Melalui jalur mana pun, baik penelitian dari bawah maupun serta-merta jadi karena keluarga atau malah pelahir dan perintis,tetaplah layak menjadi inspirator bagi orang lain. Penyebab utamanya: mereka “telah berbuat” sebelum dan sesudah menjadi rektor.
Maka pernyataan Direktur Citra Almamater Eko Laksanto dalam kata “Pengantar Penerbit” bisakah dipahami: “Mungkin ada rektor yang kami tampilkan dalam buku ini belum mencapai akreditasi unggul atau PTNBH, karena keterbatasan dan berbagai perubahan regulasi, tetapi pasti mempunyai kreasi dan inovasi yang layak dipertimbangkan sebagai referensi.”
Di perguruan tinggi dan wilayah mana pun, sebagaimana sambutan Dirjen Pendidikan Tinggi Kemdiktisaintek Prof. Dr. Khairul Munadi, S.T., M.Eng, “Para rektor adalah arsitek masa depan bangsa —pemimpin yang tidak hanya mengelola tetapi juga menginspirasi, menggerakkan, dan menumbuhkan harapan.”
Senada dengan hal tersebut, Ketua Umum Aptisi Pusat Prof. Dr. Ir. H. M. Budi Djatmiko, M.Si., M.E.I. menyatakan, “Banyak rektor yang ditampilkan dalam buku ini adalah sosok yang membawa perubahan signifikan melalui pendekatan inovatif, manajemen yang visioner, dan keberpihakan pada kepentingan bangsa.”
Bambang Sadono selaku penyunting memperkuat, “Rektor adalah posisi pilihan dengan kriteria yang tidak sederhana. Sebagai pemimpin puncak sebuah lembaga pendidikan tinggi, pasti harus mempunyai kapasitas dalam mengelola manusia secara ganda. Mengurus mahasiswa dengan segala dinamikanya dan mengelola dosen yang tingkat intelegensi dan kekritisan di atas rata-rata.”
Lalu mencuatlah pertanyaan dalam benak: siapa sajakah 100 rektor itu, dari perguruan tinggi apa dan di mana, bagaimana kisah dan pengalaman hidup mereka, bagaimana liku karier mereka sebelum menjadi rektor, bagaimana pula cara dan gaya mereka dalam memimpin, mengelola, hingga boleh dikata berhasil meski masih punya sekian target lagi?
Menu Tersembunyi
Mendokumentasikan prestasi, secara konsisten pula hingga melahirkan sekian buku sejenis, harus diakui sebagai pekerjaan yang tak main- main, apalagi memang tak semua orang/penerbit bisa. Dan khusus menyangkut buku 100 Rektor PTN/PTS Inspirasi Indonesia, Bambang Sadono menunjukkan kejelian sebagai penyunting dengan mengajak banyak rektor perguruan tinggi di berbagai daerah, pun luar Jawa. Selain orang jauh dari pusat perlu ekpose di tingkat nasional melalui tulisan yang tercetak rapi, juga secara ideal penyunting berikut penerbit berhasil menyuguhkan kepada khalayak “menu yang selama ini tersembunyi di bawah meja”.
Melalui buku ini, pembaca akan tahu apa saja yang dilakukan oleh Dr. Ir. H. Abd. Rakhim Nanda, S.T., M.T., IPU di Universitas Muhammadiyah Makassar. Bayangkan, hanya dalam waktu sepuluh bulan sejak dilantik sebagai rektor pada 13 Agustus 2024, dia berhasil membawa perguruan tinggi yang dia pimpin masuk dalam jajaran Times Higher Education (THE) Impact Rankings 2025. Tak banyak PTS dari Indonesia Timur yang mampu menembus pemeringkatan bergengsi seperti THE Impact Rankings yang berbasis capaian SDGs. Dari 2.318 institusi di seluruh dunia, Universitas Muhammadiyah masuk dalam 16 PTS terbaik di Indonesia. “Ini makna dari kampus yang diurus dengan benar,” tegasnya.
Rakhim Nanda membawa visi yang ia padukan dalam satu istilah khas Integrated Green, Islamic, Futuristic (I-GIFt) yang menjadi fondasi dalam transformasi institusional. Konsep I-GIFt menekankan tiga hal, yaitu keberlanjutan lingkungan (green), nilai-nilai Islam (islamic), dan orientasi masa depan (futuristic). Dalam 100 hari pertama, ia meluncurkan slogan tersebut sebagai kompas baru pengembangan kampus. Disusul penguatan digitalisasi administrasi, penguatan tata kelola, hingga peluncuran lembaga strategis seperti Sustainable Waste Solution Center, Lembaga Pembelajaran Digital Futuristik, dan Unismuh Global Excellence Center.
Kepemimpinan Dr. Ir. Sitti Rohmi Djalilah, M.Pd. di Universitas Hamzanwadi NTB tak kalah menarik justru karena dia mempunyai riwayat karier “ke sana kemari”. Dari dunia akademik ke politik, bisa balik lagi ke akademik. Tidak linier. Meski begitu, dia menjalani perpindahan dari satu bidang ke bidang lain dengan nyaman. “Karier saya mungkin kelihatan zigzag tapi saya jalani dengan happy dan tanggung jawab,” ujarnya.
Sitti Rohmi menjadi rektor di universitas milik yayasan keluarga itu sejak sebelum menjadi wakil gubernur NTB, bahkan saat masih aktif sebagai Ketua DPRD Kabupaten Lombok Timur. Dia berprinsip bahwa kunci utama dalam mengelola perguruan tinggi, terutama swasta, adalah
menyajikan pendidikan berkualitas. Apalagi seluruh operasional dari pembiayaan rektor hingga cleaning service harus dibiayai secara mandiri. Dengan memanfaatkan pengalaman panjang di pemerintahan, Sitti aktif membangun kerja sama. “Dari pemerintah kabupaten, provinsi, hingga pusat, serta sektor swasta, berbagai bentuk kemitraan dijalin guna menciptakan solusi yang saling menguntungkan,” katanya.
Satu contoh lagi dari Bandung, Rektor Universitas Logistik dan Bisnis Internasional (ULBI) Prof. Ir. I Nyoman Pujawan., M. Eng., Ph.D. C.S.C.P., C.P.L.M. Dia menerapkan strategi 3R (recognition, relevance, reputation) untuk memajukan kampus. Guna meningkatkan recognition, ULBI akan memperkuat branding dan promosi. Aspek relevance diwujudkan melalui penyelarasan kurikulum dengan kebutuhan industri dan melibatkan lebih banyak praktisi sebagai pengajar, memperbanyak program magang, serta membuka program studi baru sesuai tuntutan pasar kerja.
Untuk membangun reputation, ULBI berfokus pada peningkatan kualitas akademik melalui perbaikan akreditasi, peningkatan publikasi penelitian, pengembangan karir dosen, dan penyediaan fasilitas belajar yang lebih memadai. “Negara kuat pasti punya sistem logistik andal. Begitu pula perusahaan, tanpa manajemen logistik yang baik, mustahil bisa unggul di pasar,” tegasnya.
Dari Porsi sampai Foto
Bahwa apa yang rektor lakukan berdampak pada perkembangan dan status perguruan tinggi, bahkan juga pada masyarakat, tidak mungkin terbantah. Dan justru karena itulah, melalui buku ini, mestinya sosok mereka sebagai pribadi lebih menonjol ketimbang kampus yang mereka pimpin. Minimal dalam porsi seimbang. Sebagian besar dari 100 tulisan cenderung memprofilkan perguruan tinggi sehingga judul- judulnya tidak menyuratkan sosok sang rektor, antara lain “Universitas Terbesar di Kalimantan Berbasis Lingkungan Hutan Tropis”, “Mempersiapkan Pemimpin di Pemerintahan dan Bisnis”, “Universitas Kelas Dunia Berpilar Iman dan Takwa”, “Cetak Pemimpin Kelas Dunia Berlatar Budaya Nusantara”, dan “UKI Hebat, UKI Unggul Menuju UKI Emas”.
Siapa dan bagaimana pengalaman hidup mereka (jauh) sebelum menjadi rektor yang tangguh atau cekatan, misalnya, kurang nampak. Padahal, karakter dasar tokoh bisa menunjukkan kenapa dia mengambil kebijakan begini dan begitu ketika menjadi pemimpin. Hal semacam itu pastilah ada dan bisa digali sedemikian rupa, termasuk dari “kesaksian” orang sekitar seperti keluarga dan kolega.
Dalam beberapa profil, nyaris terungkap dan tergambarkan dengan baik. Bisa kita baca misalnya pada profil Ketua STIKes Mitra Husada Medan: Dr. Siti Nurmawan Sinaga, SKM, M.Kes. bercita-cita menjadi dokter namun keterbatasan biaya membuatnya harus tinggal terpisah dari orang tua dan menjalani kehidupan yang penuh perjuangan. Sejak kelas 4 SD, ia bekerja sambil bersekolah dan tinggal bersama keluarga yang dengan murah hati menyekolahkannya.
Bisa kita baca juga pada profil Rektor Universitas Pendidikan Ganesha Bali: Prof. Dr. I Wayan Lasmawan, M.Pd. sebenarnya tak pernah bercita- cita menjadi rektor. Terlahir di sebuah desa terpencil di kawasan Kintamani, kemudian dibesarkan oleh seorang ibu single parent yang petani, ia hanya menjalani takdir. Sayangnya, pengungkapan latar belakang seperti itu sering menjadi pembuka yang singkat dan narasi berikutnya lebih pada soal program dan dinamika kampus untuk mencapai berbagai wujud keunggulan di wilayah lokal, nasional, dan internasional.
Meskipun demikian, pun di luar typo berikut soal kebakuan tata bahasa serta keseragaman gaya foto diri yang agak mengganggu, buku ini tetap layak baca dan koleksi. Selain karena merupakan dokumentasi keunggulan rektor dan perguruan tingginya yang bisa menjadi “pelajaran”, terutama bagi yang berkemungkinan menempuh jenjang karier semacam, juga karena mengabarkan bahwa jabatan dan pencapaian bukanlah perkara apa yang tergenggam melainkan apa yang kemudian terbagikan, manfaat bagi sebanyak mungkin orang.***
Informasi Buku
Judul : 100 REKTOR PTN/PTS INSPIRASI INDONESIA
Tebal : 776 halaman
Penyunting : Bambang Sadono
Pengantar : Dirjen Pendidikan Tinggi Kemdiktisaintek, Ketua Umum APTISI
Harga : Rp 250.000