Dr. Dadang Hermawan - Rektor ITB STIKOM Bali (foto: instagram @dr.dadanghermawan)

Rektor ITB STIKOM Bali – Kembangkan Kampus Teknologi Berbasis Budaya & Wirausaha

Share

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi, Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) STIKOM Bali hadir sebagai pelopor. Berdiri ketika belum ada satu pun perguruan tinggi negeri yang membuka program Information Technology (IT) STIKOM menjadi tonggak penting dalam membangun ekosistem digital di Bali.

ITB STIKOM Bali berbeda dari kampus IT lainnya karena pendekatan pendidikan yang memadukan teknologi informasi dengan kekayaan seni dan budaya Bali. Menjadi satu-satunya institusi IT yang memiliki Laboratorium Seni dan Budaya, lengkap dengan fasilitas gamelan dan angklung, serta program pembelajaran seni yang menjadi bagian dari Mata Kuliah Wajib Institusi (MKWI).

Pendekatan ini tidak hanya bersifat simbolis. Dalam berbagai penelitian, skripsi, hingga proyek akhir, mahasiswa didorong untuk mengeksplorasi integrasi antara budaya dan teknologi. Hal ini sejalan dengan visi salah satu pendiri kampus, Prof. Dr. I Made Bandem, maestro budaya Bali yang namanya telah dikenal hingga ke panggung internasional.

Menurut Rektor Dr. Dadang Hermawan, menjelaskan ITB STIKOM Bali memiliki keunikan tersendiri sebagai institusi pendidikan tinggi pertama di Bali yang secara khusus bergerak di bidang teknologi informasi. Mempunyai pendekatan kolaboratif menyatukan teknologi dengan seni dan budaya Bali.

“Karya-karya mahasiswa, baik dalam bentuk penelitian maupun tugas akhir, diarahkan untuk mengeksplorasi integrasi antara budaya dan teknologi,” katanya.

Wirausaha Muda

Di tengah arus cepat perubahan zaman, ITB STIKOM Bali juga menaruh perhatian besar pada pengembangan jiwa kewirausahaan mahasiswa. Kampus ini tidak hanya mencetak lulusan yang siap kerja, tetapi juga siap membangun usaha.

“Kami dirikan inkubator bisnis, menjalin kerja sama dengan berbagai perusahaan, dan rutin menghadirkan praktisi industri ke kampus,” ungkap Dadang

Kini, setelah membuka program S2, ITB STIKOM Bali mengusung moto BMW (Bekerja, Melanjutkan, atau Wirausaha). Kampus ini menyediakan Career Development Center (CDC) untuk mendukung lulusan masuk ke dunia kerja, membuka ruang studi lanjut di jenjang pascasarjana, dan membina wirausahawan muda lewat ekosistem kewirausahaan yang aktif.

“Keberhasilan alumni adalah cerminan keberhasilan institusi. Karena itu, kami fokus mengantar mahasiswa menjadi alumni yang siap kerja, siap usaha, atau siap lanjut studi,” tambahnya.

Dengan visi yang terarah dan pendekatan yang khas, ITB STIKOM Bali menjadi bukti nyata bahwa teknologi dan budaya dapat berjalan beriringan, menghasilkan lulusan yang unggul, inovatif, dan berdaya saing tinggi di era digital

Langkah Strategis

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi, ITB STIKOM Bali hadir sebagai institusi pendidikan tinggi yang tidak hanya menekankan menjadikan seni dan budaya sebagai bagian integral dalam pembelajaran. Menurut Dadang Hermawan, pendekatan ini lahir dari kesadaran bahwa pelestarian budaya Bali dapat dilakukan secara modern, relevan, dan aplikatif melalui teknologi.

“Kami tidak hanya mengenalkan seni budaya Bali, tetapi benar-benar mengkolaborasikan dengan teknologi informasi,” ujar Dr. Dadang.

Mahasiswa diperkenalkan terlebih dahulu dengan berbagai elemen budaya lokal, seperti tari tradisional Bali, gamelan, dan filosofi di baliknya. Setelah pemahaman dasar terbentuk, mahasiswa diarahkan untuk mengembangkan karya tugas akhir yang mengintegrasikan IT dengan budaya.

Contohnya meliputi pembuatan kamus digital bahasa Bali, termasuk istilah dalam seni tari dan gamelan , Pengembangan game edukatif berbasis cerita rakyat dan dongeng Bali. Juga digitalisasi wayang Bali serta pembuatan platform interaktif pelestarian budaya.

Langkah ini tidak hanya menjadi bentuk pelestarian budaya, tetapi juga membuka peluang industri kreatif yang relevan dengan kebutuhan zaman.

“Misi kami adalah melestarikan budaya dengan cara kekinian,” tambahnya.

Gerbang Globalisasi

Menurut Dadang, keunggulan lain dari ITB STIKOM Bali adalah program dual degree dengan perguruan tinggi luar negeri seperti Higher Education Learning Philosophy (HELP) University, Malaysia. Program ini memungkinkan mahasiswa menyelesaikan perkuliahan utama di Bali, dengan pengalaman internasional singkat di Kuala Lumpur, dan menerima dua gelar sekaligus: S.Kom dari STIKOM Bali dan Bachelor of IT dari HELP University. Program ini sudah berjalan sejak 2007 dan kini telah melahirkan alumni yang tersebar di berbagai belahan dunia.

“Alumni kami bekerja di berbagai sektor internasional, banyak juga yang berkarier di Australia, Singapura, Hongkong, bahkan menjadi direktur IT hotel jaringan internasional,” katanya.

Keunggulan dari gelar internasional ini juga memudahkan mereka dalam memperoleh visa kerja atau work and holiday tanpa keharusan menunjukkan TOEFL atau TOEIC.

Jumlah alumni lebih dari 11.000 orang, ada lulusan yang mencetak prestasi membanggakan. Seperti Muhammad Nasir, yang menjabat sebagai Rektor di Universitas Teknologi Bandung. I Wayan Sentane, Direktur IT di jaringan hotel internasional, yang kerap berpindah tugas dari Bali ke Australia dan Amerika.

Ada juga alumni yang bekerja sama dengan Google, membuka bisnis inovatif di Bali. Seorang content creator sukses dengan penghasilan miliaran, properti mewah, dan jutaan pengikut di media sosial.

Permintaan Tinggi

Di tengah tingginya kebutuhan tenaga IT, banyak institusi, termasuk instansi pemerintah seperti Kejaksaan Agung, masih kesulitan memenuhi kuota ASN berlatar belakang IT.

“Mereka datang langsung ke kampus-kampus, termasuk ke kami, untuk sosialisasi karena kebutuhan 400 orang IT per tahun tidak terpenuhi,” jelasnya.

Dengan fokus dan konsitensi dalam pendidikan berbasis teknologi serta perhatian pada budaya lokal, ITB STIKOM Bali tampil sebagai institusi unik yang tidak hanya menghasilkan lulusan siap kerja, tetapi juga berjiwa pelestari budaya dan innovator global.

Student Body

Dadang Hermawan menjelaskan bahwa saat ini ITB STIKOM Bali memiliki sekitar 6.500 mahasiswa aktif dari enam program studi utama dan tiga program dual degree. Dari jumlah tersebut, program studi Sistem Informasi menjadi yang paling diminati. Program ini dianggap menarik karena merupakan gabungan antara ilmu manajemen dan teknologi informasi (TI), sehingga lebih fleksibel dan cocok untuk mahasiswa dari berbagai latar belakang, baik pria maupun wanita.

Selanjutnya, program Teknologi Informasi menempati posisi kedua, dengan cakupan materi yang menyeluruh mulai dari perangkat lunak hingga perangkat keras. Kemudian disusul oleh Sistem Komputer, yang lebih fokus pada hardware, jaringan, dan keamanan siber. Pprogram ini cenderung lebih banyak diminati oleh mahasiswa laki-laki.

Selanjutnya, program Teknologi Informasi menempati posisi kedua, dengan cakupan materi yang menyeluruh mulai dari perangkat lunak hingga perangkat keras. Kemudian disusul oleh Sistem Komputer, yang lebih fokus pada hardware, jaringan, dan keamanan siber. Program ini cenderung lebih banyak diminati oleh mahasiswa laki-laki.

Program Bisnis Digital juga menjadi favorit, terutama setelah adanya dorongan dari Presiden agar perguruan tinggi membuka jurusan-jurusan baru yang relevan dengan perkembangan zaman. Program ini menunjukkan keseimbangan gender karena memadukan unsur bisnis dan digital, serta menjawab kebutuhan zaman digital saat ini. Selain itu, program Manajemen Informatika di jenjang D3 dan program Sistem Informasi di jenjang S2.

Mengakomodasi Mahasiswa, Ada Program Magang Bergaji

Untuk memastikan akses pendidikan yang merata, menurut Dadang ITB STIKOM Bali mengklasifikasikan mahasiswa dalam beberapa kategori ekonomi.

Ada program Internasional, dual degree bekerja sama dengan universitas di Cina dan Malaysia, dengan biaya sekitar Rp100 juta (Cina) dan Rp50 juta (Malaysia) untuk empat tahun.

Kedua, Program reguler dengan kisaran biaya sekitar Rp. 60 juta untuk masa studi empat tahun. Ketiga, Kelas Subsidi , mahasiswa dari latar belakang ekonomi menengah ke bawah yang memerlukan dukungan beasiswa.

Untuk kelompok terakhir ini, ITB STIKOM Bali menyediakan beberapa skema bantuan: Beasiswa KIP Kuliah, meski terbatas hanya 40–50 penerima per tahun dari sekitar 1.500 mahasiswa baru. Beasiswa Yayasan/STIKOM, diberikan setelah proses wawancara mendalam mengenai motivasi dan kondisi ekonomi mahasiswa. Beasiswa ini diberikan dengan skema bantuan biaya 25%, 50%, 75%, hingga 100%.

Ada Program Magang Bergaji, yang secara aktif dikembangkan oleh kampus. ITB STIKOM Bali menjalin kerja sama dengan berbagai perusahaan yang bersedia memberikan honor bagi mahasiswa magang, tidak sekadar konsumsi atau pengalaman kerja.

Bahkan, kampus membuka peluang magang internasional, seperti ke Singapura dan Jepang. Di Singapura, mahasiswa dapat mengikuti magang online dengan honor mulai dari 200 hingga 400 USD tergantung jenjang semester. Di Jepang, mahasiswa mengikuti magang offline sambil kuliah online, dengan penghasilan yang bisa mencapai Rp12 juta per bulan.

Saat ini, terdapat sekitar 150 mahasiswa yang sedang menjalani magang di Jepang dan negara lain, menunjukkan komitmen ITB STIKOM Bali untuk tidak hanya memberikan pendidikan akademik, tetapi juga mendorong kemandirian finansial dan pengalaman kerja global sejak dini.

Akreditasi Internasional

Dr. Dadang Hermawan, menyampaikan bahwa meskipun akreditasi menjadi tolok ukur penting, prestasi kampus ini sebenarnya telah diraih sejak jauh sebelum proses akreditasi dilakukan. Berbagai kejuaraan, baik tingkat nasional maupun internasional, telah diikuti dan dimenangkan, sehingga ITB STIKOM Bali kini memilih untuk tidak lagi mengikuti lomba-lomba lokal.

Saat ini, status akreditasi institusi berada pada peringkat B (Baik Sekali), begitu pula dengan dua program studi yang sudah terlebih dahulu terakreditasi. Empat program studi lainnya sedang dalam proses reakreditasi, termasuk program S2 yang baru saja meluluskan angkatan pertamanya. Menariknya, seluruh proses dilakukan melalui BAN-PT, bukan LAM, yang menurutnya lebih menantang namun memberikan pengakuan lebih tinggi.

Ke depan, Dr. Dadang menargetkan bahwa dalam 3 hingga 4 tahun ke depan, kampus ini akan mengejar akreditasi internasional.

“Kami ingin menjadi perguruan tinggi berskala internasional. Dan itu sangat memungkinkan karena semua orang di dunia ingin ke Bali, termasuk mahasiswa dan dosen dari luar negeri,” jelasnya.

Dengan akreditasi bertaraf global, STIKOM Bali berharap bisa menarik lebih banyak mahasiswa asing. Tahun 2024, ITB STIKOM Bali telah menerima sekitar 50 mahasiswa asing dari berbagai negara seperti Prancis, Thailand, Cina, Myanmar, dan terutama Timor Leste. Program seperti Bali Cross Culture Program dan Summer Course pun sedang dikembangkan untuk memperkuat daya tarik internasional kampus.

Dalam hal peringkat, ITB STIKOM Bali sudah menempati posisi nomor satu Webometrics untuk Perguruan Tinggi Swasta di wilayah LLDIKTI 8 (Bali-NTB).

STIKOM Sudah Jadi Identitas, Mulai dengan 10 Mahasiswa

Dr. Dadang Hermawan, lahir di Bandung pada 10 Agustus 1963. Menempuh pendidikan S1 di Universitas Padjadjaran (Unpad). S2 di Universitas Udayana, dan menyelesaikan studi doktoralnya (S3) di Universitas Brawijaya.

Karier profesionalnya dimulai sebagai guru di tingkat SMA, kemudian berlanjut menjadi auditor di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk wilayah Bali dan Sulawesi Tenggara pada tahun 2002. Namun, semangatnya dalam dunia pendidikan membawa langkahnya lebih jauh lagi.

Bersama tiga rekan yaitu Prof. Dr. I Made Bandem, MA, Drs. Ida Bagus Dharmadiaksa, dan Satrya Dharma, Dr. Dadang mendirikan yayasan pendidikan pada tahun 2000. Setahun setelahnya, mereka mengajukan izin operasional perguruan tinggi ke Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, dan pada tahun 2002, STIKOM Bali resmi berdiri.

Kehadiran STIKOM Bali saat itu menjadi jawaban atas kebutuhan masyarakat akan pendidikan tinggi di bidang teknologi informasi. Antusiasme yang luar biasa terlihat dari perkembangan jumlah mahasiswa sejak awal berdiri. Dimulai dari 10 mahasiswa pada tahun pertama, lalu meningkat menjadi 200 pada tahun 2003, dan terus tumbuh setiap tahunnya. Pada tahun 2007, kampus mendapatkan lahan baru di kawasan Renon, Denpasar, dan resmi pindah pada tahun 2009.

Menjadi ITB

Tahun 2019 menjadi tonggak penting saat STIKOM Bali berubah bentuk menjadi Institut, menjadi Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) STIKOM Bali. Saat ini, kampus tersebut mengelola enam program studi (termasuk satu S2, satu D3, dan empat S1), serta mengembangkan program dual degree dengan Universitas Teknologi Bandung, HELP University di Kuala Lumpur, dan DNI di Tiongkok. Dengan lebih dari 6.500 mahasiswa aktif, 250 dosen, dan sekitar 11.000 alumni yang tersebar di seluruh dunia, ITB STIKOM Bali terus berkembang pesat.

Mengenai nama STIKOM, Dr. Dadang menjelaskan bahwa meskipun secara formal dulunya merujuk pada Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi, namun di masyarakat Bali nama STIKOM sudah sangat identik dengan komputer. Nama ini telah dipatenkan sebagai merek resmi dan menjadi bagian penting dari identitas kampus. Bahkan ketika berubah bentuk menjadi Institut, nama STIKOM tetap dipertahankan sebagai brand yang kuat dan sudah melekat di benak masyarakat.

“Kami sempat berdiskusi panjang dengan Dirjen Dikti, karena mereka meminta agar nama STIKOM diganti. Tapi saya tunjukkan bahwa STIKOM Bali sudah menjadi merek yang dipatenkan dan punya nilai kuat di masyarakat,” jelasnya.

Pilihan untuk menjadi Institut, menurut Dr. Dadang, memberikan keleluasaan untuk berkembang di dua hingga tiga cabang ilmu, tanpa kehilangan arah.

”Dalam hal ini, ITB STIKOM Bali memilih untuk fokus pada teknologi dan bisnis, dua bidang yang saling bersinergi dan relevan dengan kebutuhan zaman” pungkasnya.

Tonton Video Selengkapnya

Artikel Terkait