Sebagai respons, universitas ini berfokus pada pengembangan keahlian di bidang kesehatan seperti keperawatan, kebidanan, dan farmasi, dengan harapan tenaga kerja terampil ini dapat bekerja di luar negeri dengan pendapatan lebih baik dan perlakuan yang lebih adil.
Pada 2018, penggabungan dua sekolah tinggi, yaitu STIP Citra Bina Insan Mandiri dan Stikes Citra Husada Mandiri, membentuk Universitas Citra Bangsa yang kini memiliki sekitar 5.700 mahasiswa tersebar di 14 program studi di 4 fakultas, dengan seluruh program studi terakreditasi baik dan beberapa bahkan unggul.
UCB mengedepankan visi berbasis KASIH, akronim dari kreatif, akhlak, sinergis, inovasi, dan harmonis. Ini menegaskan kekhasan dan keunggulan UCB dalam melahirkan lulusan berdaya saing di era digital, terutama berfokus pada peningkatan status kesehatan masyarakat di Nusa Tenggara Timur dan Indonesia secara umum.
“Lokomotif kami berada pada tiga program studi di Fakultas Ilmu Kesehatan, yaitu keperawatan, kebidanan, dan farmasi,” katanya.
Selain itu, universitas juga mengembangkan fakultas lain seperti Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Teknik, serta yang terbaru Fakultas Bisnis dan Pariwisata.
Kerja di Luar Negeri
Terkait tujuan awal perguruan tinggi ini untuk membekali tenaga kerja siap kerja di luar negeri, dampaknya sudah sangat terasa. Para alumni telah tersebar dan bekerja di berbagai negara seperti Jepang, Singapura, Jerman, Italia, Australia, dan Timor Leste.
Di Jepang, ada 22 alumni yang bekerja di bidang panti lansia dan rumah sakit lansia. Bahkan, perusahaan Jepang mengirimkan dosen bahasa Jepang ke kampus agar lulusannya fasih berbahasa Jepang. Mahasiswa UCB telah berhasil bekerja di berbagai kota seperti Tokyo, Nagasaki, Osaka, Hiroshima, dan Kobe.
Selain Jepang, mereka juga bekerja di rumah sakit internasional di Singapura, panti lansia di Jerman dan Italia, serta di Australia dan Timor Leste.
Kurikulum UCB dirancang khusus untuk pasar luar negeri dengan menambahkan mata kuliah spesifik seperti gerontologi, budaya Jepang, gizi lansia, dan psikoterapi lansia guna mempersiapkan lulusan agar kompetitif.
“Kami bahkan membuka Pusat Studi Bahasa Jepang, Mandarin, dan Inggris untuk mencetak lulusan yang fasih berbahasa asing di tempat kerja mereka,” ujarnya.
Walaupun saat ini kebutuhan tenaga kerja luar negeri mayoritas berasal dari program kesehatan seperti keperawatan, kebidanan, dan farmasi, UCB terus merespons pasar dengan membuka peluang dan MoU baru.
Perguruan tinggi ini juga telah menandatangani MoU dengan dua perusahaan dari Kobe yang membutuhkan lulusan teknik sipil, arsitektur, dan bisnis digital, karena perusahaan tersebut juga bergerak di bidang konstruksi dan desain, tidak hanya pelayanan kesehatan.
Daya tampung
UCB terus menunjukkan dinamika yang sangat positif dalam pengembangan institusinya, termasuk dari sisi minat mahasiswa baru. Jumlah mahasiswa yang kini telah melampaui 5.700 orang,
Universitas ini menetapkan standar tinggi dalam penerimaan mahasiswa baru dengan memperhatikan kesiapan akademis dan kesehatan mereka.
“Karena orientasi pasar kerja luar negeri, minat pendaftar terus meningkat hingga mencapai sekitar 3.500 calon mahasiswa baru setiap tahun,” jelasnya.
Meski antusiasme tinggi, universitas hanya mampu menampung 2.000-2.100 mahasiswa per tahun karena seleksi ketat, terutama terkait kesehatan dan kemampuan intelektual agar mahasiswa dapat memenuhi tuntutan pasar kerja internasional.
Prof. Frans menjelaskan bahwa kapasitas dan fasilitas juga menjadi pertimbangan penting dalam seleksi. Dengan daya tampung 112 kelas, universitas menggunakan dua shift, pagi dan sore, di mana satu kelas dapat menampung dua rombongan belajar untuk memaksimalkan kapasitas.
Selain ruang kelas, UCB memiliki berbagai laboratorium pendukung di fakultas seperti Ilmu Kesehatan, Teknik, dan Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Untuk Fakultas Bisnis dan Pariwisata,
UCB bekerja sama dengan hotel-hotel berstandar internasional di Kupang, memberikan mahasiswa kesempatan praktik langsung.
Banyak beasiswa
UCB tidak hanya berkomitmen mencetak lulusan berkualitas dengan orientasi internasional, tetapi juga serius memastikan pendidikan dapat diakses oleh calon mahasiswa dari latar belakang ekonomi yang terbatas.
“Bagi mahasiswa dari keluarga miskin, biasanya kami alokasikan ke KIP Kuliah,” jelasnya.
Selain itu, Abraham Foundation yang dimiliki oleh Abraham Paul Liyanto menjadi sumber beasiswa lain untuk anak-anak kurang mampu yang cerdas dan ingin melanjutkan studi.
UCB juga bekerja sama dengan 22 kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur, di mana masing-masing menyediakan beasiswa melalui APBD untuk mahasiswa yang kuliah di UCB. Secara keseluruhan, kampus ini menawarkan tiga jenis program beasiswa yang sangat membantu mahasiswa kurang mampu.
Menurut Prof. Frans, beasiswa dari pemerintah daerah memberikan kontribusi besar, dengan rata-rata 20-30 mahasiswa per kabupaten/kota menerima beasiswa APBD setiap tahun.
“Karena hubungan baik dengan pemerintah daerah dan kepercayaan mereka terhadap kualitas pendidikan di UCB, setiap angkatan bisa ada sekitar 500 mahasiswa yang terbantu melalui program ini,” ungkapnya.
Kampus Berdampak
UCB juga telah menunjukkan hasil nyata atas komitmennya dalam mencetak lulusan yang kompetitif di pasar kerja, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Para alumninya tersebar di berbagai negara, meskipun sebagian besar masih berkarier di luar negeri seperti yang telah disampaikan sebelumnya.
“Di dalam negeri, terutama di Nusa Tenggara Timur dan Timor Leste, lulusan kami cepat terserap dalam dunia kerja. Berdasarkan tracer study yang kami lakukan, rata-rata mereka telah mendapatkan pekerjaan dalam waktu kurang dari enam bulan setelah lulus,” ujarnya.
Program Kampus Berdampak yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan Tinggi sebenarnya sudah lama dijalankan oleh UCB, meskipun dengan istilah dan desain yang kini telah disesuaikan.
“Kami sudah lama menjalankan program kampus berdampak ini, hanya istilah dan desainnya baru disesuaikan,” katanya.
Program ini hanya berbasis pengabdian masyarakat tetapi juga mengintegrasikan kebutuhan lokal ke dalam kurikulum akademik. Di Fakultas Kesehatan, visinya berorientasi pada komunitas.
Misalnya, prodi keperawatan, kebidanan, atau farmasi komunitas fokus mempelajari kondisi kesehatan masyarakat di Nusa Tenggara Timur dan Timor Leste. Ia menambahkan bahwa program ini sangat relevan, mengingat tingginya angka prevalensi stunting dan kemiskinan ekstrem di daerah tersebut.
UCB telah menjalin kerja sama dengan pemerintah provinsi melalui MoU, di mana mahasiswa dari program keperawatan, kebidanan, dan farmasi diterjunkan langsung ke desa-desa dengan prevalensi stunting tinggi di beberapa kabupaten seperti Timur Tengah Selatan, Sumba Barat Daya, dan Manggarai Timur.
“Kami mengajari ibu-ibu rumah tangga cara mengolah makanan bergizi dan menjaga kebersihan rumah serta lingkungan sekitar. Intinya, roh kami adalah komunitas,” jelasnya.
Dengan strategi ini, UCB tidak hanya menghasilkan lulusan yang siap kerja, tetapi juga secara langsung berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat di sekitarnya.
Fakultas Kedokteran
Salah satu cita-cita besar yang sedang dalam tahap finalisasi adalah pembukaan Fakultas Kedokteran. Saat ini, proses finalisasi usulan pembukaan Fakultas Kedokteran tengah dilakukan, bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Tujuan pembukaan fakultas ini adalah untuk melengkapi Fakultas Kesehatan yang sudah ada dengan memberikan layanan klinis langsung dan menangani masalah kesehatan individu di Nusa Tenggara Timur, termasuk tingginya angka kematian ibu dan anak, tingginya penyakit infeksi, serta meningkatnya kasus penyakit degeneratif.
Prof. Frans juga menyebutkan bahwa mahasiswa UCB kini tidak hanya berasal dari NTT dan Timor Leste, tetapi juga menarik perhatian calon mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia.
“Kami menerima mahasiswa dari Maluku, bahkan ada dua orang dari Merauke dan Puncak Jaya,” ujarnya.
Beberapa daerah seperti Maluku dan Papua bahkan memberikan beasiswa kepada mahasiswanya untuk kuliah di UCB. Meskipun perjalanan ke NTT dari daerah-daerah tersebut memakan waktu lama, sebagian besar mahasiswa menggunakan pesawat.
UCB juga menjalin kerja sama strategis dengan Kementerian Tenaga Kerja dan P2MI untuk mengelola pengiriman tenaga kerja ke luar negeri secara resmi dan teratur.
“Kami adalah salah satu dari dua perguruan tinggi mitra Kementerian P2MI, bersama Binawan,” tambahnya.
Kerja sama ini menunjukkan pengawasan pemerintah terhadap kinerja UCB dalam mengirimkan tenaga ahli kompeten ke pasar internasional. Dengan visi besar ini,
UCB berupaya menjadi pusat pendidikan tinggi unggulan di Nusa Tenggara Timur sekaligus menjawab tantangan kesehatan dan sumber daya manusia di tingkat regional, nasional, dan bahkan internasional.