Mulai belajar menjadi konsultan di Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri (LAPI) ITB. Dari para seniornya, ia menimba ilmu mengangani perusahaan, terutama Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bermasalah. Lembaganya memang pernah banyak mendapatkan pekerjaan di BUMN untuk menangani berbagai masalah.
“Jadi kalau misalnya saya menjadi komisaris di PT Pos, saya 26 tahun yang lalu pernah jadi konsultan di PT Pos, di Telkom,” katanya.
Konsultan BUMN
Dari pengalamannya bergabung dengan LAPI ITB, pada tahun 1994, Budi Djatmiko mencoba untuk membuka lembaga konsultan sendiri. Ia menjadi konsultan untuk International Standard Organization (ISO) di berbagai BUMN.
Texmaco yang mendirikan kampus untuk mencetak para insinyur, juga membuat truk, bus, dan angkutan niaga. Ia juga menuturkan dapat proyek dari Pindad untuk mengerjakan tank baja, mobil anti peluru, dan lain sebagainya.
Sebagai Komisaris Utama PT Pos, Prof. Budi melihat ersoalan yang dihadapi mulai terjadi tahun 2000-an. Sangat klasik, masalah sumber daya manusia (SDM). PT Pos agak terlambat melakukan repositioning, SDM PT Pos saat itu luar biasa banyak, dari tenaga kontrak sampai tenaga organik, sekitar 30.000. Latar belakang pendidikan mereka rata-rata lulusan SMA, persentasenya sekitar 80 %.
Dengan sumber daya manusia seperti itu perusahaan sulit berkembang. Untuk membangkitkannya butuh usaha keras dan panjang. Ia melihat misalnya semangat untuk mengembangkan PT Pos di jajaran direksi luar biasa, tapi tidak diikuti dengan kondisi SDM. Karena itulah, saat itu, ia menyarankan direksi untuk memperbaiki ilmu pengetahuan dan keterampilan PT Pos.
Selanjutnya adalah melatih keberanian, kemudian mengundang para ahli masuk. Menurutnya tantangan pemasaran harus bagus. Misalnya, ketika pada saat lembaga bertekad menjadi perusahaan logistik terbaik, termaju, tapi pada saat lelang kalah. Karena itu, harus ada perbaikan menyeluruh.
“Semua harus diperbaiki. Harus berkolaborasi, mengapa perusahaan-perusahaan logistik itu bisa cepat maju. Karena lincah, hierarki mereka enggak panjang,” katanya.
Lincah dan Cepat
Prof. Budi menyarankan kebijakan harus diputuskan secara cepat. Perusahaan jadi lincah, tidak seperti layaknya perusahaan besar. Dalam istilahnya, raksasa berusia 300 tahun yang berjalan. Tentu saja sulit untuk bergerak karena badannya terlalu besar, dan hierarkinya terlalu panjang. Maka ia tekankan bahwa PT Pos menggunakan standar operational prosedur yang pendek, cepat, dan mudah untuk melakukan pergerakan.
Perjuangan tersebut memang tidak mudah. Tidak gampang untuk mengubah. Tapi ia melihat tim direksi cukup solid, tinggal memperbaiki jajaran di bawahnya, sehingga keputusan-keputusan direksi bisa dieksekusi dengan baik. Jadi PT Pos selalu berorientasi untuk menaikkan Return on Assets (ROA).
Apalagi permintaan Presiden Prabowo, menurut Budi BUMN harus untung. Semua BUMN dipanggil Presiden, dan dibandingkan dengan negara-negara maju. Di sana rata-rata untung sekitar 15 %, tapi di Indonesia malah banyak yang rugi. Presiden menegaskan, Danantara yang membawahi semua BUMN harus bisa cepat memberikan keuntungan buat masyarakat Indonesia.
Jadi pengelola BUMN harus bekerja keras. Apalagi Presiden juga mewanti-wanti, yang penting BUMN harus menguntungkan. Kalau rugi atau tidak mampu menguntungkan, sekalipun pengelolanya teman Presiden, akan diganti. Jadi direksi hingga komisaris BUMN akan diawasi langsung oleh presiden. Sehingga mereka yang tidak produktif harus minggir.
“Alhamdulillah PT Pos ini kan termasuk BUMN yang untung terus. Saya harap tonggak-tonggak yang baik dilanjutkan dan terus ditingkatkan, jajaran selalu kompak dan bahu membahu,” katanya.
Bantu UKM
Budi Djatmiko sadar, PT Pos memiliki aset yang luar biasa sampai di tingkat kecamatan. PT Pos juga berpengalaman di bidang logistik dan memiliki jaringan keuangan yang luar biasa. Dengan modal tersebut, cukup untuk membuka jaringan distribusi dan logistik berbiaya murah. Tantangannya saat ini logistik PT Pos termasuk mahal.
Selain itu, katanya, bersama anak perusahaan, PT Pos Properti Indonesia, membantu masyarakat di bidang properti. Kemudian jaringan-jaringan di daerah, bisa membantu Usaha Kecil Menengah (UKM). Jadi PT Pos ingin membina UKM-UKM sampai di tingkat kecamatan. PT Pos juga akan bekerja sama perguruan tinggi , untuk melatih dari segi inovasi dan marketing. Selanjutnya melalui kanal-kanal jaringan yang dimiliki PT Pos, mereka bisa melakukan penjualan.
Lewat cara tersebut meningkatkan banyak keuntungan. Namun ia menandaskan PT Pos tidak semata mencari keuntungan, tetapi juga membangkitkan UKM. Sebab, BUMN bukan hanya mencari uang untuk pemerintah, melainkan harus memberi peluang masyarakat. Artinya BUMN harus berdampak bagi masyarakat sekitar.
Karena itulah, ia mengajak jajarannya di daerah terus berkeliling, untuk membangkitkan dan mendampingi UKM-UKM. Sehingga mereka bisa tumbuh dan berkembang. Harapannya jika mereka tumbuh berkembang, maka akan berkontribusi ke PT Pos.
“Kembalinya ke Pos, karena nanti distribusi, kemudian logistiknya Pos yang menangani,” katanya.
Kolaborasi
PT Pos juga diarahkan untuk kolaborasi lebih luas. Kolaborasi dengan siapapun termasuk kompetitor. Dalam konsep kenegaraan, kalau masyarakat sudah melakukan menjalankan perusahaan logistik yang maju, itu sudah bagus. Artinya PT Pos sudah memberikan warna kepada masyarakat. Jadi kehadiran perusahaan BUMN, bukan bersaing untuk membunuh kompetitor. Sebab kompetitor, juga rakyat.
Sehingga saat ini misalnya PT Pos, keluar dengan mengembangkan kargo haji. Saat ini pihaknya mengupayakan membantu program angkutan logistik jemaah haji Indonesia yang pergi ke Makkah dan Madinah. Selama ini hal itu, dilayani perusahaan asing yang masuk ke Indonesia.
‘’Sekarang PT Pos lebih dekat dalam rangka juga membantu mereka. Sekaligus ini adalah sebuah keuntungan kita bersaing dengan negara-negara lain,” ujar Prof Budi Djamiko.
Tidak dipungkiri bahwa PT Pos sejatinya punya pengalaman bekerja sama dengan perusahaan pos di seluruh dunia. Mereka juga dihadapkan pada persoalan yang sama, disruption teknologi. Era disruption itu sebenarnya menggerogoti semua perusahaan-perusahaan pos di dunia. Hanya siapa yang cepat berubah ke arah teknologi, akan menjadi pemenangnya.
Misalnya di Indonesia sampai hari ini, masih tergagap-gagap dengan perubahan tersebut. Mereka yang lahir tergagap menghadapi teknologi, dan sulit menyesuaikan diri.
Kenalkan ke GenZ
Salah satu yang diupayakan saat ini adalah tetap menghidupkan budaya surat menyurat seperti di Belanda. Misalnya, sebagai tanda atau bukti seseorang pernah bepergian ke Amsterdam, adalah mengirim surat atau kartu pos dari kota. Hal itu sudah berkembang di Eropa. Sayang belum dikembangkan menjadi kebiasaan di Indonesia sebagai bukti otentik.
Di Eropa juga memanfaatkan kartu pos sebagai bentuk ucapan selamat, misalnya ucapan ulang tahun, selamat wisuda, dan pernikahan. Saat ini, ungkap dia, PT Pos sedang mengkampanyekan konsep program pos untuk filateli, sekaligus kartu pos, dan perangko Prisma sebagai kenang-kenangan.
“Jadi kalau wisuda, ulang tahun, pernikahan, perkawinan, kami menjual perangko prisma. Nah, itu otentik tanggalnya,” katanya.
Sembari mengkampanyekan kembali tradisi surat menyurat, pihaknya juga mengenalkan benda-benda pos kepada Gen Z. Sayangnya, anak-anak muda saat ini tidak kenal pos. Ia pernah menyebar 35 kuisioner di Kantor Pos Bandung. Hasilnya, 95 % orang, tidak kenal pos. Yang kenal pos berusia di atas 30 tahun. Jadi jadi anak-anak yang berusia 30 tahun ke bawah, tidak kenal pos. Tentu saja hal itu menjadi tantangan dirinya dan PT Pos untuk kembali mengenalkan produk-produk pos yang sebenarnya luar biasa.
Dampak Ekonomi
Prof Budi bermimpi PT Pos ke depan mampu memberikan solusi kepada ekonomi bangsa dan negara. Dengan bekal efisiensi dan teknologi, mampu mentransformasikan logistik jauh lebih murah. Sehingga tercipta harga yang sama di berbagai penjuru tanah air. Misalnya harga di Jakarta, di Ambon, dan Papua bisa sama.
Menurutnya persoalan tersebut menyangkut masalah logistik. Walaupun tidak mudah, hal itu bisa terwujud asal Danantara mampu menyatukan perusahaan-perusahaan logistik dan memberikan orkestra yang baik. Sehingga mimpi tersebut bisa menjadi kenyataan. Jadi mengapa Indonesia Tengah, dan Indonesia Timur tidak maju? Salah satu faktornya adalah harga semen yang mahal. Harga semen di Jawa Barat, Makasar, dan Papua berbeda.
Sehingga ide besar Prof Budi Djatmiko adalah membangun melalui daerah-daerah tertinggal dan terdepan atau terluar. Dengan begitu Indonesia akan berubah. Apalagi dengan menyatukan konsep pendidikan berbasis pedesaan, maka logistik akan jadi murah, karena orang pintar yang dari desa tidak perlu ke kota. Orang pintar di desa ditumbuhkembangkan dengan pendidikan atau berlatar pendidikan sesuai dengan kondisi desanya, disatukan dengan teknologi kekinian. Maka bersama kekuatan lain, PT Pos bisa membawa dan menghantarkan, Indonesia jauh lebih maju.
“Ini harapan saya ke depan, sehingga orang Indonesia bagian barat, tengah, dan timur maju bersama untuk bangsa ini dengan logistik yang murah. Orang tidak berebut ingin ke Jakarta, karena semua daerah maju,” tambahnya.