Di tengah tantangan dinamika ekonomi global saat ini, hingga narasi rush money di dalam negeri, kinerja bank-bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) tetap menunjukkan fundamental kuat.
Ketua Umum Himbara, Sunarso menegaskan, kinerja Himbara saat ini dinilai sangat solid sehingga menjadi bukti nyata bahwa sinergi dan tata kelola yang baik telah menjadi modal kuat bagi Himbara untuk menghadapi tantangan industri yang dinamis.
“Selain itu, fundamental bisnis yang kuat dari bank-bank yang tergabung dalam Himbara juga mampu menjaga stabilitas industri perbankan yang akan berdampak positif bagi perekonomian nasional,” ujar Sunarso.
Berdasarkan laporan kinerja keuangan konsolidasian tahun 2024, bank-bank Himbara berhasil mencatatkan kinerja positif. Dari sisi kredit, bank-bank Himbara berhasil mencatatkan pertumbuhan kredit positif di berbagai segmen,
di antaranya BRI menyalurkan kredit sebesar Rp 1.354,64 triliun, tumbuh 6,97% YoY, dengan 81,97% disalurkan kepada segmen UMKM.
Bank Mandiri mencatatkan total penyaluran kredit konsolidasi sebesar Rp 1.670,55 triliun atau meningkat 19,5% YoY, dengan segmen wholesale sebagai motor utama pertumbuhan.
Bank BNI membukukan pertumbuhan kredit 11,6% YoY menjadi Rp 775,87 triliun, seiring dengan pemulihan ekonomi nasional dan ekspansi kredit yang prudent.
Sedangkan Bank BTN mencatatkan pertumbuhan kredit 7,3% YoY, dari Rp 333,69 triliun menjadi Rp357,97 triliun, dengan mayoritas kredit berasal dari segmen KPR, baik subsidi maupun non-subsidi.
Peningkatan kredit tersebut juga didukung oleh likuiditas yang memadai, dengan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang positif di seluruh bank Himbara. BRI berhasil menghimpun simpanan sebesar Rp 1.365,45 triliun, dengan CASA mencapai 67,30% atau Rp 918,98 triliun.
Bank Mandiri mencatatkan simpanan sebesar Rp 1.699 triliun, tumbuh 7,73% YoY, dengan CASA mendominasi 80,3% dari total DPK. BNI pun juga terus memperkuat basis pendanaannya, terutama dari segmen Tabungan ritel.
Kinerja BNI
Tercatat, tabungan Bank BNI tumbuh sebesar 11% secara tahunan, dari Rp232 triliun pada tahun 2023 menjadi Rp 258 triliun pada tahun 2024. Demikian juga dengan Bank BTN yang membukukan pertumbuhan DPK 9,1% YoY, dari Rp 349,93 triliun menjadi Rp 381,67 triliun, dengan rasio CASA sebesar 54,1%.
Kinerja positif ini juga menambah kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan nasional. Masyarakat juga dianggap telah dewasa menyikapi adanya isu-isu negatif yang kadang menerpa sektor keuangan di Indonesia.
Hal ini tercermin dari kejadiaan beberapa waktu lalu, dimana masyarakat sempat dihebohkan dengan adanya seruan ajakan di media sosial untuk menarik dana dari bank-bank BUMN terkait adanya rencana pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
Namun demikian, masyarakat dinilai telah dapat mengambil sikap yang berjarak atas adanya isu semacam ini. Hal ini dibuktikan dengan belum tampaknya pergerakan dana dengan jumlah tidak wajar di bank-bank BUMN.
Di sisi lain, perbankan dan otoritas juga memastikan keamanan dana masyarakat di perbankan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan tidak ada penarikan dalam jumlah yang tak wajar di bank-bank BUMN.
Dari sisi Pemerintah, komitmen untuk membuat industri keuangan tetap sehat juga tersirat dari kebijakan yang dikeluarkan. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto seusai menghadiri rapat terbatas pembahasan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) APBN 2026 di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu 26 Maret 2025
mengatakan Presiden Prabowo Subianto menginginkan perampingan struktur komisaris di perbankan BUMN dan menekankan agar posisi itu hanya diisi oleh para profesional.
Langkah tersebut, menurut Airlangga menjadi bagian dari upaya memperkuat manajemen Bank BUMN dan meningkatkan respons positif dari pasar.
“Itu memang arahan Bapak Presiden bahwa jumlah daripada komisarisnya itu dibuat lebih ringkas dan diisi oleh profesional,” ujar Airlangga dalam keterangan pers kepada awak media usai rapat.
Menurut Airlangga, struktur baru ini akan tetap menyesuaikan kebutuhan masing-masing bank. Selain itu, komposisi komisaris juga tetap akan mencakup unsur dari kementerian teknis terkait.
“Kalau misalnya ada yang mewakili kementerian, ada yang mewakili dari keuangan, ada yang mewakili juga misalnya kalau untuk BRI unsur kementerian teknis UMKM,” jelasnya.
Pro Pasar
Bagiamana pun, kondisi industri perbankan di Indonesia saat ini juga kebijakan Pemerintah yang pro pasar, memang akan memperkuat bisnis perbankan dalam negeri, khususnya bank Himbara.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah mengatakan, dengan kondisi yang sangat mendukung, bank BUMN akan selalu menikmati keuntungan yang super besar.
Ia juga memprediksi dividen yang diberikan akan terus meningkat. “Jadi kalau keuntungan laba (Bank Himbara) saya perkirakan ya selama sistem keuangan, sistem moneter kita, kebijakan moneter kita tidak banyak berubah, masih sangat tinggi,” jelasnya.
Benar saja, bila melihat dari data paruh pertama tahun 2024, bank pelat merah mengungguli capaian laba bersih di antara 10 bank terbesar di Indonesia.
Menurut data OJK, Bank BRI konsisten menjadi penyumbang rekor laba dengan raihan Rp60 triliun per Desember 2023. Angka tersebut tumbuh 17,5% dari tahun 2022 lalu.
Adapun NIM BRI tercatat paling tebal dengan raihan 6,64%. Sementara itu BSI merupakan hasil merger anak usaha BRI, BNI, dan Bank Mandiri sukses memperbesar skala bisnis dan meningkatkan jumlah nasabah secara signifikan.
Setelah merger jumlah nasabah BSI meningkat lebih dari 6 juta nasabah menjadi 20,46 juta pada Juni 2024. Ini menjadikan BSI sebagai bank syariah dengan customer base terbesar di dunia dan peringkat lima di Indonesia.
Aset BSI rerata tumbuh dua digit sejak berdiri. Per Juni 2024, aset BSI naik 15,05% secara tahunan (yoy) menjadi Rp360,85 triliun per Juni 2024. Besaran tersebut menjadikannya sebagai bank syariah terbesar dan urutan keenam bank terbesar se-Indonesia.
Pengamat BUMN dari Datanesia Institute Herry Gunawan memastikan, pada tahun ini, kondisi perbankan masih relatif stabil. Hal ini dilihat dari penyaluran kredit yang menjadi pendapatan terbesar perbankan, masih tumbuh secara tahunan di atas 10% dan DPK yang masih tumbuh positif dibandingkan tahun sebelumnya.
“Dengan demikian, potensinya memberikan dividen yang besar masih sangat tinggi. Dengan asumsi payout ratio sama dengan tahun buku 2023, perbankan dapat memberikan dividen besar kepada pemegang saham, dan bisa lebih tinggi,” ungkap Herry.