Sayangnya di tanah kelahirannya, saat kondisi perekonomian tak stabil di tahun 1999, tak banyak industri yang membutuhkan karyawan dengan skill programmer.
Bersama beberapa kawannya, Made Artana akhirnya mendirikan perusahaan sendiri yang bergerak di bidang teknologi, yakni PT Bali Socket Inform. Dari satu perusahaan, ia melebarkan sayap dengan mendirikan beberapa perusahaan lain yang bergerak di bidang internet service provider dan consulting.
Made Artana memasuki dunia kampus, pada tahun 2009 saat berkesempatan mengambil alih Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) Alpa Prima yang dulunya dibangun grup Primagama di Bali. Sejak saat itu terus menekuni dunia pendidikan.
“Saya suka melihat orang berproses, suka melihat orang bertumbuh, suka melihat anak-anak itu berjuang gitu ya. Nah di Alpa Prima inilah kemudian sayamenemukan kembali ruma,” katanya.
Menjadi Cahaya
Cita-cita Made Artana adalah memiliki universitas. Karena itu setelah membuka LPK, pada tahun 2013, ia mendirikan Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer (STIMIK) Primakara, sebelum bertransformasi menjadi universitas pada tahun 2023. Konsentrasi kampusnya adalah komputer dan Informasi Teknologi (IT).
“Ke depan, mau tidak mau kita tidak bisa lepas dari kemajuan IT, maka penyiapan SDM di bidang IT kita anggap paling tepat,” katanya.
Primakara sendiri berasal dari kata prima yang artinya gemilang, dan kara yang berarti cahaya. Nama itu secara filosofis mengandung makna bahwa pendidikan adalah cahaya kehidupan yang gemilang.
Primakara University merupakan penggabungan dari Akademi Akuntansi yang hanya memiliki program studi D3 Akuntansi, ditambah empat program studi baru, yakni manajemen, akuntansi, bisnis digital, dan Desain Komunikasi Visual. Dua prodi ini berada di bawah Fakultas IT dan Desain, serta Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Keunggulan
Di Bali sudah ada banyak kampus di bidang IT. Karena itu juga harus memiliki warna tersendiri. Warna atau keunggulan itu kemudian disebutkan Made sebagai konsep technopreneurship, atau entrepreneurship berbasis teknologi. Primakara adalah kampus startup yang berbasis teknologi. Kemudian keunggulan pada human skill, dan digital skill.
Keunggulan digital skill berfokus pada menanamkan digital mindset.Orang-orang start-up mempunyai mindset yang berbeda daripada generasi sebelumnya. Keunggulan itu antara lain, sangat agile, sangat kolaboratif, dan embrassing diversity. Selama tiga tahun, ketiga hal ditanamkan kepada anak-anak.
“Berikutnya baru belajar tools-tools, harus menggunakan mind mapping dan desain thinking untuk menelorkan inovasi-inovasi baru,” tambahnya.
Menyerap Mindset
Kalau melihat universitas yang besar, sebutlah UI dan Udayana, atau Harvard maupun Stanford, Made Artana percaya bahwa pendidikan itu tidak hanya terjadi di dalam kelas. Tetapi juga pada standarisasi dan kompetensi yang dimiliki kampus-kampus tersebut yang akan membentuk para mahasiswanya.
Mahasiswa akan menyerap mindset dan perilaku yang ada di lingkungan kampusnya. Mahasiswa Harvard akan memiliki konfidensi yang sama dengan orang-orang Harvard lainnya. Begitu pula di Primakara, mahasiswa dan dosen harus mampu menyerap mindset, values, dan konfidensi yang dibangun bersama Primakara.
Saat ini pada masa pendaftaran, baru sekitar 300-400 calon mahasiswa baru mendaftarkan diri. Harapannya ke depan bisa mencapai angka 500 di tahun ini. Walaupun kenaikan ini belum seperti yang diharapkan, tetapi Made berharap kampusnya selalu sehat.
“Ketika pandemi pun kita enggak mengalami penurunan. Hanya stagnasi jumlah mahasiswa baru selama 3 tahun.”
Ciptakan Squad
Saat ini Primakara memiliki 116 dosen yang mengambil S3 baik dengan beasiswa pemerintah maupun luar negeri. Pilihan studi ke luar negeri diambil agar para dosen memiliki horizon, cara pandang, dan konfidensi yang tinggi. Dari jumlah tersebut 70 dosen merupakan dosen muda yang sengaja direkrut dan dipersiapkan untuk menjadi squad yang kompak.
Terkait sustainability, perguruan tinggi tak ubahnya sebuah perusahaan. Dibutuhkan pengelolaan dan manajemen yang kuat. Untuk itu Primakara membentuk divisi komersialisasi yang bertugas mencari sumber-sumber pendapatan yang lain. Seperti, pertama, dengan menyelenggarakan project, baik berupa pelatihan, penyusunan dokumen, maupun pengembangan software
Kedua, Primakara juga membangun unit-unit bisnis, seperti radio komersial, studio games, dan kantin. Meski tidak besar, tetapi seiring meningkatnya jumlah mahasiswa, kantin menjadi tambahan pendapatan yang signifikan.
“Ke depan, memang bisnis ini yang juga mau kita lebih banyak kembangkan, ” katanya.
Ekonomi Kreatif
Meskipun berbasis IT, Primakara tidak menyelenggarakan kegiatan perkuliahan full online. Secara regulasi, untuk kuliah formal memang hal itu belum dimungkinkan. Kecuali untuk pendidikan nonformal, seperti kursus dan pelatihan, pembelajaran bisa dilakukan secara online.
Tentang bisnis studio games, bermula dari masa pandemi. Bali yang menggantungkan perekonomian pada sektor pariwisata menjadi daerah terdampak yang paling buruk. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bersama Pemerintah Provinsi Bali kemudian membuat peta jalan yang disahkan Presiden untuk transformasi ekonomi Bali.
Enam sektor ekonomi yang dikembangkan saat itu di antaranya adalah sektor ekonomi kreatif dan digital. Pada saat itu Made pun melapor pada Gubernur, bahwa Primakara siap membantu sepenuhnya untuk penumbuhan ekonomi kreatif dan digital.
“Ada banyak sekali yang bisa dikembangkan terkait ekonomi kreatif dan digital ini. Nah, yang diomongin di Primakara,” ujar Made.
Lebih Menjual
Kekuatan Bali adalah pada adat dan budaya. Tinggal bagaimana kekuatan itu dibawa ke industri digital. Belajar dari Korea, konon industri games menghasilkan keuntungan finansial 10 kali lipat daripada K-pop dan drama Korea.
Di Indonesia, pemerintah sangat concern dengan industri games. Karena itu industri animasi berbasis karakter budaya lokal dan horor, seperti Leak lebih menjual dan sangat menarik untuk dikembangkan. Ini pula yang mendorong Primakara membangun bisnis perusahaan games di kampus, di mana kekayaan lokal dikawinkan dengan teknologi.
Ada beberapa model bisnis games yang dilakukan, dari mulai pembuatan games seperti halnya anak-anak sekarang membuat games yang kemudian dilempar ke pasaran; melakukan subkontrak dengan perusahaan lain yang lebih besar; dan menjual aset, seperti menjual karakter orang berbentuk Upin yang kemudian dikembangkan.
“Saat ini fokus membuat portofolio, bikin game yang cukup besar sehingga nanti bisa dipercaya oleh partner atau perusahaan game yang lebih besar,” katanya.
Potensi Besar
Pendapatan real dari industri game saat ini justru berasal dari pembuatan simulasi-simulasi yang merupakan project base dari perguruan tinggi. Seperti membantu Fakultas Kedokteran untuk membuat simulasi orang melahirkan. Pembuatan simulasi ini teknologinya sama dengan pembuatan games.
Melihat pasar yang ada, pembuatan games memiliki potensi yang sangat besar dari segi bisnis, apalagi kalau sudah bisa menembus pasar internasional. Tak sekadar mendatangkan uang, tetapi project ini juga bisa menjadi learning ecosystem bagi mahasiswa.
“Mahasiswa kita banyak sekali yang berminat untuk menjadi pengembang games. Kan kita menjadi host partner bagi penyelenggaraan-penyelenggaraan event games di Indonesia,” katanya.
Salah satu jenis event yang menjadi partner mereka adalah Indonesian Games Development Exchange (IDGX) yang diselenggarakan Kementerian Kominfo.
orang-orang Harvard lainnya. Begitu pula di Primakara, mahasiswa dan dosen harus mampu menyerap mindset, values, dan konfidensi yang dibangun bersama Primakara.
Saat ini pada masa pendaftaran, baru sekitar 300-400 calon mahasiswa baru mendaftarkan diri. Harapannya ke depan bisa mencapai angka 500 di tahun ini. Walaupun kenaikan ini belum seperti yang diharapkan, tetapi Made berharap kampusnya selalu sehat.
“Ketika pandemi pun kita enggak mengalami penurunan. Hanya stagnasi jumlah mahasiswa baru selama 3 tahun.”
Ciptakan Squad
Saat ini Primakara memiliki 116 dosen yang mengambil S3 baik dengan beasiswa pemerintah maupun luar negeri. Pilihan studi ke luar negeri diambil agar para dosen memiliki horizon, cara pandang, dan konfidensi yang tinggi. Dari jumlah tersebut 70 dosen merupakan dosen muda yang sengaja direkrut dan dipersiapkan untuk menjadi squad yang kompak.
Terkait sustainability, perguruan tinggi tak ubahnya sebuah perusahaan. Dibutuhkan pengelolaan dan manajemen yang kuat. Untuk itu Primakara membentuk divisi komersialisasi yang bertugas mencari sumber-sumber pendapatan yang lain. Seperti, pertama, dengan menyelenggarakan project, baik berupa pelatihan, penyusunan dokumen, maupun pengembangan software
Kedua, Primakara juga membangun unit-unit bisnis, seperti radio komersial, studio games, dan kantin. Meski tidak besar, tetapi seiring meningkatnya jumlah mahasiswa, kantin menjadi tambahan pendapatan yang signifikan.
“Ke depan, memang bisnis ini yang juga mau kita lebih banyak kembangkan, ” katanya.
Ekonomi Kreatif
Meskipun berbasis IT, Primakara tidak menyelenggarakan kegiatan perkuliahan full online. Secara regulasi, untuk kuliah formal memang hal itu belum dimungkinkan. Kecuali untuk pendidikan nonformal, seperti kursus dan pelatihan, pembelajaran bisa dilakukan secara online.
Tentang bisnis studio games, bermula dari masa pandemi. Bali yang menggantungkan perekonomian pada sektor pariwisata menjadi daerah terdampak yang paling buruk. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bersama Pemerintah Provinsi Bali kemudian membuat peta jalan yang disahkan Presiden untuk transformasi ekonomi Bali.
Enam sektor ekonomi yang dikembangkan saat itu di antaranya adalah sektor ekonomi kreatif dan digital. Pada saat itu Made pun melapor pada Gubernur, bahwa Primakara siap membantu sepenuhnya untuk penumbuhan ekonomi kreatif dan digital.
“Ada banyak sekali yang bisa dikembangkan terkait ekonomi kreatif dan digital ini. Nah, yang diomongin di Primakara,” ujar Made.
Lebih Menjual
Kekuatan Bali adalah pada adat dan budaya. Tinggal bagaimana kekuatan itu dibawa ke industri digital. Belajar dari Korea, konon industri games menghasilkan keuntungan finansial 10 kali lipat daripada K-pop dan drama Korea.
Di Indonesia, pemerintah sangat concern dengan industri games. Karena itu industri animasi berbasis karakter budaya lokal dan horor, seperti Leak lebih menjual dan sangat menarik untuk dikembangkan. Ini pula yang mendorong Primakara membangun bisnis perusahaan games di kampus, di mana kekayaan lokal dikawinkan dengan teknologi.
Ada beberapa model bisnis games yang dilakukan, dari mulai pembuatan games seperti halnya anak-anak sekarang membuat games yang kemudian dilempar ke pasaran; melakukan subkontrak dengan perusahaan lain yang lebih besar; dan menjual aset, seperti menjual karakter orang berbentuk Upin yang kemudian dikembangkan.
“Saat ini fokus membuat portofolio, bikin game yang cukup besar sehingga nanti bisa dipercaya oleh partner atau perusahaan game yang lebih besar,” katanya.
Potensi Besar
Pendapatan real dari industri game saat ini justru berasal dari pembuatan simulasi-simulasi yang merupakan project base dari perguruan tinggi. Seperti membantu Fakultas Kedokteran untuk membuat simulasi orang melahirkan. Pembuatan simulasi ini teknologinya sama dengan pembuatan games.
Melihat pasar yang ada, pembuatan games memiliki potensi yang sangat besar dari segi bisnis, apalagi kalau sudah bisa menembus pasar internasional. Tak sekadar mendatangkan uang, tetapi project ini juga bisa menjadi learning ecosystem bagi mahasiswa.
“Mahasiswa kita banyak sekali yang berminat untuk menjadi pengembang games. Kan kita menjadi host partner bagi penyelenggaraan-penyelenggaraan event games di Indonesia,” katanya.
Salah satu jenis event yang menjadi partner mereka adalah Indonesian Games Development Exchange (IDGX) yang diselenggarakan Kementerian Kominfo.