Tahun 2002, menempati gedung baru di Griya Solopos yang menjadi kantor integrasi antara percetakan dan penerbitan. Solopos terus bertransformasi. Menurut Rini, pandemi Covid 19 menjadi returning point, karena ada perubahan perilaku masyarakat dalam mengkonsumsi informasi.
Dari media tradisional, seperti koran, televisi, dan radio, beralih ke media digital. Solopos.com sebenarnya sudah ada sejak tahun 2007. Namun pandemi membuat mereka memperkuat lini digitalisasi dan melakukan beberapa transformasi, baik dari sisi sumber daya manusia maupun dari sisi bisnis model.
Kondisi pandemi memaksa memperkuat lini digitalisasi dengan mengembangkan digital platform. Transformasi itu tidak hanya terjadi di Solopos.com, tetapi juga pada layanan digital yang lain, seperti mengembangkan Solopos Food dan Solopos Fashion.
Solopos Food dengan ayam panggangnya dan Solopos Fashion dengan Pisalin. Solopos kini juga mengembangkan layanan event organizer dan Solopos Institute untuk pelatihan workshop dan program-program berbasis pemberdayaan masyarakat.
Kembangkan Riset
Sejak tahun 2023, SMG mulai mengembangkan riset, terutama untuk bidang politik, baik pada pemilihan kepala daerah, presiden, juga bidang ekonomi mengenai peta konsumsi anak muda, dan lainnya.
Karenanya layanan sekarang tidak sebatas hilirisasi berupa publikasi, tetapi juga merancang campaign, public service, branding dan lain sebagainya. Meskipun sudah melebarkan sayap ke berbagai bisnis, namun citra Solopos sebagai media cetak masih bertahan.
Perubahan positioning pada koran cetak pascapandemi tidak serta merta mempengaruhi pandangan masyarakat. Saat ini Solopos bukan lagi yesterday newspaper yang memberitakan informasi yang sudah terlambat.
Tetapi lebih berperan sebagai media yang membangun informasi yang konstruktif, ruang solusi, dan sebagai ruang panduan masyarakat. Tentang reduksi yang dialami media cetak baik dari sisi oplah maupun kuantitas halaman, Rini melihat itu disebabkan pada perubahan gaya hidup masyarakat, di mana pilihan berita saat ini lebih berupa analisa dan perspektif.
Karenanya meski secara fisik, oplah mengalami penurunan, tetapi readership akan tetap luas karena ada layanan digitalnya. Solopos menutup layanan e-paper tahun 2021, karena banyaknya kebocoran yang terjadi.
Meskipun ada media cetak lain beredar di Solo, Rini optimis Solopos tak terancam. Peta pembaca Solopos jelas. Hampir semua sekolah, perkantoran, institusi, dan lembaga-lembaga lain masih berlangganan.
“Uniknya, saya juga heran, banyak pelanggan loyalis, padahal agen korannya enggak ada, jadi mereka itu pesan langsung ke kami,” katanya.
Integrated Bisnis
Solopos tidak hanya mengandalkan bisnis media. Pada lini percetakan, produknya pun makin variatif. Saat ini cetak koran hanya di kisaran 20—30%, yang lainnya adalah bisnis percetakan lain, seperti buku-buku, pelajaran sekolah, Alquran, Injil, dan sebagainya.
Untuk bisnis media, kata Rini, memiliki pemimpin redaksi yang sama, baik untuk versi cetak, digital, maupun multimedia. Model ini merupakan Integrated bisnis. “Ketika memberikan layanan ke mitra, kami mengintegrasikan bisnis ini, baik itu cetak maupun digital, ataupun multimedianya,” katanya.
Dengan konsep integrasi, manajemen menjadi lebih efisien. Satu newsroom, satu pemimpin redaksi, dan dua orang redaksi pelaksana untuk digital dan Redpel
cetak. Reporternya juga jadi satu, begitupun dengan redaktur.
Tren Bisnis
Meskipun berkonsep terintegrasi, secara bisnis tidak memiliki keuntungan yang sama. Saat ini tren masih mengarah pada media digital dan multimedia. Selain penerbitan, pengembangan riset juga merupakan sunrise bisnis.
Untuk media cetak atau koran, Rini menyebut iklan tidak lagi seperti era tahun 2000-an, di mana display, banner, masih kuat Konsep iklan sekarang sudah bergeser. Iklan tidak terlihat seperti iklan Digital iklan berupa banner dan sebagainya, dikenal dengan istilah programmatic.
“Jadi perubahan konsumsi digital masyarakat itu juga berpengaruh pada perubahan konsumsi advertisement itu placementnya seperti apa,” katanya.
Saling Melengkapi
Rini menyebut pentingnya melihat tren yang ada untuk mengubah peta bisnis. Ada prinsip setiap tahun harus ada inovasi baru. Salah satu inovasi tersebut adalah Radya Litera yang merupakan hall serbaguna yang mampu menampung sekitar 150 orang .
Dengan berbagai inovasi itu, bahwa kesejahteraan para karyawan hingga saat ini tak ada masalah, bahkan terus berkembang. SMG telah berhasil melewati masa krisis dengan baik, termasuk dalam menyelamatkan kesejahteraan karyawan.
Sejak pandemi belajar tentang bagaimana tidak melakukan penambahan SDM, kecuali pada pos-pos yang memang mendesak. Misalnya pada multimedia yang merupakan unit baru
“Jadi sekarang ini saya sering berkali-kali ngomong ini di beberapa forum, SDM di redaktur kami itu sekarang cuma lima, kita tempatkan ke digital,” katanya.
Diversifikasi Usaha
Beruntungnya, Solopos sudah melakukan diversivikasi usaha sebelum pandemi datang melalui lini bisnis Solopos Fashion, yang kemudian diikuti Solopos Food. Dimulai dengan berpikir menyiapkan semacam oleh-oleh yang bisa dibawa para tamu yang ke Solo.
Munculah ide ayam panggang. Selain ayam panggang, juga menyediakan frozen Food, dan sudah bekerjasama dengan PT KAI, dan menjalin agen kemitraan hampir di seluruh Indonesia.
Sementara Solopos Fashion selain jualan batik, saat pandemi juga memproduksi masker. Dengan brand Pisalin, saat ini telah memproduksi kain hingga desain sendiri dan telah membuka gerai di Sarinah Jakarta.
Bisnis ATM
Dari berbagai bisnis yang sekarang digeluti, Rini menyebut kata kuncinya ada pada ATM; amati, tiru, modifikasi. Namun dari sekian banyak bisnis yang digeluti, sebagai perusahaan yang lahir dari bisnis media, media tetap menjadi penyumbang keuntungan terbesar.
Sudah melakukan diversifikasi di berbagai bidang, Rini tidak menampik masih memiliki citacita mengembangkan bisnis ekstensifikasi. Namun saat mengelola bisnis, ada dua hal penting yang harus dijaga, yakni cash flow dan biaya operasional.
“Solopos nanti kedepannya ingin punya hotel, rumah sakit dan lain sebagainya,” katanya.
Tahun 2025 Solopos sudah mempunya program untuk melakukan pengembangan dengan memperkuat layanan-layanan yang mungkin belum dimiliki mediamedia lain untuk penetrasi wilayah Jawa Tengah dan Solo Raya.
Dan mereka sudah belajar dari pandemi bahwa tidak ada bisnis yang pas, dan karenanya dibutuhkan agilitas. Rini menyebut, Solopos bisa berkembang seperti saat ini, karena mereka diberi kebebasan untuk mengembangkan diri, melakukan pengembangan bisnis ke manapun.
“Saya pribadi yang penting bagaimana teman-teman dapat gajian, bahkan berkembang walaupun tantangannya luar biasa,“ tambahnya.