John Anis – Indonesia Menyimpan 40 % Cadangan Panas Bumi Dunia

Share

PT Pertamina New and Renewable Energy (NRE) merupakan perusahaan energi terbesar di Indonesia, yang terdiri dari empat entitas bisnis, yakni PT Pertamina Geothermal Energy (anak perusahaan), PT Jawa Satu Power (afiliasi), PT Jawa Satu Regas (afiliasi), dan PT Industri Baterai Indonesia.

Bisnis Pertamina NRE fokus pada pengembangan energi bersih dan berkomitmen tinggi mendukung aspirasi net zero emission Indonesia pada 2060 melalui transisi energi. Itu merupakan program besar pemerintah untuk mewujudkan swasembada energi dengan green energy.

John Anis dibesarkan di industri hulu migas. Lebih dari 30 tahun, ia memiliki pengalaman upstream migas, atau kegiatan produksi minyak dan gas yang meliputi pencarian sumber daya hingga ekstraksi.

Semua pekerjaan di bidang itu telah dilalui, mulai dari bisnis development, bisnis strategi, strategic planning project dan operation-nya termasuk Health Safety Environment (HSE), drilling, intervention, produksi, komersial logistik, supply chain, hingga human capital.

Pernah mendapat tugas di Jepang saat bekerja di Schlumberger, perusahaan jasa ladang minyak multinasional yang beroperasi di seluruh dunia.

“Jadi hampir semua sudah saya lewati. Kemudian di saat-saat terakhir mendapat pengalaman untuk masuk ke dalam bidang new and renewable energy,” katanya.

Fokus EBT
Tugas Pertamina NRE, menurut John Anis, selain menajamkan fokus core business power, juga ada penambahan cakupan bisnis Energi Baru Terbarukan (EBT). Perubahan itu tentu saja sangat strategis dan sangat krusial.

Karena Pertamina menerapkan dual growth strategy atau strategi pertumbuhan berganda. Di satu sisi mengandalkan legasi bisnis minyak dan gas, di sisi lain ada bisnis rendah karbon. Bisnis rendah karbon itu, dalam jangka panjang, diharapkan menjadi salah satu ujung tombak bisnis Pertamina.

Hal itu merupakan brand positioning Pertamina yang berkomitmen untuk mendukung transisi energi yang dikampanyekan pemerintah. Jadi sesuai mandat yang diberikan Kementerian BUMN, Pertamina NRE menjadi garda terdepan bisnis perusahaan minyak plat merah itu dalam jenis energi baru dan terbarukan.

Transformasi dari Pertamina Power Indonesia menjadi Pertamina NRE menurutnya mencerminkan komitmen dalam pengembangan energi bersih, yang tidak hanya berbasis pada tipe bisnis power generation saja, tapi mengembangkan energi ramah lingkungan sebagai bisnis masa depan.

“Core bisnis utamanya pasti pengembangan energi terbarukan, dekarbonisasi industri, serta perdagangan karbon,” jelasnya.

Aset Pembangkitan
Aset pembangkitan listrik Pertamina NRE tersebar di berbagai wilayah Indonesia, seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi, dengan total kapasitas terpasang saat ini mencapai lebih dari 2,5 GW dan terus bertambah seiring dengan pengembangan proyek-proyek baru.

Untuk panas bumi, Pertamina NRE melalui anak usahanya, Pertamina Geothermal Energy (PGE), mengelola 13 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) yang tersebar di enam area, yaitu Kamojang, Karaha, Lahendong, Lumut Balai, Ulubelu, dan Sibayak, dengan kapasitas terpasang 672 MW yang dioperasikan sendiri (Own Operation).

Hingga tahun 2024, listrik yang dihasilkan oleh Pertamina NRE Group telah mencapai lebih dari 5,5 juta GWh. Pengembangan terus dilakukan dengan meningkatkan kapasitas pembangkitan, mengoptimalkan pemanfaatan energi terbarukan, serta mempercepat implementasi teknologi baru guna mendukung transisi energi dan ketahanan energi nasional.

Menurut John Anis, tantangan utama yang dihadapi oleh seluruh pelaku industri energi baru dan terbarukan (EBT) mencakup keekonomian proyek dan nilai investasi yang masih tergolong besar, regulasi yang terus berkembang, serta kesiapan teknologi dan SDM yang perlu terus ditingkatkan.

“Namun, dengan kolaborasi pemerintah, swasta, dan masyarakat, tantangan ini dapat diatasi secara bertahap,” katanya.

Swasembada Energi Hijau
John Anis mengungkapkan potensi energi baru terbarukan Indonesia sangatlah besar. Mulai dari panas bumi, surya atau solar panel, angin, hidro, hingga bioenergi. Potensi pengembangan dari keseluruhan energi tersebut kurang lebih sekitar 3.700 Gigawatt (GW).

Bahkan untuk panas bumi, Indonesia menyimpan 40 % cadangan panas bumi dunia, dengan total kapasitas atau potensinya sekitar 28 GW. Padahal saat ini baru digunakan 11 % atau 2,8 GW. Potensi yang belum dimanfaatkan masih 90 %.

Melihat potensi yang luar biasa besar itu, tentu saja Pertamina sangat berkomitmen untuk mendukung pengembangan EBT. Pertamina NRE sebagai subholding, menurutnya, benar-benar fokus di pengembangan EBT.

Perusahaan siap mendorong pertumbuhan portofolio hijau di Pertamina Grup hingga 17%. Saat ini Pertamina sudah memiliki kapasitas terpasang panas bumi sekitar 672 MW, PLTS 55 MW, PLTBG 2,4 MW dan lainnya. Itu merupakan bukti konkret bahwa Pertamina memiliki portofolio energi hijau.

Sehingga John Anis pun yakin, dengan dukungan regulasi pemerintah, investasi yang tepat, kerjasama dengan mitra strategis baik domestik maupun internasional dengan visi net zero emission, Indonesia mampu berswasembada energi hijau.

“Dengan dukungan itu, cita-cita untuk mewujudkan swasembada energi hijau, saya rasa dapat tercapai sesuai target pemerintah,” katanya.

Memimpin Transisi
Misi Pertamina NRE adalah memimpin transisi sekaligus menjadi pemimpin dalam solusi rendah karbon dan energi terbarukan, serta bisnis energi hijau masa depan di Indonesia. Jadi John Anis menegaskan bahwa Pertamina NRE menjadi pemimpin transisi energi tersebut.

Hal itu bakal tercapai melalui akselerasi program inovasi dan mendorong inisiatif, serta melakukan terobosan untuk menciptakan ekosistem energi yang lebih ramah lingkungan sesuai misi pemerintah mewujudkan net zero emission.

Untuk mencapai tujuan tersebut, kata John Anis, Pertamina Grup tidak kerja sendiri. Ada pihak eksternal yang terjun dalam penyediaan energi baru terbarukan sebagai solusi energi rendah karbon dan ramah lingkungan.

Misalnya saja Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), bukan hanya Pertamina, ada beberapa sektor swasta yang terlibat. Begitu juga dengan pembangkit tenaga surya, dan biogas.

Salah satu yang cukup besar adalah pembangkit listrik tenaga gas uap. PLTGU Jawa Satu, atau Jawa Satu Power (JSP), menyuplai hampir 1,8 GW kelistrikan di grid Jawa- Bali. Itu merupakan pembangkit terintegrasi terbesar di Asia Tenggara.

Ekspansi ke Luar Indonesia
Menurut John Anis tidak menutup kemungkinan, ke depan, Pertamina NRE mengembangkan bisnis EBT di luar Indonesia. Selain untuk menambah portofolio, juga untuk memperkuat balance net sebagai perusahaan, serta meningkatkan capability dan capacity building.

Menurutnya sangat penting untuk melakukan banyak hal baru. Tentu saja muaranya adalah menggandeng partnership masuk ke Indonesia untuk membantu pengembangan EBT di dalam negeri.Akan berpartner dengan investor negara lain. Mereka diundang untuk membantu bersama-sama, berpartner mengembangkan di Indonesia.

“Kami yakin ini juga akan memberi manfaat bagi Indonesia, dan membuat kami sebagai perusahaan global player, “ paparnya.

Pengembangan EBT di luar negeri, menurutnya, bisa dilakukan dengan menyalurkan energi ke luar negeri atau membangun power plant (pembangkit). Hal itu tergantung kesempatan. Seperti saat ini yang masih ramai dibicarakan, ekspor listrik ke Singapura.

Kalau pemerintah setuju, Pertamina RNE tentu saja ingin berkontribusi. Itu salah satu contoh mengirim energi dari Indonesia ke luar negeri. Saat ini juga menjajaki geothermal di beberapa negara, Kenya misalnya.

Di negara Afrika tersebut terdapat potensi geothermal. Pertamina RNE memiliki kemampuan baik teknikal maupun finansial. Jadi peluang berpartner dengan mereka untuk pengembangan EBT sangat terbuka.

Solar Panel
Pembangkit bersumber EBT yang dikembangkan Pertamina NRE, menurutnya tersebar dari seluruh wilayah Indonesia, mulai Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.

Dari jenis sumber energinya, geothermal, tenaga surya, angin, hidro, hingga biogas, harus diakui daya yang terbesar dihasilkan Jawa Satu Power tadi di Cilamaya, Jawa Barat sekitar 1,8 GW. Selanjutnya geothermal dengan kapasitas total 672 MW. Itu tersebar di Ulubelu, Lumut Balai, Sibayak, dan Hululais, Sumatera.

Kemudian Jawa Barat di daerah Kamojang dan Karaha. Selanjutnya di Sulawesi Utara ada di Lahendong. “Sedangkan untuk solar panel memang tersebar, kecil-kecil. Totalnya 52 MW, yang terbesar ada di Rokan,” katanya.

Diakuinya, sumber energi matahari memang tidak terbatas. Tetapi banyak hal yang menyebabkan energi matahari tidak bisa dimanfaatkan secara optimal. Contohnya saja kelembapan, awan, hingga sinar matahari tidak bersinar penuh sepanjang hari.

Berdasarkan hitung-hitungan teknis, rata-rata sinar yang bisa dimanfaatkan sekitar 3-4 jam. Meskipun matahari selalu ada, tapi kenyataannya dalam setahun rata-rata per hari sekitar 3-4 Jam saja.

Kendala lainnya, menurutnya, adalah ketersediaan lahan. Apalagi Indonesia terdiri dari kepulauan yang kecil-kecil, sehingga ketersediaan lahan terbatas. Peruntukan lahanya juga mempertimbangan untuk pengembangan perkebunan, perumahan atau digunakan untuk hal-hal lain.

Ada beberapa terobosan. PLN misalnya mengembangkan floating solar di danau, dan kami juga ingin mencoba mengembangkan di dekat garis pantai. Dengan garis pantai yang panjang, potensinya, itu bisa membantu untuk menghadapi kendala lahan yang terbatas,.

John Anis melihat bahwa ke depan bisnis EBT akan menjadi bisnis utama bagi Pertamina. Hal itu yang terjadi di dunia secara umum. Hanya saja, saat ini ada sedikit perlambatan dibanding kecepatan sebelumnya.

Tapi ia yakin bahwa arah pengembangan ke depan tidak bisa dihindari. Jadi pasti terus berjalan seiring perkembangan teknologi, regulasi, dan situasi negara-negara di dunia, termasuk dukungan kondisi cuaca ekstrem atau atau perubahan temperatur.

Sekalipun demikian, ia memastikan bahwa bauran dari EBT diproyeksikan akan terus meningkat. Walaupun saat ini Pertamina menganggap masih ada beberapa hal yang belum bisa dikategorikan major atau siap baik dari segi teknologi, maupun perhitungan sisi keekonomian.

Yang jelas, pengembangannya sudah dimulai, dan akan terus berjalan. “Suatu saat EBT akan menggantikan sumber-sumber energi tradisional yang kita miliki sekarang terutama fosil. Memang rentang waktunya jangka panjang, tapi harus dimulai. Pilar-pilar sudah kita tanamkan,” katanya.

Contoh Sukses
Ada beberapa negara lain sukses mengembangkan EBT. Seperti Brazil yang sukses menyulap tebu menjadi gula, bahan bakar bioetanol, dan bagas, semacam sampah dari ampas tebu, sebagai bahan bakar pembangkit listrik hijau.

Saat ini di negara Amerika Latin itu, setiap pompa bensin tersedia bioetanol dengan harga relatif lebih murah dari bensin biasa. Hanya saja, menurut John Anis, Brazil telah mengembangkannya sejak 30-40 tahun silam.

Kemudian panel solar panel sudah sangat berkembang di China. Di kawasan timur tengah, panel surya itu pun berkembang pesat. Karena mereka tidak terkendala lahan, di pasang di gurun-gurun pasir dengan tingkat kelembaban rendah. Penyinaran matahari pun memiliki waktu yang lebih panjang.

“Jadi mereka sudah mempunyai instalasi bergiga-giga watt. Semua itu dengan harga yang murah,” ungkapnya.

Ia pun mendukung sepenuhnya program unggulan Presiden Prabowo untuk mendorong swasembada energi hijau. Kebijakan tersebut dinilai sangat tepat. Pertamina NRE melihat kebijakan tersebut sebagai peluang, dan momentum strategis untuk mempercepat pembangunan infrastruktur energi hijau.

Komitmen dukungan tersebut diwujudkan secara nyata dengan melakukan ekspansi proyek energi bersih di sektor industri dan transportasi. Pertamina NRE mempunyai program rencana jangka pendek dan jangka panjang, dengan strategi akselerasi.

Rencana tersebut sudah sangat jelas, dan sudah sangat sering dikomunikasikan ke pemangku kepentingan untuk mendapatkan dukungan regulasi.

“Komitmen Presiden Prabowo sangat kuat, sehingga kami sangat optimis bahwa target tersebut bisa tercapai dan memberikan hasil positif bagi bangsa Indonesia,” katanya.

John Anis sendiri merupakan lulusan Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB). Mengawali karier profesionalnya di Schlumberger pada 1992 sebagai Wireline and Logging Field Engineer.

Kemudian bergabung dengan Total E&P Indonesia sejak 1996. Pernah menjadi General Manager PT Pertamina Hulu Mahakam, kemudian Direktur Utama PT Pertamina Internasional EP, dan Direktur Utama PT Pertamina Hulu Indonesia.

Saat ini posisinya adalah CEO PT Pertamina New and Renewable Energy (NRE), salah satu anak usaha PT Pertamina (Persero).

Tonton Video Selengkapnya

Artikel Terkait

Scroll to Top