Dr. Purwanto, SH., M.Hum., FCB.Arb., FIIArb., CIM.- Rektor Universitas Panca Bhakti (UPB)

Dorong Akademisi Membumi Hadirkan Solusi Menginspirasi – Rektor Universitas Panca Bhakti (UPB)

Share

Dr. Purwanto, S.H., M.Hum., FCB.Arb., FIIArb., CIM. mulai bergabung dengan Universitas Panca Bhakti (UPB) setelah menyelesaikan studi S1 di Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura dengan konsentrasi Hukum Keperdataan pada akhir tahun 1992. Ia memulai pengabdiannya di UPB pada tahun 1993 sebagai staf pengajar di Program Studi Ilmu Hukum.

Kariernya dimulai sebagai asisten dosen yang mendampingi para senior selama tiga tahun pertama sebelum diangkat menjadi dosen tetap. Ia juga pernah menjabat sebagai Wakil Dekan III Fakultas Hukum, yang bertanggung jawab atas kemahasiswaan dan alumni.

Pada tahun 1996, ia melanjutkan pendidikan S2 di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro dengan konsentrasi Hukum Ekonomi dan Teknologi (HET). Setelah menyelesaikan studinya, ia dipercaya memimpin Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPM) UPB.

Program doktoralnya di bidang Ilmu Hukum diraih di Universitas Diponegoro dan selesai pada tahun 2015. Di UPB, ia juga pernah menjabat sebagai Wakil Rektor III yang membidangi kemahasiswaan, alumni, dan kerja sama. Sejak tahun 2018, ia menjalankan tugas sebagai Rektor UPB.

Aktif di Luar Kampus
Purwanto juga memiliki rekam jejak panjang dalam berbagai kegiatan. Sejak awal 2000-an, ia dikenal sebagai aktivis yang peduli terhadap isu hak asasi manusia.

Ia bergabung dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan pernah menjabat sebagai Ketua Komnas HAM Perwakilan Kalimantan Barat, bagian dari sistem regionalisasi lembaga tersebut.

Selain itu, ia juga memegang sejumlah peran strategis, seperti Ketua APTISI Wilayah Kalimantan Barat, anggota Majelis Pengawas Notaris Kalimantan Barat, anggota Majelis Pertimbangan Balitbang Provinsi Kalimantan Barat, serta Tenaga Ahli di DPD RI dan DPRD.

Dalam bidang arbitrase, Purwanto mengawali kariernya sebagai Sekretaris Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Perwakilan Pontianak. Kemudian, ia dipercaya sebagai arbiter di BANI pusat yang berlokasi di Gedung Wahana Graha, Jakarta.

Saat ini, ia termasuk dalam jajaran arbiter senior dan banyak berinteraksi dengan tokoh dari berbagai latar belakang, mulai dari akademisi hingga para mantan hakim agung.

Saat ini, ia menjabat sebagai Wakil Ketua International Medicine Arbitrating Center (IMAC), sebuah lembaga di bidang arbitrase medis. Di IMAC, ia aktif memberikan pelatihan mediator bersertifikat yang memungkinkan peserta langsung terjun dalam praktik, baik sebagai mediator nonhakim di pengadilan maupun secara mandiri.

“Karier saya adalah perpaduan antara dunia akademik dan praktik hukum. Di sinilah jejaring terus berkembang dan banyak hal yang menginspirasi,” ujarnya.

Akademisi Membumi
Aktif di dunia akademis dan praktik memberikan dampak besar bagi Purwanto, terutama sejak dipercaya menjadi Rektor UPB. Ia percaya keduanya berjalan seiring dan saling memperkuat. Pengalaman di luar kampus memperkaya perspektifnya dalam memimpin institusi pendidikan tinggi.

Keterlibatannya dalam berbagai kegiatan di luar lingkungan akademik tidak hanya menambah pengalaman pribadi, tetapi juga memberikan nilai tambah dalam pengelolaan kampus secara lebih kontekstual dan adaptif. “Ini juga menjadi inspirasi bagi dosen dan mahasiswa,” tambahnya.

Kepada para dosen, ia sering menyampaikan bahwa tugas pengajar tidak cukup hanya terbatas pada ruang kelas. Ilmu dan keahlian yang dimiliki perlu didedikasikan untuk masyarakat agar perguruan tinggi benar-benar dirasakan manfaatnya.

Ia yakin akademisi tidak cukup hanya berkutat pada aspek teoritis dan normatif. Akademisi perlu hadir nyata di tengah masyarakat agar ilmu yang dikembangkan mampu memberikan solusi atas persoalan bersama.

“Oleh karena itu, saya terus mendorong dosen-dosen di UPB untuk aktif dalam berbagai kegiatan di luar kampus,” katanya.

Menjawab Tantangan
Purwanto menjelaskan bahwa UPB adalah perguruan tinggi swasta pertama di Kalimantan Barat, yang berdiri di Kota Pontianak pada tahun 1983. UPB lahir dari penggabungan beberapa sekolah tinggi dan akademi yang dibentuk oleh Yayasan Panca Bhakti Pontianak,

yaitu Akademi Pimpinan Perusahaan (APP) pada tahun 1979, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) dan Sekolah Tinggi Ilmu Teknik (STIT) pada tahun 1981, serta Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP) pada tahun 1982.

Sejarah pendirian UPB tidak terlepas dari peran para tokoh Kalimantan Barat, termasuk Gubernur saat itu, serta tokoh nasional yang mendukung terbentuknya Yayasan Pendidikan Panca Bhakti pada tahun 1979.

Yayasan ini kemudian menginisiasi pendirian universitas yang mengintegrasikan sekolah tinggi menjadi satu kesatuan. Pada awal berdirinya, UPB memiliki empat fakultas dengan enam program studi,

dan mayoritas mahasiswa berasal dari kalangan profesional seperti pegawai yang ingin melanjutkan pendidikan tinggi. Banyak juga mahasiswa yang menjadikan UPB sebagai pilihan kedua setelah tidak lulus seleksi Sipenmaru di Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

“Memang, kita merupakan pilihan kedua setelah PTN waktu itu,” ujarnya.

Saat dipercaya menjadi Rektor kelima pada 2018, Purwanto berusaha mempercepat pengembangan UPB. Ia terinspirasi oleh semangat para pendahulunya dan berupaya menjadikan kampus ini lebih dinamis dan adaptif untuk menghadapi tantangan zaman.

Kemajuan Progresif
Setelah dipercaya memimpin UPB, langkah awal Purwanto adalah meminta dukungan penuh dari organ yayasan agar diberikan mandat yang lebih luas untuk mendorong kebijakan yang progresif dan akseleratif.

Langkah pertama yang diambil adalah memetakan kekuatan internal, termasuk mengidentifikasi titik-titik strategis (hotspotting) dari sumber daya yang ada, serta memperkuat konsolidasi di seluruh lini.

Menurutnya, UPB adalah perguruan tinggi swasta dengan banyak aset strategis. Sejak awal berdiri, kampus ini telah mendapat dukungan dari tokoh-tokoh penting Kalimantan Barat, termasuk Gubernur dan pendirinya, Yusuf Anandi, yang juga dikenal sebagai tokoh nasional.

Pemetaan juga mencakup sumber daya manusia, program studi, dan seluruh elemen institusi. Dengan mengedepankan semangat kebersamaan dan soliditas antara yayasan, universitas, fakultas, hingga unit-unit program studi, optimalisasi dilakukan secara terarah.

Hasilnya terlihat dalam penguatan kelembagaan dan pengembangan akademik. Saat ini, UPB memiliki sarana dan prasarana yang representatif. Dari empat fakultas awal, kini berkembang menjadi lima fakultas: Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Fakultas Teknik, Fakultas Pertanian Sains dan Teknologi, serta Fakultas Ilmu Kesehatan yang terbaru.

UPB juga membuka jenjang pascasarjana. Jumlah program studi meningkat dari enam menjadi dua belas, termasuk Prodi Teknik Rekayasa Infrastruktur dan Lingkungan serta Bisnis Digital, yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan Kalimantan.

Di jenjang magister, kini tersedia tiga program: Magister Hukum, Magister Manajemen, dan Magister Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Peningkatan ini turut mendorong lonjakan jumlah mahasiswa, dari sekitar 1.800 menjadi lebih dari 5.000.

“Capaian ini menjadi gambaran transformasi signifikan yang terus dipuayakan oleh seluruh elemen UPB,” ujar Purwanto.

Core Kewirausahaan
Dilihat dari visi awal pendirian UPB, fokus utamanya adalah memperkuat jiwa kewirausahaan dengan membekali mahasiswa kompetensi inti di bidang entrepreneur.

UPB mengintegrasikan nilai kewirausahaan ke seluruh program studi melalui kurikulum dan kegiatan pendukung. Kemitraan dengan berbagai pihak, termasuk UMKM, juga dilakukan untuk memberikan pelatihan dan pendampingan langsung di lapangan.

Berbagai pelatihan kewirausahaan dan startup rutin diberikan kepada mahasiswa sebagai bentuk penguatan. Walaupun sebagian mahasiswa bercita-cita menjadi ASN atau bekerja di sektor formal, pembekalan kewirausahaan tetap konsisten dijalankan.

“Ini adalah implementasi visi kami untuk membangun core kewirausahaan yang kuat. Kerja sama jangka pendek dan panjang terus kami kembangkan,” jelasnya.

Purwanto menambahkan, UPB pernah ditunjuk oleh Staf Khusus Presiden sebagai pusat inovasi kewirausahaan, menjadi momentum penting untuk memperkuat ekosistem bisnis dan inovasi kampus, meski masih perlu optimalisasi lebih lanjut.

Sebagai kampus nasionalis, UPB memiliki civitas akademika yang sangat beragam dari segi etnis dan latar belakang, sejalan dengan tagline-nya: Pluralis, Humanis, dan Nasionalis.

“UPB adalah miniatur Indonesia, dengan semangat menjadi kampus berbasis kewirausahaan yang menjunjung tinggi pluralisme, humanisme, dan nasionalisme,” ujarnya.

Program Studi Favorit
Purwanto menjelaskan bahwa sejak awal, UPB didirikan dengan tujuan mendorong percepatan peningkatan sumber daya manusia dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kalimantan Barat melalui jalur pendidikan.

Kehadiran kampus ini bertujuan memperluas akses belajar bagi masyarakat, terutama mereka yang berasal dari daerah pedalaman dan pesisir.

“Jika dibandingkan dengan wilayah lain, terutama Pulau Jawa, Kalimantan relatif membutuhkan perhatian lebih,” ujarnya.

Peminatan mahasiswa di UPB cukup beragam, tetapi Ilmu Hukum menjadi salah satu yang paling diminati. Program studi ini memiliki jumlah mahasiswa terbanyak dan telah meraih akreditasi A.

Di Kalimantan Barat, UPB adalah satu-satunya perguruan tinggi swasta dengan akreditasi tersebut. “Bahkan di tingkat regional Kalimantan, hanya ada dua program studi Ilmu Hukum yang terakreditasi A,” tambahnya.

Program Studi Manajemen juga cukup diminati, begitu pula Teknik. Teknik Sipil, misalnya, sangat dibutuhkan oleh industri, sehingga masa tunggu lulusannya tergolong singkat. Bahkan, beberapa mahasiswa sudah diterima bekerja sebelum menyelesaikan studi karena tingginya kebutuhan di berbagai proyek.

Sementara itu, program studi baru yang cukup menjanjikan adalah Fisioterapi. Program ini menjadi satu-satunya di Kalimantan Barat, sehingga memiliki prospek besar dalam memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan di wilayah tersebut.

Kiprah Alumni
Saat ini, UPB telah meluluskan lebih dari 15 ribu alumni yang tersebar di berbagai bidang seperti Aparatur Sipil Negara (ASN), pelaku usaha, dan tenaga profesional.

Banyak dari mereka menempati posisi penting di pemerintahan maupun sektor swasta. Beberapa alumni bahkan dipercaya menjadi bupati, wali kota, dan anggota dewan di tingkat kabupaten, kota, provinsi, hingga nasional.

Ada pula yang berkecimpung di bidang hukum, termasuk kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Alumni UPB juga banyak yang sukses di dunia konstruksi, turut membangun berbagai infrastruktur penting.

Kehadiran mereka menunjukkan bahwa lulusan UPB mampu bersaing dan memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan, khususnya di Kalimantan Barat.

“Dari segi kualitas, lulusan UPB tidak kalah dengan alumni dari perguruan tinggi besar lainnya,” tegasnya.

Penguatan Kompetensi
Purwanto menyampaikan bahwa UPB terus memperkuat jaringan alumni dan menyiapkan program peningkatan kompetensi bagi mahasiswa. Salah satunya adalah pemberian sertifikat pendamping ijazah agar lulusan memiliki daya saing yang lebih tinggi.

Program unggulannya adalah kerja sama dengan International Centre for English Excellence (ICEE) yang mengadakan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris mahasiswa, dibimbing oleh instruktur dari dalam dan luar negeri.

Saat ini, UPB telah bermitra dengan tiga instruktur asal Amerika Serikat untuk program tersebut. Selain itu, setiap tahun diadakan program English Camp yang konsepnya mirip dengan Kampung Inggris.

Program ini terbukti memberikan dampak besar, dengan banyak lulusan UPB yang berhasil mendapatkan pekerjaan layak atau melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi, berkat penguasaan bahasa Inggris dari pelatihan tersebut.

Keniscayaan Akreditasi
Bagi UPB, akreditasi bukan hanya kewajiban administratif, tetapi juga aspek penting yang menjadi jantung program studi dan institusi perguruan tinggi. Status dan capaian akreditasi mencerminkan tata kelola perguruan tinggi secara keseluruhan.

“Akreditasi menentukan posisi perguruan tinggi, sehingga menurut saya adalah keniscayaan,” ujar Purwanto.

Namun, sering muncul diskusi kritis terkait pembiayaan proses akreditasi. Saat ini, akreditasi dilakukan oleh dua lembaga, yakni Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BANPT) dan Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM), sesuai rumpun keilmuan masing-masing.

Sorotan utama adalah bagaimana peran negara dalam menata sistem pembiayaan agar tidak membebani kampus yang masih berkembang. Di Kalimantan Barat, Ada sekitar 40 perguruan tinggi dengan berbagai latar belakang dan kapasitas.

Purwanto menekankan pentingnya pemerintah lebih cermat mengidentifikasi perguruan tinggi yang memerlukan dukungan lebih besar agar dapat berkembang dan bersaing secara sehat.

Di UPB, proses akreditasi dilakukan dengan serius, bukan hanya untuk memenuhi regulasi, tetapi juga sebagai jaminan bahwa lulusan memiliki kompetensi sesuai kebutuhan dunia kerja.

Dalam hal pembiayaan, selain mengandalkan kontribusi mahasiswa, UPB juga mulai memperkuat income generating sebagai sumber pendanaan alternatif. Upaya ini tetap diarahkan untuk menjaga martabat sebagai institusi pendidikan tinggi yang berkomitmen pada kualitas pembelajaran, pengabdian masyarakat, dan riset.

Purwanto berharap ke depan mahasiswa UPB dapat memperoleh keringanan biaya pendidikan melalui subsidi dari hasil income generating institusi.

Saat ini, rata-rata UKT per semester adalah 5 juta rupiah, dan jika potensi pemasukan kampus dikelola secara optimal, bukan tidak mungkin mahasiswa hanya membayar 3 juta.

UPB Berdampak
Ke depan, UPB terus mengokohkan identitasnya sebagai kampus yang pluralis, humanis, dan nasionalis. Fokus utamanya adalah meningkatkan pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU).

Para dosen didorong untuk tidak hanya aktif di dalam kampus, tetapi juga berkontribusi nyata bagi kemaslahatan dan kesejahteraan masyarakat di luar kampus.

Riset menjadi elemen penting dalam pengembangan. UPB termasuk salah satu dari 58 perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki Sustainable Development Goals (SDGs) Center untuk mendukung tercapainya program pembangunan berkelanjutan secara nasional.

SDGs sendiri memiliki empat pilar utama, yaitu pembangunan sosial, ekonomi, lingkungan, serta hukum dan tata kelola, yang dijabarkan ke dalam 17 tujuan saling terhubung untuk menciptakan dunia yang lebih baik. UPB mendorong riset-riset agar selaras dengan tujuan-tujuan tersebut.

Kegiatan seperti KKN diarahkan untuk mendukung nilai-nilai keberlanjutan, sementara pengajaran terintegrasi dengan semangat pembangunan berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan karakteristik Kalimantan yang sangat menekankan aspek ekologis dan keberlanjutan.

Purwanto menyampaikan bahwa calon mahasiswa yang ingin bergabung di UPB akan disambut dengan hangat dan penuh apresiasi, menjadi bagian dari keluarga besar yang bersama-sama berkontribusi dalam prestasi membanggakan untuk civitas akademika dan masyarakat

. “Dengan semangat kebersamaan dan soliditas, kami berkomitmen menjadikan UPB sebagai kampus besar yang membanggakan, baik bagi keluarga internal maupun masyarakat Kalimantan,” tambahnya.

Tonton Video Selengkapnya

Artikel Terkait