Dr. Sofyan Abdullah, SP, MP - Rektor Universitas Gorontalo

Rektor Universitas Gorontalo – Mata Kuliah Entrepreneurship Jadi Keunggulan dan Kekhasan

Share

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Gorontalo merupakan cikal bakal Universitas Gorontalo. Sekolah tinggi yang berdiri tahun 1986 itu, resmi berubah menjadi universitas pada 10 Juli 2001. Perubahan tersebut terjadi setelah Provinsi Gorontalo terbentuk. Pada masa awal itulah, Sofyan bergabung. Sehingga ia tergolong dosen senior di Unigo.

Saat itu ada penerimaan dosen, dan saya mendaftar meskipun masih berstatus S1. Waktu itu, menjadi dosen dengan gelar S1 masih diperbolehkan,” ungkap Sofyan.

Ia diterima dan mulai mengajar di Jurusan Agronomi. Setahun kemudian, pada 2002, ia melanjutkan studi S2 di Jurusan Sistem-Sistem Pertanian Unhas. Setelah lulus S2 pada 2005, ia kembali ke kampus dan menjabat sebagai kepala program studi, lalu sempat menjadi sekretaris LP3M.

Hanya setahun menjabat sebagai Kaprodi Teknologi Hasil Pertanian, ia kemudian dipercaya menjadi wakil dekan dan dekan. Setelah satu periode sebagai dekan, ia ditunjuk sebagai kepala LP3M, lalu kembali menjadi dekan.

Pada 2017, ia melanjutkan studi S3 di Ilmu Pertanian Unhas. “Karena memang didesak oleh pimpinan yayasan, saya yang sudah lama menjadi dosen diwajibkan menambah pendidikan ke jenjang S3,” katanya.

Selepas meraih gelar doktor pada 2021, setahun kemudian diadakan pemilihan rektor. Ia dianggap sebagai dosen senior dengan pengalaman dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengembangkan kampus, terutama karena ia telah bergabung dan membangun Unigo sejak awal berdiri.

“Waktu itu ada lima kandidat calon rektor. Alhamdulillah, saya yang diminta oleh teman-teman anggota senat, dan saya dipilih sampai sekarang,” cerita Sofyan.

Bisa Dicicil
Ia mengakui bahwa sebagai salah satu perguruan tinggi swasta di Gorontalo, banyak tantangan yang dihadapi, terutama karena kiblat studi masyarakat masih ke Jawa atau Makassar.

Seperti dirinya dulu, ia memilih belajar di Makassar. Ada juga kendala sumber daya manusia (SDM), terutama tenaga dosen, yang masih banyak diisi dari Makassar, khususnya untuk prodi-prodi tertentu seperti kesehatan, di mana SDM terbatas. Apalagi, saat ini dosen minimal harus bergelar S2.

Ia bersyukur tantangan terkait SDM dapat diatasi. Bahkan, dua tahun lalu, Unigo menjadi salah satu perguruan tinggi yang dianugerahi LLDikti wilayah XVI sebagai PTS yang memiliki sumber daya manusia dengan gelar doktor terbanyak.

Hal ini tidak terlepas dari kebijakan institusi yang mewajibkan seluruh dosen bergelar S3. Tantangan lainnya adalah terkait pendanaan. Hingga saat ini, sekitar 95-98% biaya operasional masih bersumber dari mahasiswa.

Yayasan berusaha menambah pendapatan melalui pos-pos lain seperti universitas lain, Universitas Muslim Indonesia yang memiliki rumah sakit, hingga peternakan yang dapat meningkatkan pendapatan yayasan. Dengan begitu, kesejahteraan dapat meningkat dan kampus bisa berkembang.

Selain itu, kampus juga menerima bantuan dari pemerintah melalui program Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah. Ada juga beasiswa dari Bank Indonesia serta beasiswa dari pemerintah daerah yang mengirim mahasiswa ke Unigo.

Ia menjelaskan bahwa dosen-dosen kreatif di kampusnya juga mendapatkan hibah penelitian, yang dapat membiayai jurnal serta menambah pendapatan di luar kontribusi mahasiswa.

Selain itu, banyak tenaga ahli Unigo dari berbagai disiplin ilmu yang terlibat dalam proyek-proyek baik dari pusat maupun daerah. Dari sekitar 140 dosen, sekitar 90 orang telah tersertifikasi, yang turut meningkatkan pendapatan para dosen.

Ia menyampaikan bahwa kampusnya tidak mengenal sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT). Unigo hanya mengenal Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP) dengan biaya yang sangat terjangkau, sekitar Rp 1,5 juta hingga Rp 2,5 juta, tanpa biaya tambahan per-Sistem Kredit Semester (SKS).

“Itu pun bisa dicicil, karena sejak awal berdirinya, kampus ini memang tidak mengejar profit,” katanya.

Entrepreneurship
Latar belakang sebagai Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi jelas memengaruhi karakteristik Universitas Gorontalo. Sejarah tersebut memberikan ciri khas tersendiri. Unigo memiliki keunikan berupa Entrepreneurship atau kewirausahaan, yang menjadi fondasi dan arah pertumbuhan.Entrepreneurship menjadi tujuan utama perkuliahan.

“Mahasiswa harus menguasainya agar dapat meningkatkan pengetahuan mereka. Di Gorontalo, industrinya memang terbatas, sehingga diharapkan mahasiswa memiliki pemahaman tentang Entrepreneurship,” ujarnya. 

Mata kuliah Entrepreneurship diwajibkan untuk semua program studi, baik kesehatan, teknik, ekonomi, hukum, maupun pertanian. Konsep ini diterapkan dalam perkuliahan sehingga menjadi ciri khas Unigo.

Sebagai contoh, di Fakultas Hukum, mahasiswa dapat membuka lembaga bantuan hukum, bahkan saat ini Unigo memiliki Lembaga Bantuan Hukum gratis.

Menurut Sofyan, Unigo saat ini memiliki 20 program studi, terdiri atas 15 prodi S1 dan 5 prodi S2. Program studi favorit adalah Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM),

yang sejak awal pembukaannya memiliki peminat terbanyak, mengalahkan prodi pertanian. Setelah FKM, program studi ekonomi dan hukum menjadi yang paling diminati.

Namun, ia mengakui bahwa Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Indonesia kini menghadapi tantangan yang sama, yaitu penurunan jumlah mahasiswa. Berdasarkan pertemuan forum rektor,

hal ini disebabkan oleh perguruan tinggi negeri (PTN) yang menerima terlalu banyak mahasiswa baru. “Kita tidak bisa melarang karena ini adalah persaingan, sehingga menjadi masalah bagi kami yang swasta,” jelasnya.

Masyarakat cenderung memilih universitas negeri dibanding swasta, dan ini menjadi tantangan besar bagi Unigo. Tren penurunan jumlah mahasiswa sangat signifikan dalam dua tahun terakhir. Meskipun pendaftar mencapai 2.000 calon mahasiswa, yang benar-benar masuk tidak sampai 1.000 orang.

Persaingan Ketat
Hal ini sebenarnya dapat dimaklumi karena jumlah penduduk Gorontalo hanya 1,2 juta orang. Namun, di provinsi tersebut terdapat 10 PTS dan 4 PTN, sehingga persaingannya sangat ketat. Sebagian besar calon mahasiswa lebih memilih universitas negeri.

Kondisi ini menjadi tantangan besar bagi Unigo untuk bersaing. Artinya, Unigo harus terus berbenah dan berusaha menjadi lebih baik, salah satunya dengan meningkatkan kualitas SDM dan akreditasi.

Bersama Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Gorontalo, mereka menyusun strategi untuk menghadapi tren penurunan jumlah mahasiswa. Menurutnya,

APTISI Gorontalo sangat solid dan saling mendukung dalam menghadapi tantangan seperti peningkatan kualitas SDM, akreditasi, hingga sosialisasi.

Sosialisasi Unigo tidak hanya dilakukan di Provinsi Gorontalo, tetapi juga merambah hingga Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, bahkan Papua. Selain itu, Unigo juga aktif memanfaatkan berbagai platform media sosial untuk bersosialisasi.

Unigo bekerja keras meningkatkan status akreditasi, mengingat masyarakat kini sangat selektif dalam memilih perguruan tinggi. Oleh karena itu, peningkatan akreditasi menjadi prioritas utama.

Sofyan bersyukur dari 20 program studi (termasuk dua yang baru), 12 di antaranya telah berstatus akreditasi “Baik Sekali”, sementara sisanya “Baik”.

“Kami berkomitmen pada 2030, Universitas Gorontalo sudah berstatus unggul. Ini adalah tantangan besar bagi kami, terutama karena dari sekitar 90 PTS di wilayah XVI belum ada yang berstatus unggul,” tandasnya.

Target Unggul
Untuk mencapai target unggul, Unigo terus berbenah. Langkah awalnya adalah memastikan program studi memiliki status unggul terlebih dahulu, karena salah satu syarat perguruan tinggi berakreditasi unggul adalah minimal 70% program studi harus berstatus unggul.

Namun, Sofyan menyadari bahwa memenuhi persyaratan akreditasi unggul bukanlah hal yang mudah. Hanya beberapa perguruan tinggi swasta, seperti yang ada di Jawa, yang mampu mencapainya.

Meski begitu, Unigo secara bertahap menyiapkan segala persyaratan yang dibutuhkan, termasuk akreditasi jurnal-jurnal ilmiah.

Ia juga memahami bahwa proses ini memerlukan biaya yang tidak sedikit. Konsekuensi dari peningkatan status tersebut adalah kebutuhan pembiayaan yang besar.

Beberapa PTS unggul biasanya memiliki setidaknya 30.000 mahasiswa, sehingga sulit bagi PTS dengan jumlah mahasiswa yang jauh lebih sedikit untuk mencapai itu.

“Mau tidak mau, kita harus berpikir keras bagaimana meningkatkan itu, karena sumber pendanaan kita masih bergantung pada mahasiswa,” katanya.

Alumni Banyak Membantu Akan Buka Program Studi S3

Dia menuturkan kinerja alumni juga lumayan. Salah satu indikator kinerja utama perguruan tinggi didasarkan pada peran alumni di masyarakat. Disebutkan masa tunggu alumni mencapai 40 % sampai 50 %.

Artinya, sekitar 40% hingga 50% dari mereka mendapatkan pekerjaan dalam waktu 5 hingga 6 bulan setelah lulus. Para lulusan juga berkiprah di berbagai bidang kerja.

Misalnya, banyak aparat hukum merupakan alumni Unigo, begitu pula alumni FKM yang bekerja di sektor kesehatan, dan alumni prodi Pertanian yang juga sukses di bidangnya.

Sofyan melihat kiprah alumni ini sangat luar biasa. Mereka tetap menjalin komunikasi dengan kampus, sehingga diharapkan keberadaan mereka di berbagai dinas pemerintahan bisa membantu menarik para juniornya.

“Di Gorontalo ini industrinya kurang, sehingga mayoritas masyarakat berharap menjadi pegawai negeri setelah lulus. Namun, lapangan kerja sebagai pegawai negeri terbatas. Harapan kami, jaringan alumni ini dapat membantu,” ujarnya.

Unigo juga mendukung program Kampus Berdampak yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Program ini sebelumnya dikenal dengan sebutan Kampus Merdeka, dan kini hanya berubah nama.

Namun, pada prinsipnya, Unigo tetap mengikuti kebijakan pemerintah melalui LLDikti.

“Saya rasa kegiatan seperti magang atau pertukaran mahasiswa dengan universitas lain memberikan dampak positif,” tambahnya.

Buka Prodi S3
Selain meraih akreditasi unggul, mimpi besar Sofyan saat ini adalah membuka dua program doktoral, yaitu doktor ilmu hukum dan doktor ilmu manajemen. Dengan adanya program doktor, ia berharap dapat meningkatkan derajat kampus.

Unigo bercita-cita memiliki sumber pendapatan lain selain dari mahasiswa. Sofyan berharap yayasan dapat memiliki unit usaha sehingga operasional perguruan tinggi tidak hanya bergantung pada mahasiswa.

Ia juga berharap pada tahun 2040, seluruh SDM Unigo sudah bergelar S3 dan jumlah guru besar bertambah. SDM yang berkualitas menjadi daya tarik Unigo di mata masyarakat.

Ia juga bermimpi Unigo memiliki kampus yang lebih baik dari saat ini, meskipun ia merasa impian tersebut mungkin sulit tercapai di masanya. Namun, prioritasnya saat ini adalah membuka program S3 dan mendukung dosen-dosen untuk melanjutkan pendidikan.

Unigo tetap berkomitmen menyediakan fasilitas pendidikan bagi masyarakat dengan harapan mereka dapat meraih pendidikan yang lebih baik bersama Universitas Gorontalo.

Unigo menawarkan 20 program studi menarik, seperti teknik arsitektur, teknik sipil, teknik mesin, hingga yang terbaru, teknik informatika. Ada pula program studi pertanian, kehutanan, teknologi hasil pertanian, perikanan, dan kesehatan masyarakat.

“Kami tidak mengejar profit, tetapi berpegang pada niat tulus para pendiri agar masyarakat dapat mengenyam pendidikan yang lebih layak,” kata Sofyan.

Artikel Terkait