan mahasiswa, terutama dalam membimbing mereka menjadi calon pemimpin.
Masa jabatannya sebagai dekan berakhir pada 2008. Setelah itu, ia kembali fokus pada Tri Dharma Perguruan Tinggi. Namun, berbagai amanah kembali datang, termasuk menjadi Komisaris di PT Aneka Tambang (BUMN) dan anggota Badan Supervisi Bank Indonesia, sembari tetap aktif menulis dan mengajar. Pada akhir 2019, atas dorongan rekan-rekan, ia mencalonkan diri sebagai Rektor, meskipun tidak terpilih. Setelahnya, ia kembali berfokus pada dunia akademik.
Jadi Rektor Unjani
Prof. Hikmahanto kemudian mendapat tawaran untuk menjadi Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani). Saat itu, Unjani belum dikenal luas, terutama di luar Jawa Barat. Dalam prosesnya, ia bertemu dengan Ketua Dewan Pembina Yayasan Kartika Eka Paksi, yang saat itu dijabat oleh Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad), Jenderal Andika Perkasa, di Markas Besar TNI Angkatan Darat.
Jenderal Andika, yang merupakan teman satu angkatan di SMA 6 Jakarta tahun 1983, menyampaikan harapannya agar Unjani berkembang menjadi universitas yang lebih besar dan memiliki reputasi setara dengan perguruan tinggi terkemuka di Indonesia. Bahkan, ia menginginkan Unjani menjadi institusi pendidikan tinggi seperti Naval Postgraduate School di Amerika Serikat yang dikelola oleh Angkatan Laut.
Pada awalnya, sempat ragu untuk menerima tawaran tersebut karena khawatir keputusannya akan dianggap sekadar mengejar jabatan. Namun, melihat keseriusan Jenderal Andika yang berlatar belakang militer tetapi memiliki perhatian besar terhadap pendidikan, ia akhirnya memutuskan untuk menerima tantangan tersebut. Selain itu, kesempatan memahami lebih dalam budaya militer, khususnya di lingkungan TNI Angkatan Darat, menjadi pertimbangan tambahan.
Pelantikannya sebagai Rektor berlangsung pada April 2020. Setelah itu, ia diberi waktu dua minggu untuk melakukan assessment. Tanggung jawab pun dibagi, infrastruktur menjadi ranah Yayasan Kartika Eka Paksi, sementara aspek akademik, termasuk dosen, akreditasi, pembukaan program studi, hingga akreditasi perguruan tinggi, berada di bawah kewenangan Rektor.
Pembangunan fisik diawali dengan perbaikan fasilitas ICT. Semua gedung lama yang tidak layak direnovasi atau dibangun ulang dengan pendekatan design and build untuk memastikan infrastruktur Unjani mampu bertahan hingga 50 tahun ke depan.
“Saat itu, banyak gedung di kampus yang sudah tua, dan beberapa fasilitas masih belum memadai, termasuk fasilitas Information and Communication Technology (ICT) yang terletak di atas kantin, sehingga berisiko tinggi terhadap kebakaran,” katanya.
Transformasi Dimulai
Prof. Hikmahanto melihat bahwa visi Jenderal Andika terhadap Unjani sangat luar biasa. Sebagai Rektor, ia merasa visinya terfasilitasi karena selaras dengan Yayasan. Tujuannya bukan sekadar meningkatkan jumlah mahasiswa, tetapi benar-benar memajukan Unjani sebagai universitas unggulan.
Saat itu, Jenderal Andika menegaskan bahwa Yayasan harus mencari pendanaan tambahan. Ia mencontohkan bahwa banyak konglomerat besar pun melakukan pinjaman untuk ekspansi, sehingga Yayasan tidak perlu mengandalkan dana internal sepenuhnya.
Total anggaran yang diperlukan cukup besar, yakni sekitar Rp1,3 triliun untuk bangunan dan Rp209 miliar untuk fasilitas teknologi informasi.
Sebagai Rektor, Prof. Hikmahanto merasa optimis dengan skema ini. Namun, Jenderal Andika kemudian memberikan tantangan baru, yaitu mencari cara agar Unjani juga turut berkontribusi dalam pembayaran utang tersebut, bukan hanya Yayasan.
Dengan jumlah mahasiswa sekitar 3.000 pada tahun 2020, jelas bahwa pendapatan institusi belum cukup untuk menutupi beban finansial tersebut. Oleh karena itu, strategi pertumbuhan jumlah mahasiswa menjadi prioritas utama. Hasilnya, dalam beberapa tahun, jumlah mahasiswa meningkat signifikan menjadi 7.200 orang.
“Ketika masih menjadi Dekan Fakultas Hukum UI, tidak perlu berpikir sebagai seorang entrepreneur. Namun, menjadi Rektor Unjani mengharuskannya berpikir sebagai entrepreneur sejati,” katanya.
Rebranding
Sebagai langkah awal, Prof. Hikmahanto menitikberatkan pada dua aspek utama dalam pengembangan Unjani. Pertama, melakukan rebranding dengan AKREDITASUNGGUL
menegaskan bahwa Unjani berada di bawah naungan TNI Angkatan Darat melalui Yayasan Kartika Eka Paksi. Identitas ini diangkat karena TNI Angkatan Darat telah dikenal luas di seluruh Indonesia. Seluruh sivitas akademika, termasuk mahasiswa, didorong untuk memperkenalkan dan mempromosikan Unjani agar semakin dikenal di berbagai kalangan.
Langkah kedua adalah memperkuat keunggulan universitas, sejalan dengan visinya yang berfokus pada tiga pilar utama yaitu unggul, berwawasan kebangsaan, dan berwawasan lingkungan. Salah satu potensi yang selama ini belum sepenuhnya dimaksimalkan adalah nilai-nilai kedisiplinan dan kepemimpinan yang menjadi ciri khas TNI Angkatan Darat.
Untuk itu, diterapkan program pelatihan dasar kedisiplinan dan kepemimpinan bagi mahasiswa, serta diperkuat sinergi dengan berbagai satuan TNI Angkatan Darat. Di tingkat akademik, program studi magister dan doktor turut dikembangkan. Jika sebelumnya Unjani hanya memiliki satu program magister, yaitu Magister Ilmu Pemerintahan, kini jumlahnya bertambah menjadi sebelas.
Penguatan sumber daya manusia juga menjadi perhatian, termasuk mendorong tenaga pendidik untuk melanjutkan studi dan meningkatkan jabatan fungsional. Hingga saat ini, Unjani telah melahirkan enam guru besar, meskipun salah satunya telah memasuki masa pensiun.
Upaya peningkatan kualitas akademik juga meliputi dorongan bagi setiap program studi agar meraih akreditasi lebih tinggi, karena salah satu indikator utama perguruan tinggi berakreditasi Unggul adalah banyaknya program studi yang meraih peringkat A atau Unggul. Selain itu, publikasi ilmiah oleh dosen semakin digalakkan, didukung dengan sistem penjaminan mutu yang terus diperkuat.
Peningkatan jumlah mahasiswa juga menjadi perhatian, karena berperan penting dalam mendukung keberlanjutan institusi dan meningkatkan kapasitas pendidikan. Selain itu, mahasiswa didorong untuk berpartisipasi dalam berbagai kompetisi, baik di tingkat nasional maupun internasional, guna memperkuat citra Unjani, membangun kebanggaan terhadap almamater, serta menumbuhkan semangat kompetitif yang positif.
“Unjani tidak hanya berfokus pada mencetak lulusan, tetapi juga berkomitmen untuk membekali mereka dengan ilmu dan keterampilan yang relevan dengan dunia kerja,” katanya.
Smart Military University
Pembangunan Unjani berlangsung di tengah pandemi COVID-19, sehingga berbagai kegiatan akademik harus dilakukan secara daring. Hingga saat ini, telah tersedia 40 aplikasi yang mendukung kebutuhan akademik maupun non-akademik. Transformasi digital terus dikembangkan dengan visi menjadi universitas berbasis teknologi informasi, sejalan dengan tagline Smart Military University.
Yayasan Kartika Eka Paksi di bawah kepemimpinan Letjen (purn) Dr. Tatang Sulaiman, yang pernah menjabat Wakil KASAD, telah menyediakan berbagai infrastruktur modern, termasuk gedung-gedung futuristik yang megah dan seragam. Pembangunan ini diselesaikan dalam waktu relatif singkat, hanya dalam empat tahun, meskipun secara ideal proyek semacam ini biasanya memerlukan belasan tahun. Desain arsitektur kampus yang unik menjadikannya salah satu ikon, bahkan dapat dikenali dengan jelas oleh penumpang kereta cepat Whoosh yang melintas.
Unjani juga berupaya mengembangkan sumber pendapatan di luar biaya pendidikan mahasiswa. Diversifikasi pendapatan menjadi bagian dari strategi pengelolaan universitas menuju akreditasi Unggul. Pada tahun 2020, pendapatan universitas mencapai Rp282 miliar. Hingga akhir tahun 2024, angka tersebut meningkat menjadi Rp535 miliar, dengan proyeksi mencapai Rp1 triliun pada tahun 2027.
“Tapi tujuan utama dari pembangunan ini adalah menawarkan pendidikan yang prima bagi para mahasiswa, agar mereka menjadi generasi yang mampu membangun Indonesia,” katanya.
Setelah Akreditasi Unggul Mundur sebagai Rektor
Unjani telah meraih akreditasi Unggul dari BAN-PT, tetapi masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Menurut Prof. Hikmahanto, pencapaian ini baru menjadi landasan awal. Ke depan, ada beberapa langkah strategis yang akan dilakukan.
Pertama, Unjani berencana membuka program studi baru, terutama di jenjang doktoral. Saat ini, program magister sudah cukup berkembang, tetapi perlu diperbanyak dengan mempertimbangkan aspek kelayakan dan manfaatnya. Sebagai universitas swasta, Unjani tidak hanya mengedepankan idealisme, tetapi juga harus memperhitungkan keberlanjutan finansial. Oleh karena itu, setiap pembukaan program studi harus memiliki prospek yang jelas. Selain itu, akan dikembangkan program pascasarjana multidisiplin, baik S2 maupun S3.
“Targetnya, dalam dua tahun ke depan, jumlah mahasiswa meningkat dari 7.200 menjadi lebih dari 10.000, yang tentu berdampak pada peningkatan pendapatan universitas,” katanya.
Kedua, peningkatan akreditasi program studi. Saat pertama kali bergabung dengan Unjani, Prof. Hikmahanto menargetkan akreditasi unggul untuk Fakultas Kedokteran, baik program sarjana maupun profesi dokter. Keunggulan Fakultas Kedokteran Unjani didukung oleh kerja sama dengan rumah sakit Angkatan Darat, yang memberikan mahasiswa pengalaman klinis yang luas. Dengan akreditasi unggul yang diperoleh pada 2022, dampak positifnya mulai dirasakan oleh fakultas dan program studi lain.
“Saat ini, Unjani memiliki 16 program studi dengan akreditasi Unggul atau A dari total 43 program studi. Diharapkan jumlah ini terus bertambah,” katanya.
Ketiga, seleksi mahasiswa harus lebih ketat untuk memastikan kualitas lulusan. Unjani bukan universitas yang menerima mahasiswa hanya berdasarkan koneksi atau jabatan orang tua. Seleksi ketat diterapkan, terutama di program studi favorit seperti Kedokteran, Kedokteran Gigi, Farmasi, dan Psikologi. Tidak ada kompromi dalam kualitas, karena seorang dokter, misalnya, harus memiliki kompetensi yang baik, bukan sekadar memenuhi keinginan orang tua.
Selain itu, Unjani juga mengembangkan sistem pembelajaran daring yang lebih interaktif, terutama bagi putra-putri prajurit TNI yang tersebar di berbagai daerah. Model pembelajaran ini tidak hanya sekadar perkuliahan daring seperti saat pandemi, tetapi dengan pendekatan hybrid, di mana mahasiswa bisa berinteraksi langsung dengan dosen melalui sistem yang terintegrasi.
Terakhir, kerja sama dengan TNI Angkatan Darat harus semakin diperkuat. Sebagai universitas yang memiliki keterkaitan erat dengan TNI, banyak peluang sinergi yang mahasiswa Psikologi dapat bekerja sama dengan Direktorat Psikologi Angkatan Darat, mahasiswa Teknik dengan Dinas Perhubungan atau Dinas Siber Angkatan Darat, serta program studi lain yang dapat berkontribusi dalam bidang pertahanan.
Misalnya, pengembangan kendaraan listrik yang sesuai dengan kebutuhan TNI Angkatan Darat. Jika universitas lain mengembangkan mobil listrik untuk transportasi umum atau balap, Unjani bisa fokus pada kendaraan operasional seperti ambulans untuk daerah perbatasan. Kendaraan ini harus dirancang agar efisien dan mampu menjangkau daerah terpencil. Jika berhasil, inovasi ini bisa menarik perhatian pemerintah daerah dan instansi lain yang membutuhkan kendaraan serupa.
“Jadi, konsep Triple Helix itu harus benar-benar berjalan, bukan sekadar wacana saja,” katanya.
Kembali ke Habitat
Berbagai prestasi dan transformasi besar telah dicapai selama kepemimpinan Prof. Hikmahanto sebagai Rektor Unjani. Meskipun banyak yang berharap agar tetap melanjutkan kepemimpinan, keputusan untuk mundur dan kembali ke dunia akademik telah diambil.
Lima tahun mengemban tugas sebagai administrator dirasa sudah cukup, karena banyak waktu tersita untuk urusan administratif, sementara penelitian yang seharusnya terus berjalan tidak mendapat perhatian penuh. Seminar dan press release masih dapat dilakukan, tetapi fokus pada penelitian yang benar-benar masuk jurnal ilmiah menjadi terhambat. Mengajar tetap berjalan, baik di UI maupun di universitas lain, namun tanggung jawab akademik yang lebih mendalam ingin kembali diutamakan.
Sebagai pemimpin struktural, memberikan kesempatan bagi generasi berikutnya dipandang penting agar ide-ide baru dapat berkembang. Selama kepemimpinannya, berbagai pencapaian telah diraih, termasuk keberhasilan meraih akreditasi Unggul institusi.
Ia juga bangga karena beberapa alumni Unjani menduduki posisi strategis di Kabinet Merah Putih saat ini. Antara lain Wakil Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, Lodewijk F. Paulus, dan Sekretaris Kabinet Teddy Wijaya.
“Mudah-mudahan di kepemimpinan rektor baru bisa terus bersinergi dan menjadikan Unjani sebuah universitas yang hebat, menjadi kebanggaan TNI Angkatan Darat,” tambahnya.