Pada saat itu, kebijakan moratorium pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) menghalanginya untuk dapat diangkat. Hal tersebut mendorongnya mencari peluang kerja di luar Jawa, dengan Sumatera sebagai tujuan utama.
Ia memulai karier profesional di Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP) Kampus Medan dan bekerja di sana hingga tahun 2011. Setelah itu, ia bergabung dengan Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agrobisnis Perkebunan (STIP-AP) sebagai dosen.
Selain melaksanakan tugas pengajaran, ia juga dipercaya menangani berbagai unit strategis, seperti Kepala Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan, Kepala Bagian Kemahasiswaan, Kepala Penjaminan Mutu, hingga menjabat sebagai Wakil Ketua III STIP-AP.
Ketika STIP-AP bertransformasi menjadi Institut Teknologi Sawit Indonesia (ITSI), kepercayaan terhadapnya tetap berlanjut. Ia kembali diamanahkan sebagai Wakil Rektor III dan pada Oktober 2023 resmi dilantik sebagai Rektor ITSI.
Fokus Kelapa Sawit
Sebelum bertransformasi menjadi institut, lembaga ini berfokus pada berbagai komoditas perkebunan seperti karet dan kelapa sawit. Namun, seiring meningkatnya tuntutan dari industri dan para pemangku kepentingan, diputuskan bahwa institusi ini perlu memusatkan perhatian sepenuhnya pada kelapa sawit.
Saat ini, ITSI tidak lagi mengelola program yang berkaitan dengan komoditas lain, hanya fokus pada kelapa sawit sebagai merek utama. Perubahan arah ini juga berdampak langsung pada struktur dan fokus program studi yang ditawarkan.
Jika sebelumnya masih ada konsentrasi pada budidaya komoditas lain seperti karet dan kakao, kini seluruh kurikulum diarahkan secara khusus untuk mendukung pengembangan industri kelapa sawit.
Keputusan juga didasari oleh kebijakan pemerintah yang menetapkan kelapa sawit sebagai salah satu komoditas andalan nasional, serta pertumbuhan signifikan sektor kelapa sawit yang terus meningkat setiap tahunnya.
“Inilah yang melatarbelakangi kami menjadi Institut Teknologi Sawit Indonesia,” ujarnya.
Purjianto menjelaskan, bahwa ITSI dikelola oleh Yayasan Pendidikan Perkebunan Yogyakarta (YPPY), yang Ketua Dewan Pembinanya adalah Direktur Holding PT Perkebunan Nusantara (PTPN) Group.
Secara ekosistem, ITSI berada dalam lingkup PTPN Group dan telah memperoleh banyak dukungan dari perusahaan ini. Dukungan tersebut mencakup kemudahan akses untuk tempat praktikum, lokasi magang bagi mahasiswa, serta peluang kerja bagi para alumni.ITSI juga mendapatkan kemudahan dalam menghadirkan dosen dan tenaga ahli dari kalangan profesional PTPN Group.
Kuota Terbanyak Mahasiswa
Awalnya, ITSI hanya memiliki Dua program studi, yaitu Budidaya Perkebunan dan Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan. Setelah bertransformasi menjadi institut, jumlah program studi meningkat menjadi enam.
Saat ini, ITSI memiliki dua Program Studi Sarjana Terapan (D4 yaitu Budidaya Perkebunan dan Teknologiolahan Hasil Perkebunan, serta empat Program Studi Sarjana (S1), yaitu Agribisnis, Proteksi Tanaman, Teknik Kimia (Industri Hilir Sawit), dan Digitalisasi & IT Perkebunan.
ITSI memiliki sekitar 2.100 mahasiswa aktif. Selain mahasiswa reguler, terdapat juga mahasiswa penerima beasiswa dari berbagai instansi, mencakup sekitar 50% dari total mahasiswa.
Sebagian besar beasiswa berasal dari Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP), dengan sekitar 30-40% mahasiswa ITSI merupakan penerima beasiswa BPDP. Daya tampung ITSI setiap tahun mencapai sekitar 600 mahasiswa.
Pada tahun 2024, ITSI menerima 270 mahasiswa penerima beasiswa BPDP dari total pendaftar sekitar 7.937, menunjukkan tingkat seleksi yang ketat.
“Jika dirata-rata, tingkat keketatan atau rasio penerimaan beasiswa BPDP di ITSI adalah 1:29,” katanya.
Beasiswa BPDP ini tidak hanya diberikan untuk ITSI, tetapi juga untuk perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Pada tahun 2024, sebanyak 23 perguruan tinggi menerima pembiayaan denganota total .000 mahasiswa.
Untuk tahun 2025, kuota tersebut meningkat menjadi 4.000, dengan jumlah perguruan tinggi penerima bertambah menjadi sekitar 41.
“Dari komposisi itu, ITSI masih menerima jumlah beasiswa yang cukup banyak. Ada perguruan tinggi swasta lain yang hanya mendapatkan sekitar 60 kuota, sedangkan ITSI tetap menerima lebih dari 200-an,” ujarnya.
Tambah Kapasitas
Purjianto menjelaskan, untuk program beasiswa khusus BPDP, calon mahasiswa mendaftar langsung ke Direktorat Jenderal Perkebunan yang sama dengan BPDP. Proses seleksi dilakukan untuk menentukan siapa yang lolos.
Setelah seleksi selesai, ITSI menerima kuota mahasiswa yang berhasil lulus. Sementara itu, calon mahasiswa yang tidak lolos beasiswa sebagian besar masuk melalui jalur reguler.
Melihat antusiasme dan tingginya minat terhadap program beasiswa ini, ITSI berencana untuk meningkatkan kapasitas penerimaan mahasiswanya. Ke depannya, selain memperbesar kuota beasiswa, ITSI juga akan meningkatkan kapasitas penerimaan melalui jalur reguler secara bertahap agar dapat menampung lebih banyak calon mahasiswa.
Seluruh program studi yang ada di ITSI memang berfokus pada kelapa sawit. Sebagai contoh, program Budidaya Perkebunan dirancang khusus untuk mendalami budidaya kelapa sawit, mulai dari persiapan lahan, penanaman, perawatan tanaman, hingga proses panen.
Demikian juga dengan program Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan yang hanya membahas tentang pengolahan kelapa sawit, mulai dari proses pengolahan buah kelapa sawit hingga menjadi produk setengah jadi seperti Crude Palm Oil (CPO).
Dengan demikian, seluruh kurikulum dan kegiatan akademik di ITSI difokuskan pada pengembangan industri kelapa sawit. “Jadi fokusnya memang semua keit, termasuk ke downstream-nya,” jelasnya.
Penyiapan Lulusan
Setelah bertransformasi, ITSI saat ini belum memiliki lulusan dari program Sarjana (S1) karena mahasiswa paling senior baru mencapai semester 6. Namun, untuk program Diploma 4 (D4), ITSI telah berhasil meluluskan banyak alumni yang kini tersebar di berbagai sektor industri perkebunan.
Alumni ITSI dipersiapkan untuk menempati posisi awal sebagai asisten, seperti asisten kebun, asisten pengolahan hasil perkebunan, serta posisi teknis lain yang relevan.
Selain itu, ada juga alumni yang memilih jalur karir berbeda, seperti menjadi pengusaha mandiri, pelaku usaha mikro, atau bahkan memasuki sektor pemerintahan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Sebagian besar alumni tetap berkarier di perkebunan.
Meskipun tidak semua dapat diserap oleh PTPN Group karena keterbatasan kuota, banyak di antaranya justru diterima oleh perusahaan-perusahaan besar, baik nasional maupun multinasional.
“Bisa kami gambarkan, rata-rata sekitar 60-65% mahasiswa sudah dire oleh perusahaan sebelum wisuda,” tambahnya
Ingin Ikut Kelola Kebun Untuk Tambah Income
Dari segi finansial, sampai saat ini ITSI tidak mengalami masalah berarti. Bahkan ketika ada kendala teknis, misalnya pencairan living cost yang belum cair, ITSI masih mampu menalangi kebutuhan tersebut sementara waktu.
Ke depannya, ITSI berencana menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, baik PTPN Group maupun perusahaan swasta lainnya. Salah satu rencana tersebut adalah mengelola suatu afdeling kebun dalam bentuk kerja sama operasional.
Kerja sama ini diharapkan tidak hanya memberikan keuntungan finansial bagi ITSI, tetapi juga manfaat lebih, seperti menjadikan kebun sebagai pilot project untuk mengaplikasikan hasil riset para dosen.
Dengan langkah-langkah ini, Purjianto berharap dapat meningkatkan pendanaan sekaligus memperkuat kualitas riset dan pengembangan yang mendukung misi institusi ke depan.
“Ini masih menjadi bahan pemikiran saya. Dengan demikian, secara otomatis juga akan mendukung pendanaan ITSI di masa depan,” ujarnya.
Dalam pengembangan akademik, ITSI mengamakan kesesuaian kompetensi dosen dengan program studi masing-masing. Tim dosen juga diperku kehadiran para praktisi dari perkebunan PTPN Group, perusahaan swasta, Riset Perkebunan Nusantara (RPN), yang menjadi salah satu kekuatan utama ITSI.
Pengembangan dosen terus dilakukan dengan mendorong mereka menempuh program doktoral (S3). ini, tujuh dosen sedang menjalani studi S3, dan ke depannya diharapkan jumlah dosen yang dibiayai untuk studi doktoral dapat bertambah, sehingga dalam kurun waktu 3-4 tahun, sekitar 70% dosen ITSI sudah bergelar doktor.
ITSI juga menyelenggarakan program magang bersertifikat bekerja sama dengan berbagai perusahaan. Mahasiswa menjalani program magang selama enam bulan, dan pengalaman tersebut dikonversi menjadi nilai mata kuliah selama satu semester.
Pembinaan mahasiswa dilakukan secara intensif, terutama di bidang penelitian, melalui bimbingan dan coaching klinik. “Harapannya, semakin banyak mahasiswa yang mampu berkontribusi dalam karya tulis ilmiah,” katanya.
Purjianto menjelaskan, Meskipun banyak perguruan tinggi swasta saat ini menghadapi tren penurunan jumlah mahasiswa, ITSI tetap bertahan dan berhasil mencapai target penerimaan mahasiswa, baik dari segi kuantitas maupun di setiap program studi. Namun, tantangan ke depan tetap perlu diantisipasi.
“Gejala ini muncul akibat beberapa kebijakan PTN yang menyediakan berbagai skema penerimaan, sehingga berdampak pada perguruan tinggi swasta,” tambahnya.
Berskala Global
Purjianto, Rektor ITSI, memiliki target agar ITSI ke depan menjadi universitas khusus kelapa sawit yang mungkin akan dinamakan Universitas Sawit. Ini merupakan visi jangka menengahnya.
Untuk jangka pendek, saat ini ITSI sedang mengurus pembukaan program studi pascasarjana Sosial Ekonomi Pertanian.
“Program ini telah diajukan ke Dikti dan saat ini masih dalam proses verifikasi dokumen, dengan har dapat mulai dibuka pada tahun 2025,” katanya.
Selain itu, ia memiliki rencana strategis untuk meningkatkan statusreditasi ITSI, tidak hanya pada tingkat institusi secara keseluruhan, tetapi juga secara spesifik pada masing-masing program studi.
Upaya ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan reputasi ITSI di tingkat nasional maupun internasional. Ia juga terus berupaya memperluas jejaring dengan dunia industri, khususnya perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor hilir.
Saat ini, ITSI telah menjalin banyak kerja sama dengan industri hulu, namun kemitraan di sektor hilir masih terus dikembangkan lulusan, khususnya dari program Teknik Kimia, lebih mudah terserap di dunia kerja. Pada akhirnya, ITSI akan menjadi perguruan tinggi berskala global dengan keunggulan di bidang kelapa sawit.
Saat ini, ITSI masih menjadi satu-satunya perguruan tinggi yang secara khusus fokus pada kelapa sawit, baik di dalam maupun luar negeri, karena di luar negeri institusi sejenis umumnya masih berada di bawah departemen lain.
Komoditas Strategis
Presiden Prabowo memandang kelapa sawit sebagai komoditas strategis untuk masa depan. Pemer saat ini sangat gencar mendorong hilirisasi sawit.
Dalam hal ini, ITSI memiliki peran penting dalam mempersiapkan alumninya agar mampu memenuhi kebutuhan sumber daya manusia, khususnya di bidang hilir atau industri turunan kelapa sawit.
ITSI memiliki program studi Teknik Kimia dengan fokus pada Industri Hilir Sawit yang dirancang untuk menghasilkan lulusan dengan kemampuan dalam pengelolaan industri turunannya. Program ini bertujuan untuk mempersiapkan alumni yang kompeten dalam mengelola produk-produk downstream.
Langkah ini sejalan dengan pernyataan Presiden bahwa sawit memiliki peran strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu, pengembangan sumber daya manusia di sektor ini menjadi sangat krusial dan ITSI siap mengambil peran tersebut sebagai pusat pendidikan dan ris unggulan.
Untuk memperkuat peran ini, ITSI telah menjalin kerja sama dengan beberapa perusahaan besar di industri hilir sawit seperti PT Unilever dan PT Musi. Melalui kerja sama ini, ITSI juga melakukan review kurikulum agar materi yang diajarkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan industri.
“Dengan, konsep link and match antara perguruan tinggi dan dunia industri dapat benar-benar diwujudkan,” tambahnya.