Visi Nurdin tidak hanya terbatas di dalam negeri. Globalisasi, menurutnya, adalah keniscayaan yang tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, ia mendorong internasionalisasi kampus melalui kerja sama dengan universitas luar negeri,
menghadirkan mahasiswa asing dari Cina, Palestina, Thailand, Filipina, hingga Rwanda, serta mengaktifkan dosen-dosen dalam forum akademik internasional. Dengan langkah ini, UM Kendari percaya diri tampil sebagai perguruan tinggi daerah yang berani bersaing di tingkat dunia.
Namun, Nurdin tetap memegang teguh pijakan lokal. Ia selalu menekankan bahwa kampus harus tumbuh dari akar tempatnya berdiri. Karena itu, riset dan pengembangan di UM Kendari difokuskan pada isu-isu strategis Sulawesi Tenggara seperti sumber daya alam, kelautan, dan pedesaan.
Perkembangan akademik pun semakin nyata dengan hampir dua kali lipat jumlah program studi dibanding awal masa jabatannya sebagai rektor. Bahkan, UM Kendari kini tengah mempersiapkan pembukaan Fakultas Kedokteran,
sebuah pencapaian yang dulu dianggap mustahil untuk perguruan tinggi swasta di daerah. Dengan jejaring luas Nurdin sebagai akademisi yang pernah berkiprah di Dewan Pendidikan Tinggi dan terbiasa berinteraksi dengan kementerian serta DPR,
UM Kendari diarahkan menjadi pusat pengetahuan yang relevan secara lokal, kuat secara nasional, dan terbuka secara global.
Riwayat Pendidikan
Perjalanan intelektual Nurdin dimulai sejak kuliah dengan menempuh pendidikan sarjana di bidang Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Hasanuddin.
Di kampus besar di timur Indonesia ini, ia tidak hanya dibekali teori, tetapi juga pengalaman praktik ilmiah yang menjadi dasar keilmuannya. Ketertarikannya pada penelitian kimia mendorongnya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.
Setelah menyelesaikan studi S1, Nurdin melanjutkan program magister di bidang Kimia di University of Tasmania, Australia. Pengalaman ini memperluas wawasannya dan membuka jejaring akademik internasional.
Ia kemudian menempuh program doktor di Universitas Indonesia, dengan mengikuti program sandwich di Tokyo Institute of Technology, Jepang, yang memberinya kesempatan melakukan riset tingkat lanjut berstandar internasional.
Kombinasi pendidikan nasional dan internasional ini menjadikan Nurdin seorang akademisi yang matang secara keilmuan dan terbuka terhadap dinamika global.
Sejak 1994, ia mengabdikan diri sebagai dosen di Universitas Halu Oleo, Kendari, hingga akhirnya dipercaya memimpin Universitas Muhammadiyah Kendari untuk periode 2023–2027.
Perjalanan Karier
Perjalanan karier Muhammad Nurdin tidak lepas dari semangatnya merantau dan menimba pengalaman sejak muda. Pada 1985, ia memulai kariernya di IPTN (dulu Nurtanio) melalui program magang enam bulan.
Namun, karena banyak teknisi dikirim ke luar negeri oleh B.J. Habibie, Nurdin mendapat kesempatan lebih lama menangani pekerjaan yang ditinggalkan. Dari situ, ia mulai mengenal dunia industri dan menikmati pengalaman nyata di laboratorium analisis kimia.
Ia juga sempat direkrut oleh gurunya untuk membantu mendirikan laboratorium di pabrik pakan ternak bernama Bukaka Agro. Saat itu, keinginannya untuk kuliah semakin kuat, meskipun keluarganya menyarankan perguruan tinggi swasta.
Nurdin tetap bertekad masuk Universitas Hasanuddin (Unhas) dan menjalani kuliah sambil bekerja, pagi di kampus dan malam di pabrik.
Walau berat, ia tetap disiplin menjalani kerja dan kuliah, tanpa mengabaikan dunia akademik. Bahkan sebelum lulus S1, ia sudah mendapat tawaran dari Indofood yang membuka cabang di Makassar.
Setelah pelatihan di Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) selama tujuh bulan, ia bersama tim membangun pabrik baru di Makassar. Namun, ia harus menyelesaikan skripsinya agar tidak kehilangan gelar sarjana.
Setelah lulus, ia melamar ke perusahaan besar lain dan akhirnya diterima di Tempo Scan Pacific di Jakarta. Di sana, ia bekerja di bidang farmasi, terlibat dalam produksi obat-obatan populer seperti Bodrex dan Hemaviton hingga awal 1990-an.
Ingin Jadi Dosen
Di tengah kesibukannya di industri, Nurdin memiliki cita-cita lain: menjadi dosen. Sejak 1993, ia mulai mencari peluang untuk kembali ke dunia akademik. Beberapa perguruan tinggi di Makassar belum membuka formasi, sampai akhirnya ia menemukan kesempatan di Universitas Halu Oleo (UHO), Kendari.
Setelah melalui seleksi, ia resmi menjadi dosen pada 1994. Dari sini, karier akademiknya mulai berkembang. Tak lama kemudian, ia meraih beasiswa untuk melanjutkan studi S2 di University of Tasmania, Australia (1996–1998).
Usai kembali ke UHO, ia aktif mengembangkan diri, termasuk mengikuti berbagai pelatihan, salah satunya sertifikasi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) hingga tingkat A, B, dan C.
Pada 2004, Nurdin melanjutkan pendidikan doktor di Universitas Indonesia lewat program sandwich dengan Tokyo Institute of Technology, Jepang. Di Tokyo, ia menjalani riset intensif, bahkan rela tinggal di laboratorium berhari-hari demi menyelesaikan penelitiannya.
Ketekunannya terbayar dengan gelar doktor di bidang kimia. Sambil kuliah, Nurdin juga aktif di berbagai proyek AMDAL di Jakarta dan dipercaya sebagai manajer proyek di perusahaan bonafide yang menangani kajian lingkungan berskala internasional.
Ia juga berkontribusi di dunia pendidikan tinggi nasional, pernah menjabat sebagai Kepala Sekretariat Dewan Pendidikan Tinggi (2009–2013) dan terlibat dalam penyusunan Undang-Undang Pendidikan Tinggi Nomor 12 Tahun 2012.
Setelah kembali dari pusat, Nurdin terus mengabdi sebagai dosen, peneliti, dan akademisi yang aktif membangun jaringan. Ia juga sempat memimpin Institut Teknologi dan Kesehatan Avicenna sebelum akhirnya dilantik sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Kendari pada Februari 2023.
Jaringan dan Pengalaman
Prof. Muhammad Nurdin menyatakan bahwa jaringan yang dibangunnya selama ini sangat membantu dalam memimpin perguruan tinggi. Salah satu pengalaman paling berharga yang ia kenang adalah saat dipercaya menjadi bagian dari Dewan Pendidikan Tinggi.
Di sana, ia banyak berinteraksi dengan profesor senior yang kaya pengalaman. Karena usianya yang relatif muda, Nurdin sering didorong menjadi penghubung dalam komunikasi lintas lembaga.
Ia pernah diminta menjalin komunikasi langsung dengan DPR RI maupun kementerian lain saat proses penyusunan Undang-Undang Pendidikan Tinggi. Pengalaman ini melatihnya memahami dinamika birokrasi sekaligus mengasah keterampilan diplomasi dan negosiasi.
Menurut Nurdin, pengalaman ini sangat berguna ketika ia dipercaya menjadi Rektor Universitas Muhammadiyah Kendari. Ia memanfaatkan jejaring lama untuk memperkuat posisi UMK di tingkat nasional sekaligus mengadaptasi pola kerja yang berhasil diterapkan di lembaga besar.
Bagi Nurdin, menjadi rektor bukan hanya soal administrasi atau manajemen akademik, tetapi juga bagaimana menjadikan universitas sebagai lembaga yang adaptif, responsif, dan memiliki reputasi luas.
Ia yakin bahwa setiap jejaring, kerja sama, dan pengalaman masa lalu adalah modal yang tak ternilai. “Semua itu, alhamdulillah, bisa kita tarik manfaatnya sekarang,” tuturnya.














