Prof. Dr. Thomas Suyatno - Ketua Umum ABP PTSI

Prof. Dr. Thomas Suyatno – Penurunan Jumlah Mahasiswa Isu Paling Krusial bagi PTS

Share

Sebagai salah satu penginisiasi yang telah membersamai ABP PTSI sejak 10 Desember 2003, Prof. Dr.Thomas Suyatno merasakan lebih banyak hal baik daripada buruknya. Menurutnya, keharmonisan internal dan eksternal menjadi kunci keberlangsungan organisasi ini.

Hubungan yang harmonis dan pembagian tugas yang merata di antara pengurus, mulai dari Wakil Ketua Umum, Sekretaris Jenderal, Bendahara Umum, hingga para Ketua Bidang, serta sinergi yang kuat antara pengurus pusat dan 38 wilayah, menjadi fondasi yang solid untuk menjalankan organisasi.

Selain itu, strategi penggunaan dana yang tepat telah membuahkan hasil yang positif, terbukti dengan ABP PTSI yang kini memiliki kantor sendiri di kawasan segitiga emas Jakarta, yaitu Menara Kuningan. Dukungan finansial dari yayasan-yayasan besar juga memungkinkan operasional dan program berjalan secara optimal.

Di tengah dinamika pendidikan tinggi di Indonesia, PTS menghadapi tekanan yang semakin kompleks. Thomas Suyatno mengungkapkan bahwa penurunan jumlah mahasiswa menjadi isu paling krusial,

disebabkan oleh persaingan yang tidak seimbang dengan perguruan tinggi negeri (PTN), termasuk Universitas Terbuka (UT) yang kini berstatus PTN Badan Hukum (PTN-BH).

Perubahan tren minat calon mahasiswa yang semakin condong ke PTN, ditambah dengan keterbatasan finansial orang tua pasca pandemi COVID-19, semakin menyulitkan PTS dalam menarik peserta didik baru.

Selain itu, ancaman pencabutan izin pendirian juga menghantui sejumlah PTS yang gagal memenuhi syarat akreditasi, terkendala dana, dan kurangnya dukungan dari pemerintah.

Keterbatasan pendanaan menjadi persoalan utama karena mempengaruhi pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang berakibat pada rendahnya honorarium dosen dan terhambatnya kegiatan riset.

Krisis ini diperparah dengan status kepegawaian yang tak pasti, khususnya berkaitan dengan BPJS ketenagakerjaan dan jaminan hari tua.

Kualitas SDM
Menurut Prof. Thomas, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang belum merata menimbulkan kekhawatiran bahwa sebagian lulusan PTS kurang relevan dengan kebutuhan dunia kerja.

Hal ini menjadi sinyal kuat bagi PTS untuk meningkatkan kolaborasi dengan industri dan memperbarui kurikulum agar lebih adaptif dan berbasis kompetensi. Namun, salah satu hambatan utama sering kali berasal dari dalam institusi sendiri.

Konflik internal yang berkepanjangan antara organ yayasan (pembina, pengurus, dan pengawas), serta gesekan antara pengurus yayasan, pimpinan PTS, dan senat kampus menjadi kendala struktural yang sulit diatasi.

Bahkan, dalam berbagai kasus yang berakhir di meja hijau, Thomas Suyatno sering ditunjuk sebagai Saksi Ahli. “Masih banyak PTS yang tidak sehat secara internal,” ujarnya.

Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABP PTSI) saat ini menaungi 1.061 yayasan, banyak di antaranya mengelola lebih dari satu institusi.

Namun sayangnya, kondisi keuangan mayoritas yayasan ini tergolong rapuh, terutama bagi PTS dengan jumlah mahasiswa kurang dari 1.000.

Padahal, agar dianggap “sehat,” sebuah PTS idealnya memiliki setidaknya 2.000 mahasiswa serta dukungan dana yang stabil dari yayasannya, terutama untuk pengembangan fasilitas pendidikan.

Masalah tidak hanya terletak pada jumlah mahasiswa dan kesehatan finansial, tetapi juga pada kualitas manajemen institusi itu sendiri. Lemahnya tata kelola, rendahnya idealisme, serta kurangnya komitmen dan integritas dari sebagian organ yayasan maupun pimpinan PTS memperburuk situasi.

“Banyak organ yayasan dan pimpinan PTS perlu meningkatkan idealismenya, terutama dalam hal tata kelola keuangan, hubungan antara badan penyelenggara PTS dan pimpinan PTS, serta komitmen dan integritasnya,” katanya.

Membantu yang Sakit
ABP PTSI mengambil langkah strategis untuk membantu menyehatkan anggotanya yang sedang menghadapi kesulitan. Langkah-langkah tersebut meliputi mendorong pemerintah dan DPR RI,

khususnya Komisi X yang membidangi Pendidikan, Olahraga, Sains, dan Teknologi, untuk membuat regulasi yang adil antara PTN dan PTS.

Di sisi lain, PTS juga didorong untuk meningkatkan kualitas pendidikan, melengkapi fasilitas praktikum, serta memperkuat strategi pemasaran guna menarik lebih banyak calon mahasiswa.

Selain itu, PTS didorong untuk membangun jaringan kerja sama dengan pemerintah, lembaga legislatif, kementerian/lembaga, dunia usaha, industri, dan pemangku kepentingan lainnya.

Efisiensi anggaran juga perlu dilakukan melalui penghematan total dan penjualan aset yang tidak berkaitan langsung dengan pelaksanaan Tridharma.

Hal penting lainnya adalah menghindari konflik internal antara yayasan/badan pengurus dan pimpinan PTS, karena konflik semacam ini sering menjadi penghambat utama perkembangan institusi.

Dalam akreditasi, ABP PTSI bersama APTISI aktif mendorong anggotanya untuk mengejar akreditasi tidak hanya di tingkat nasional tetapi juga internasional.

Upaya ini dilakukan melalui pendampingan langsung oleh pengurus kepada anggota yang membutuhkan bantuan dalam percepatan akreditasi program studi dan/atau institusi (AIPT). “Pengurus ABP PTSI selalu siap mendampingi,” ujarnya.

Transformasi PTS
Thomas Suyatno menjelaskan berbagai strategi yang terus dikembangkan untuk memperkuat PTS. Prioritas utamanya adalah peningkatan kualitas akademik, mencakup akselerasi akreditasi, pengembangan kurikulum, penguatan penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan peningkatan kualitas dosen. Ia juga menyoroti pentingnya relevansi dengan kebutuhan industri melalui kerja sama dengan dunia usaha dan industri (DUDI), pengembangan soft skill, hingga melibatkan alumni sebagai mitra strategis. Pendidikan kewirausahaan menjadi kunci dalam membentuk lulusan yang tidak hanya mencari pekerjaan, tetapi juga mampu menciptakan peluang.

 

Selain itu, pengembangan infrastruktur kampus, layanan mahasiswa dan alumni, pengelolaan keuangan, serta peningkatan branding juga dilakukan untuk membangun institusi yang tangguh dan adaptif. Pemanfaatan teknologi canggih seperti sistem informasi, pembelajaran daring, dan kecerdasan buatan (AI) menjadi langkah penting untuk memastikan PTS tidak tertinggal dalam era digitalisasi.

 

Strategi lainnya melibatkan penguatan SDM dan tata kelola institusi. Selain dosen, peningkatan kualitas tenaga kependidikan, perekrutan tenaga ahli, manajemen kinerja, serta tata kelola berbasis transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi menjadi bagian dari transformasi. Kolaborasi juga menjadi strategi utama melalui kerja sama dengan kampus dalam dan luar negeri serta pelibatan masyarakat dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi.

 

Sejak 2012, pemerintah mendorong kebijakan merger dan akuisisi PTS untuk meningkatkan mutu dan kesehatan pendidikan tinggi. Namun, Thomas Suyatno menilai pelaksanaannya menghadapi banyak kendala struktural yang membuat prosesnya berjalan lambat, meskipun ada beberapa institusi yang berhasil melakukannya.

Sementara itu, dalam tiga tahun terakhir, Pendirian PTS baru mengalami penurunan karena persyaratan yang semakin ketat dan tingginya biaya pendirian.

Masalah utama meliputi pengadaan dosen tetap untuk setiap program studi, penyediaan sarana prasarana, serta dana operasional untuk pelaksanaan Tri Dharma yang sulit terpenuhi secara cepat. Namun, tantangan terbesar tetap berasal dari ketimpangan kebijakan di dunia pendidikan tinggi.

Meski perhatian Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) terhadap PTS meningkat, diskriminasi antara PTN dan PTS, terutama dalam bantuan dan penerimaan mahasiswa baru, masih terjadi. Persaingan semakin tidak adil dengan pelanggaran aturan penerimaan oleh PTN, khususnya PTN-BH.

“Batas akhir penerimaan mahasiswa baru PTN ditetapkan pada 31 Juli. Namun kenyataannya, banyak PTN melanggar, terutama UT yang sudah menjadi PTN-BH setara dengan UI, ITB, IPB, UGM, Unair, dan lainnya,” ungkapnya.

Thomas Suyatno mengapresiasi kebijakan pembatasan penerimaan mahasiswa baru PTN hingga 31 Juli yang dikeluarkan Mendiktisaintek, tetapi pelaksanaannya di lapangan masih memerlukan pengawasan dan pemberlakuan sanksi tegas bagi institusi yang melanggar.

Pemerataan Dana Pendidikan Bangun Ekosistem yang Adil

Sebagai Ketua Umum ABP-PTSI, Thomas Suyatno menyampaikan sejumlah harapan dan seruan kepada pemerintah, DPR RI, dan kementerian/lembaga terkait. Ia mendesak pemerintah menunjukkan komitmen nyata terhadap pemberdayaan masyarakat miskin melalui prioritas program pendidikan dan kontrol yang ketat terhadap anggaran pendidikan, agar tersalurkan secara merata dan tepat guna.

Hal ini memerlukan pengalokasian dana pendidikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sesuai amanat UUD 1945.

Sayangnya, selama ini porsi untuk PTS masih sangat terbatas. Subsidi dana operasional seharusnya diberikan kepada PTS berdasarkan kualifikasinya, sebagaimana berlaku pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Selain itu, biaya akreditasi Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) juga menjadi beban tersendiri bagi PTS, sehingga diperlukan regulasi untuk meringankan biaya tersebut.

Dana riset juga perlu ditingkatkan untuk mendorong produktivitas peneliti, dan program beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) serta Beasiswa Indonesia Bangkit (BIB) harus disalurkan secara tepat sasaran.

Thomas Suyatno juga menyoroti pentingnya mempermudah dan menambah kuota sertifikasi dosen (serdos), beasiswa dosen, serta menyesuaikan Kartu Indonesia. Pintar (KIP) Kuliah yang nilainya disesuaikan dengan Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) masing-masing perguruan tinggi.

Pemerintah diminta memberikan alokasi dana KIP yang adil dan proporsional antara PTN dan PTS, dengan perhatian khusus pada wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) dan Indonesia Timur.

Selain itu, program KIP dari pemerintah daerah (Pemda) perlu disosialisasikan kepada PTS untuk mendukung capaian Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi nasional.

“Seperti beasiswa GASPOL dari Pemda Kalimantan Timur bisa dijadikan benchmark untuk daerah lain,” katanya.

Ekosistem yang Adil
Thomas Suyatno meminta pemerintah dan lembaga tinggi negara lebih melibatkan para pemangku kepentingan dalam merancang kebijakan untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang kolaboratif, inklusif, dan nondiskriminatif.

Ia juga menegaskan bahwa pendirian perguruan tinggi luar negeri (PTLN) wajib dilakukan melalui kerja sama dengan universitas dalam negeri agar transfer knowledge dan knowledge sharing tercapai.

Penting untuk melakukan evaluasi terhadap proses penerimaan mahasiswa baru oleh PTN dan UT, karena persaingan harus dijaga tetap sehat demi kualitas lulusan dan keberlangsungan PTS.

ABP-PTSI mendorong agar PTN lebih berfokus pada high impact research, hilirisasi hasil penelitian, dan pengembangan program pascasarjana sebagai langkah menuju World Class University, alih-alih memperbanyak kuota mahasiswa S1.

Dalam pelaksanaan pembinaan perguruan tinggi, ABP-PTSI mengusulkan pendekatan berbasis wilayah yang dibagi menjadi 3 kawasan, yaitu Barat (Sumatera, Jawa, Bali), Tengah (Kalimantan, Sulawesi), dan Timur (Papua, Nusa Tenggara, Maluku).

Strategi dan kebijakan sebaiknya disusun dan dilaksanakan berdasarkan kebutuhan dan aspirasi dari bawah (bottom-up), bukan semata-mata perintah dari atas (top-down), agar sesuai dengan kapasitas daerah, dengan mempertimbangkan kemampuan SDM, sarana prasarana, anggaran, dan daya beli masyarakat.

“Mengingat adanya kesenjangan dan ketimpangan antara Wilayah Indonesia Bagian Barat, Tengah dan Timur sebaiknya dilakukan pembinaan sesuai kapasitas,” jelas Thomas Suyatno.

Jaminan Akademisi
Sebagai bentuk penghargaan atas jasa dan pengabdian dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, ABP PTSI mendorong pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) secara penuh bagi guru, dosen, dan tenaga kependidikan aktif maupun pensiunan.

PBB dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) juga perlu dihapuskan bagi lahan dan bangunan yang dimanfaatkan untuk kegiatan pendidikan.

Terkait masalah pengangkatan dosen kontrak, Thomas Suyatno berharap pemerintah menghentikan pengangkatan dosen tetap yayasan atau dosen kontrak PTS menjadi dosen kontrak PTN melalui program Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Hal ini dianggap merugikan institusi yang telah membiayai dan membina mereka. “Mereka sudah dibiayai dan terikat kontrak dengan PTS,” ujarnya.

Dalam penjaminan mutu pendidikan, ABP-PTSI menolak putusan Mahkamah Agung (MA) terkait penyelenggaraan Uji Kompetensi Nasional untuk perguruan tinggi kesehatan, dan mendorong pengembalian kewenangan ke perguruan tinggi masing-masing.

Asosiasi juga mengusulkan akselerasi dan penyederhanaan pengurusan program profesorship, serta mempertahankan ketentuan usia maksimal profesor aktif hingga 79 tahun.

Sebab, keberadaan guru besar yang masih produktif dapat diperhitungkan sebagai rasio dosen dalam pemeringkatan, akreditasi, dan penilaian kinerja perguruan tinggi lainnya.

ABP PTSI Jadi Fasilitator Kolaborasi PTS – PTN

Thomas Suyatno menekankan pengelolaan yang baik dan benar (good governance) sebagai fondasi utama penyelenggaraan layanan pendidikan tinggi. Dalam praktiknya, ABP-PTSI memosisikan diri sebagai pendamping aktif yang mendukung dan memfasilitasi badan penyelenggara PTS, juga mengupayakan penguatan komunikasi, kerja sama, serta pengembangan kemampuan anggota agar mampu bertahan dalam persaingan global.

Masyarakat juga diberdayakan untuk ikut serta dalam meningkatkan kualitas pendidikan tinggi. Selain itu, ABP-PTSI berupaya mengembangkan dan memperkuat kerja sama lintas institusi, baik dengan pemerintah, lembaga negara, maupun organisasi pendidikan serupa di dalam dan luar negeri.

Beberapa PTS di Indonesia telah berhasil mencapai status Akreditasi Unggul, baik dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) maupun lembaga akreditasi internasional.

Hal ini menunjukkan bahwa dengan manajemen yang baik, visi strategis yang jelas, dan dukungan penuh dari yayasan, PTS mampu bersaing setara dengan PTN bahkan Perguruan Tinggi Luar Negeri (PTLN).

Namun, pencapaian ini belum merata. Masih banyak PTS potensial yang belum memiliki akses ke pengetahuan terkini, strategi, dan praktik terbaik yang terbukti sukses.

Di sinilah ABP-PTSI berperan sebagai fasilitator pertukaran pengalaman, mendorong kolaborasi lintas institusi, dan membangun ekosistem pembelajaran yang sehat antara PTS maupun antara PTS dan PTN.

Jejak Karier
Karier Thomas Suyatno dimulai di Departemen Perindustrian Republik Indonesia (1959–1966), yang menjadi awal pengabdiannya di bidang industri.

Ia kemudian merambah dunia perbankan sebagai Direktur Utama Bank Duta (1966–1971), Komisaris Utama Natin Bank (1968–1991), dan Presiden Komisaris Bank Asia Pacific (1991–1999).

Dedikasinya di dunia pendidikan terlihat dari perannya sebagai dosen dan pimpinan di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas (1974–1995), Rektor Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya (1995–1999), serta dosen di beberapa perguruan tinggi negeri sejak 2002 hingga kini.

Ia juga aktif di berbagai yayasan pendidikan, seperti Yayasan Pendidikan Tinggi Tarakanita dan Yayasan Bhumiksara.

Di dunia politik, Thomas Suyatno menjabat sebagai anggota MPR RI hampir dua dekade (1982–1999) dan DPR-RI (1992–1999). Ia juga berkiprah di organisasi masyarakat dan partai, seperti GSNI cabang Klaten, SOKSI, Partai Golkar, dan Partai Nasdem, dengan berbagai posisi strategis.

Dalam olahraga, ia pernah menjadi Ketua PP PTMSI, PB Taekwondo Indonesia, dan Perbasasi, yang menunjukkan dedikasinya di bidang keolahragaan.

Artikel Terkait