Masing-masing lembaga pendidikan tinggi memiliki nilai, perspektif dan orientasi yang khas dalam merumuskan langkah strategis mengatasi permasalahan bangsa. Memahami latar belakang pendidikan pemimpin lembaga akan membantu membaca ke mana arah republik ini akan dibawa.
Data yang berhasil dihimpun ini sekaligus mencatat kampus terbaik yang telah berhasil mempersiapkan pejabat publik yang kompeten di bidang masing-masing.
Alumni Kualitas Signifikan
Menyandang status alumni dari perguruan tinggi bergengsi adalah sebuah kebanggaan. Kredibilitas dan reputasi almamaternya akan melekat, jejaring yang kuat menjadi jaminan kesempatan lebih baik di medan pengabdian. Walaupun sesungguhnya, alumni yang berprestasi dan berkontribusi besar di masyarakat lah salah satu pilar utama pembangun reputasi almamater untuk mendapatkan rekognisi baik di skala nasional maupun internasional.
Perihal peran alumni yang signifikan ditunjukkan dalam keterlibatan dalam perwujudan tridharma perguruan tinggi yakni pendidikan (alumni mengajar), penelitian dan pengabdian masyarakat, peningkatan employment rate, survei akademik, dan kontribusi alumni di masyarakat.
Terkait employment rate, misalnya, seperti kita ketahui tujuan utama dari perguruan tinggi adalah mencetak lulusan berkualitas yang mampu bersaing di dunia kerja, keberadaan alumni memberikan kesempatan lebih besar bagi lulusan untuk mendapatkan pekerjaan dan perkembangan karir ke depan.
Posisi alumni dalam dunia kerja juga menandai kompetensi yang dihasilkan universitas, sehingga secara langsung memberikan rekognisi dan reputasi yang baik bagi almamater. Kolaborasi antara alumni dan universitas akan menguatkan posisi lembaga di masyarakat.
Afiliasi Pendidikan
Kampus Indonesia berkolaborasi dengan Data Indonesia Research Center melakukan pendataan terhadap afiliasi pendidikan pejabat publik yang menjabat di tahun 2024 dari 31 lembaga yakni lembaga eksekutif (Presiden dan Wapres), lembaga legislatif (DPR-RI dan DPD-RI), lembaga yudikatif (MA, MK, KY) dan BPK, Dewan Pertimbangan Presiden, Kejaksaan Agung, Menteri dan Wakil Menteri, Direktur dan Komisaris BUMN, Gubernur, Pimpinan Badan Non Kementerian, OJK, Gubernur Bank Indonesia, KPK, KPU, KPI, KI, KPAI, Komnas HAM, Komnas Perempuan, Direktur dan Dewas TVRI dan RRI, Dewan Pers juga Rektor Perguruan Tinggi Terakreditasi Unggul.
Pengumpulan data dilakukan rentang waktu Oktober – November 2024, melalui penelusuran dokumen digital yang dipublikasikan oleh lembaga terkait. Terdapat 1.786 data persona yang dikelola dalam bentuk data library. Kecuali data presiden dan wakil presiden, data pejabat publik yang didokumentasikan adalah pejabat publik yang masih menjabat sampai dengan November 2024. Beberapa pejabat publik berstatus pelaksana tugas (PLT) seperti gubernur, karena pilkada serentak belum melantik pejabat terpilih saat pendataan dilakukan.
Adapun prosedur pengolahan data sebaran jenjang pendidikan pejabat publik, setiap persona data dihitung hanya pada pendidikan terakhirnya. Sementara itu, untuk mengolah sebaran universitas, afiliasi pendidikan tiap persona hanya dihitung satu kali jika kuliah di perguruan tinggi yang sama untuk jenjang yang berbeda, namun tiap persona dapat menjadi alumni di banyak perguruan tinggi yang berbeda sesuai jenjang pendidikan yang ditempuh.
Untuk sebaran program studi pilihan setiap program studi yang muncul dihitung per satuan. Sebagai cacatan tambahan, terdapat 2-3% data persona dari data keseluruhan yang tidak ditemukan secara digital untuk melengkapi afiliasi pendidikan.
Sebaran Jenjang Pendidikan
Temuan data menunjukkan fenomena menarik dalam sebaran jenjang pendidikan pejabat publik, yakni adanya keseimbangan antara pejabat publik dengan pendidikan terakhir lulusan SMA (4.8%) dengan pejabat publik yang bergelar profesor (5.2%), sebagai bentuk apresiasi akademis tertinggi.
Secara mendetil, sebaran lulusan SMA terbanyak ada di lembaga legislatif (DPR RI dan DPD RI) terutama yang datang dari wilayah Indonesia Timur, untuk menjadi senator memang tidak dipersyaratkan harus menempuh perguruan tinggi, hal ini juga berkaitan dengan proses pengkaderan partai politik.
Sementara 73% pejabat publik bergelar profesor datang dari perguruan tinggi terakreditasi unggul, ini tentu data yang dapat diprediksi, karena kualifikasi pendidikan menjadi persyaratan untuk menduduki tampuk pimpinan institusi.
Temuan lainnya adalah mayoritas pejabat publik bergelar master atau lulusan pascasarjana yakni sebesar 62%, dimana 15.5% nya melanjutkan pendidikan doktoralnya. Persentase pejabat publik di lembaga BUMN, Gubernur, Menteri dan Wakil Menteri bergelar doktor cukup tinggi. Bahkan di BUMN, ada kecenderungan sekurang-kurangnya pendidikan terakhir adalah master, yang sebagian di antaranya didapatkan dari perguruan tinggi luar negeri. Data ini berkaitan dengan kompetensi kepakaran dan profesionalisme yang menjadi syarat pengelola BUMN dan Kementerian. Adapun pejabat publik daerah cenderung “sekolah lagi” sebagai bentuk kolaborasi antara pemerintah daerah dengan perguruan tinggi dalam membentuk reputasi alumni dan kebutuhan penguatan status sosial sebagai pemimpin daerah. Perihal doktor juga ditemukan data, dari 93 pejabat publik bergelar doktor, 20 orang di antaranya memperoleh gelarnya melalui gelar kehormatan atau yang jamak dikenal sebagai honoris causa.
Sebaran jenjang pendidikan ini juga menyatakan dengan jernih bahwa 95.2% pejabat publik di Indonesia bergelar sekurang-kurangnya sarjana. Seseorang dengan gelar lebih tinggi, memperoleh kesempatan yang lebih besar untuk menerima jabatan publik.
***
UI, UGM, Unpad, ITB, IPB Terbesar di Posisi Strategis
Berdasarkan temuan data, Kampus Indonesia bersama Data Indonesia Research Center dapat memetakan sebaran perguruan tinggi yang alumninya tercatat sebagai pejabat publik di tahun 2024.
Secara keseluruhan ada 240 afiliasi perguruan tinggi dalam negeri, dan 297 afiliasi perguruan tinggi luar negeri. Namun demikian, data yang ditampilkan dibatasi menjadi 100 peringkat saja. Dari 100 kampus, tercatat 54% perguruan tinggi negeri, dan 46% perguruan tinggi swasta. Artinya secara kualitas alumni perguruan tinggi swasta juga mampu bersaing. Sayangnya, dari data juga ditemukan bahwa 75% perguruan tinggi ini masih dominan berkedudukan di Pulau Jawa, sementara 25% lainnya tersebar di seluruh Indonesia.
Lima teratas dalam sebaran universitas pencetak pejabat publik didominasi oleh Universitas Indonesia (UI), jauh memimpin persebaran alumni di lembaga negara, sebanyak 264 alumni telah menduduki tampuk kepemimpinan lembaga. Peringkat kedua adalah Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan 156 alumni dan Universitas Padjadjaran dengan 111 alumni. Selanjutnya di peringkat keempat adalah Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan 106 alumni, dan Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan 78 alumni.
Jika data diperluas menjadi 10 besar perguruan tinggi dengan sebaran alumni terbanyak, maka akan muncul Universitas Diponegoro (Undip), Universitas Brawijaya (UB), Universitas Airlanggga (Unair), Universitas Trisakti, dan Universitas Hasanuddin (Unhas).
Ada dua temuan menarik yakni masuknya Universitas Trisakti yang terkategori perguruan tinggi swasta bersaing ketat dengan Universitas Sebelas Maret (UNS) yang tahun 2024 menjadi perguruan tinggi dengan animo peserta UTBK terbanyak kedua setelah UI. Unhas menjadi satu-satunya perguruan tinggi yang berkedudukan di luar Pulau Jawa, yang berhasil masuk dalam 10 besar kampus pencetak pejabat publik.
Pada sebaran 100 TOP Kampus, tampak variasi universitas berbasis keagamaan yang turut mewarnai, serta akademi dan sekolah tinggi kedinasan seperti Akademi Kepolisian, Akademi Militer, Akademi Angkatan Laut, Akademi Angkatan Udara juga IPDN, STIA LAN, STAN bahkan STI Pelayaran. Temuan menarik lainnya adalah munculnya 10 sekolah tinggi ilmu ekonomi dan manajemen seperti STIE IPWI, STM PPM, STIE Pasundan juga 1 sekolah tinggi ilmu hukum yakni STIH IBLAM. Yang turut menjadi sorotan adalah universitas berbasis yayasan terdaftar bersama di sini, sebagai contoh Universitas Muhammadiyah, dan Universitas 17 Agustus di beberapa kota di Indonesia.
Perguruan Tinggi Luar Negeri
Data sebaran kampus yang juga ditemukan dalam penelusuran data ini adalah kehadiran perguruan tinggi luar negeri yang menjadi pilihan sebagian pejabat publikuntuk menimba ilmu. Tercatat 403 pejabat publik memilih menyelesaikan pendidikan di luar negeri, 51% nya adalah pimpinan di lembaga BUMN, 18% nya adalah anggota DPR RI, 11% Rektor PT Terakreditasi Unggul, yang juga menarik adalah lebih dari separuh Presiden dan Wakil Presiden, Gubernur BI juga Komisioner Komnas Perempuan adalah lulusan perguruan tinggi luar negeri.
Berdasarkan data, perguruan tinggi luar negeri biasanya dipilih untuk kuliah lanjut atau program pascasarjana.
Yakni, sebanyak 77% pejabat publik memilih kuliah di luar negeri, dan 25% dari jumlah tersebut melanjutkan sampai menyelesaikan program doktoralnya. Temuan lainnya adalah ada 3% dari data memilih menyelesaikan program sarjana sampai doktoralnya di luar negeri secara penuh. Program studi yang dipilih sebagian besar adalah manajemen, atau administrasi bisnis.
Lima besar rangking perguruan tinggi luar negeri yang menjadi preferensi pejabat publik menunjukkan bahwa Monash University merupakan perguruan tinggi yang banyak dipilih (25), disusul Harvard University (8), Australian National University, University of New South Wales Sydney Australia (7) dan Universitas of Illinois Urbana Champaign, AS (7). Data lebih lengkap dapat dilihat di infografis di bawah ini :
Perguruan tinggi luar negeri dapat diklusterisasi menjadi kewilayahan dan kesesuaian dengan kepakaran keilmuan yang dituju. Berdasarkan hasil olah data, ditemukan bahwa mayoritas pejabat publik memilih kuliah di Amerika Serikat dan Eropa, ada 109 perguruan tinggi di Amerika Serikat (dan Kanada), 95 perguruan tinggi di Eropa, 70 perguruan tinggi di Asia, dan 22 perguruan tinggi di Australia (dan Selandia
Baru). Inggris menjadi negara tujuan utama menyelesaikan studi, disusul Jerman, Belanda dan Perancis. Negara bagian California, Massachusetts dan Kanada menjadi pilihan kuliah di Amerika, sementara di Asia, pilihan negara tempat menimba ilmu terbanyak adalah Malaysia, Singapura, dan India.
Program Studi Pilihan
Kampus Indonesia dan Data Indonesia Research Center juga menemukan data menarik terkait program studi pilihan pejabat publik. Jika berasumsi pada kebutuhan kepengelolaan negara maka sebagian besar dari kita akan berpendapat bahwa ilmu pemerintahan dan administrasi publik adalah dua program studi yang akan banyak peminatnya. Pendapat tersebut tidak keliru, hanya kurang tepat.
Pendataan membuktikan bahwa program studi yang paling banyak diminati oleh pejabat publik adalah Ilmu Hukum. Data ini tentu tidak hanya dari lembaga yudikatif saja, namun justru sangat tinggi jumlahnya pada senator di lembaga legislatif (DPR RI dan DPD RI). Program studi ilmu ekonomi, ilmu politik, dan teknik sipil merupakan pilihan utama lainnya untuk program sarjana.
Sementara itu, ditemukan data baru, kecuali pejabat publik di lembaga yudikatif yang cenderung mengambil program studi linear ilmu hukum sampai jenjang pendidikan doktoral, sebagian besar pejabat publik tidak mengambil program studi linear di jenjang pendidikan lanjutan. Mereka cenderung menjadikan program studi manajemen atau administrasi bisnis sebagai pilihan utama untuk program pascasarjana. Hal ini karena adanya kebutuhan kepengelolaan atau kemampuan manajerial untuk menjadi pemimpin. Yang juga menarik adalah temuan program studi yang spesifik seperti pendidikan agama islam, kedokteran, kepolisian dan militer, ini berkaitan dengan kebutuhan kompetensi spesifik untuk jabatan tertentu.
***
Empat Pengelola Negara UI, UGM, UNPAD dan ITB
Alumni Universitas Indonesia (UI), tersebar merata di hampir semua lembaga negara. Satu-satunya presiden perempuan Indonesia, Megawati Soekarnoputri, dua menteri koordinator di Kabinet Merah Putih yakni Muhaimin Iskandar dan Sri Mulyani, beserta 10 menteri 10 wakil menteri, dan Sekretaris Kabinet adalah alumni UI.

Dominasi juga terasa di lembaga BUMN, tercatat 93 direktur dan komisaris adalah alumni UI, begitu pula tercatat 78 alumni berhasil menjadi senator di senayan. Alumni UI juga berhasil menanamkan jejak di lembaga yudikatif seperti MA, MK, KY, lembaga negara lain seperti BPK, OJK, Kejaksaan Agung, Bank Indonesia juga lembaga negara independen, badan non-kementerian bahkan juga 12 rektor Perguruan Tinggi Terakreditasi Unggul di daerah. Jika dipetakan, maka alumni UI menguasai bidang politik dan hukum.

Sebanyak 161 Alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) menduduki kursi-kursi senator dan pimpinan lembaga negara. Airlangga Hartanto, Muhaimin Iskandar, dan Pratikno merupakan tiga dari enam menteri koordinator pada Kabinet Merah Putih adalah anggota Keluarga Alumni UGM, beserta 1 menteri sekretaris kabinet dan 6 wakil menteri. Tercatat 70 Alumni UGM menjadi direktur dan komisaris BUMN, terutama di sektor perbankan, kehutanan, farmasi dan transportasi. UGM juga almamater untuk 26 anggota DPR-RI, 9 anggota DPD RI, 15 Rektor Perguruan Tinggi terakreditasi Unggul juga Kepala BSN, BMKG, Bapeten, ANRI, BKN dan BIG. Jika diamati, maka kekuatan UGM mengatur perekonomian di Indonesia sangat kuat, dan juga pengelolaan sumber daya alam hayati, beserta mitigasi bencananya.
Universitas Padjadjaran Bandung, ada di posisi ketiga, karena alumninya banyak menjadi pejabat publik. Yang menarik adalah fakta bahwa dari 111 alumni, hampir semuanya menjadikan Unpad tujuan melanjutkan kuliah di program pascasarjana. Dua lulusannya menjadi Menteri Perindustrian dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi juga 5 wakil menteri, 31 alumni menjadi anggota senat di DPR RI, 45 alumni menjadi direktur atau komisaris di BUMN, Gubernur BI juga Kepala Lemhanas. Alumni Unpad ada di hampir semua BUMN, dari teknologi sampai dengan keuangan dan pengelolaan sumber daya alam, ada di lembaga judikatif dan lembaga-lembaga negara independen. Rektor Undip, Prof. Suharnomo adalah juga alumni Unpad.
Satu lagi PT dari Jawa Barat adalah Institut Teknologi Bandung (ITB), dari 106 mendominasi di BUMN sebanyak 61 alumni terutama untuk BUMN yang mengelola industri pengelolaan sumber daya alam seperti Pertamina, PLN, LEN, Wika, Jasa Marga dan lainnya. Hal ini memang seiring dengan kompetensi lulusan ITB yang dipersiapkan untuk menguasai pendayagunaan dan optimalisasi teknologi. Alumni ITB juga banyak yang menjadi menteri dan wakil menteri, juga kepala badan non kementerian.

Menariknya, di antara Rektor Perguruan Tinggi Terakreditasi Unggul, Rektor Universitas Airlangga (Unair) Prof. Dr. Mohammad Nasih, dan baru saja berganti kepemimpinan, Mantan Rektor Unpad, Prof. Dr. Rina Indiastuti, S.E., M.S.I.E. adalah alumni ITB, selain juga Rektor Institut Teknologi Nasional (Itenas), Rektor Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) yang berbasis teknologi.
Memaknai Peringkat
Merujuk pernyataan Prof. Dr. Indra Wijaya Kusuma, M.B.A., selaku Kepala Satuan Penjaminan Mutu dan Reputasi Universitas (SPMRU) Universitas Gadjah Mada dalam lansiran wawancara yang dimuat di website UGM, sejatinya alumni berperan hingga 50% dalam kriteria reputasi universitas. Sangat signifikan. Alumni menjadi jembatan antara kampus dengan dunia industri, karena alumni dapat dengan jujur menilai kesesuaian ilmu yang didapatkan di universitas dengan kebutuhannya di dunia kerja. Sekretaris Universitas UI, dr. Agustin Kusumayati, M.Sc., Ph.D. dalam lansiran wawancara website UI, menilai bahwa feedback dari alumni sangat penting bagi kemajuan pendidikan.
Maka berbagai-bagai instrumen pemeringkatan dunia bisa saja menjadi acuan penilaian kualitas perguruan tinggi, dengan kekhasan kriteria yang dikenakan, misalnya Webometrik yang menitikberatkan pada kualitas pengelolaan website, atau Quacquarelli Symonds (QS) yang memfokuskan pada pengelolaan universitas dan Times Higher Education (THE) pada pemenuhan standar SDG’s, di mana ketiganya berdampak pada orientasi (baca:obsesi) internasionalisasi institusi. Ada pula peringkat Greenmetrik untuk kampus hijau terbaik.
Kampus Indonesia justru melihat kekuatan alumni sebagai standar kualifikasi yang signifikan, karena pada akhirnya, kualitas lembaga akan selalu diukur dari lulusannya, seberapa besar kontribusi dalam masyarakat, selayak mengukur kualitas pohon lebih nyata dilihat dari kualitas buahnya. Hal ini selaras dengan perspektif Rektor Universitas Diponegoro, Prof. Dr. Suharnomo, M.Si., yang disampaikan saat pidato Dies Natalis Undip ke 67. Ia meyakini meski telah berhasil menunjukkan peningkatan signifikan dalam berbagai pemeringkatan internasional, namun bagi Undip, dampak langsung terhadap masyarakat tetap menjadi fokus utama.