Menurut Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman, faktor domestik di antaranya pelemahan Rupiah akibat keluarnya dana asing,
kenaikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemangkasan rating saham RI oleh Morgan Stanley, salah satu bank investasi terbesar dan berpengaruh di dunia, dari equalweight ke underweight, serta tren holding cash menjelang libur panjang Idul Fitri.
Beberapa faktor global di antaranya eskalasi perang dagang AS dengan mitranya, kebijakan The Fed yang mempertahankan suku bunga tinggi dalam waktu lama, peralihan dana asing dari emerging markets ke China, serta ketegangan geopolitik.
Walaupun begitu kondisi fundamental perusahaan tercatat, terutama perusahaan-perusahaan besar, masih menunjukkan performa yang baik.
“Sehingga penurunan harga saham tersebut memberikan peluang bagi para investor untuk menambah portofolio investasinya di pasar modal Indonesia,” katanya.
Trading Halt
Dalam tren penurunan seperti ini, BEI menghentikan sementara perdagangan saham (Trading Halt). Iman Rachman menjelaskan, tujuan pemberlakuan Trading Halt, antara lain, agar investor dapat memanfaatkan waktu untuk mencerna informasi dan menganalisis kembali strategi investasi masingmasing.
Dengan begitu, investor dapat lebih siap menghadapi situasi selanjutnya dan selalu rasional dalam mengambil keputusan berinvestasi. Kebijakan Trading Halt dapat memberikan waktu bagi pasar untuk menyesuaikan diri (cooling down) terhadap volatilitas yang terjadi.
Efektivitas Trading Halt dalam meredam volatilitas pasar tersebut dapat terlihat dari penurunan indeks yang mereda pada sesi penutupan setelah adanya pemberlakuan Trading Halt.
Pada 18 Maret 2025 ketika Trading Halt diberlakukan karena IHSG menyentuh 5% pada pukul 11:19 WIB, indeks berangsur membaik bahkan sebelum sesi I berakhir.
“Pada perdagangan sesi II, indeks terus membaik dan pada akhir jam perdagangan ditutup dengan penurunan yang lebih rendah, yaitu -3,84% (dtd),” tambahnya.
Dampak Perekonomian
Sepanjang tahun 2025 hingga tanggal 25 Maret 2025, IHSG telah terkontraksi sebesar 11,93% (ytd). Selain itu, investor asing masih mencatatkan net sell sebesar Rp 33,12 triliun hingga Selasa (25/3).
Keluarnya dana asing tersebut sejalan dengan pelemahan rupiah terhadap dolar AS yang hingga hari Selasa (25/3) yang telah mencatatkan depresiasi sebesar 2,80% (ytd) menjadi Rp16.622/USD.
Selain itu, bursa saham negara lain, terutama di kawasan ASEAN, yaitu Thailand, Malaysia, dan Filipina turut terkontraksi sepanjang tahun 2025. Namun, BEI tetap meyakini adanya peluang bagi pasar modal Indonesia untuk kembali rebound dan bangkit.
“Salah satu yang menjadi peluang saat ini adalah nilai rasio P/E saham kita yang merupakan terendah di ASEAN hingga tanggal 25 Maret 2025,” ujar Iman Rachman.
Sejalan dengan hal tersebut, secara umum kinerja perusahaan tercatat masih menunjukkan pertumbuhan yang positif hingga akhir tahun 2024.
Kinerja indikator makroekonomi RI tercatat masih solid, yang ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi yang masih relatif stabil di kisaran 5% sepanjang 2024, neraca perdagangan yang telah surplus selama 58 bulan beruntun, cadangan devisa yang masih tinggi, dan hutang pemerintah terhadap PDB yang masih terjaga dalam batas aman.
Dari sisi sektoral, hampir seluruh sektor di BEI mengalami tekanan. Sepuluh dari sebelas sektor mencatatkan penurunan, didorong oleh sektor basic materials yang mencatatkan koreksi terdalam, sementara itu, sektor teknologi menjadi satu-satunya sektor yang mencatatkan kenaikan hingga Selasa (25/3).
Beberapa sektor, seperti sektor keuangan, properti, industri, bahan baku, consumer cyclicals menjadi sektor yang mungkin paling terdampak oleh kondisi pasar seperti saat ini.
Meskipun hampir seluruh sektor mengalami penurunan sepanjang tahun 2025, secara fundamental, perusahaan di BEI masih menunjukkan kinerja yang solid. Secara umum, hampir seluruh sektor membukukan kenaikan pertumbuhan laba bersih pada kuartal III-2024 jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
“Hal tersebut tentunya masih menjadi peluang bagi kinerja sektoral kita di tengah koreksi indeks yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir ini” katanya.
Minat IPO
Iman Rachman menjelaskan, sepanjang tahun 2025 hingga 25 Maret 2025, terdapat 11 Perusahaan Tercatat baru di BEI dengan total dana yang dihimpun mencapai Rp5,9 triliun.
Dari jumlah tersebut, 3 Perusahaan Tercatat masuk dalam kategori Lighthouse IPO (kapitalisasi pasar minimum Rp3 triliun dan saham yang ditawarkan
minimum 15% atau Rp700 miliar). Salah satu perusahaan dalam kategori Lighthouse IPO tersebut, PT Yupi Indo Jelly Gum Tbk, efektif tercatat pada tanggal 25 Maret 2025.
Selain itu, masih terdapat 31 Calon Perusahaan Tercatat dalam pipeline. Namun, terdapat 4 Calon Perusahaan Tercatat yang proses pencatatannya ditunda oleh Bursa. Penundaan ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kondisi keuangan yang kurang baik dan rencana penggunaan dana yang tidak matang.
Salah satu satu program kerja BEI adalah memberikan awareness kepada para Calon Perusahaan Tercatat mengenai IPO dan penerbitan EBUS melalui kegiatan one-on-one meeting. Secara total, di bulan Januari-Februari 2025 telah dilakukan 45 pertemuan oneon- one terhadap 41 penerbit efek potensial.
”Jumlah pertemuan tersebut lebih tinggi dari periode bulan Januari- Februari 2024 yang mana dilakukan 37 pertemuan one-on-one terhadap 33 penerbit efek potensial” jelasnya.
Investor Ritel
Sementara itu, persentase kepemilikan investor ritel dalam beberapa tahun terakhir terus meningkat. Data per Februari 2025 menunjukkan bahwa kepemilikan investor domestik mencapai 55%, dengan 18% di antaranya berasal dari investor ritel domestik. Angka ini mengalami peningkatan signifikan dibandingkan 2019 yang hanya sebesar 10%.
Semakin kuatnya basis investor ritel diharapkan dapat menjadi cushion untuk meredakan volatilitas yang terjadi jika terdapat aliran dana asing yang dapat didorong oleh faktor eksternal.
Kondisi ini terlihat pada perdagangan saham saat IHSG mengalami penurunan tajam pada 18 Maret 2025. Ketika terjadi net vsell investor asing sebesar Rp2,5
triliun, sebanyak Rp2 triliun justru diserap oleh investor ritel domestik,
sementara sisanya sebesar Rp492 miliar diserap oleh investor institusi lokal. Hampir 60% total transaksi pada hari tersebut dilakukan oleh investor ritel.
“Hal ini menunjukkan peran penting investor ritel dalam memanfaatkan momentum penurunan pasar. Juga menunjukkan adanya optimisme dari investor ritel atas peluang berinvestasi di pasar saham meskipun terjadi koreksi yang cukup dalam,” katanya.
Buyback tanpa RUPS
Untuk menahan dampak lebih besar, BEI melaksanakan kebijakan yang telah diputuskan oleh OJK, yaitu menunda implementasi short selling serta mengkaji lebih lanjut kebijakan buyback saham tanpa perlu melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Menindaklanjuti penurunan IHSG pada 18 Maret 2025, OJK menerbitkan Kebijakan Pelaksanaan Pembelian Kembali Saham yang dikeluarkan oleh perusahaan
terbuka dalam kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan pada 19 Maret 2025.
Dalam kebijakan ini, OJK menetapkan status kondisi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf g POJK Nomor 13 Tahun 2023 (POJK 13/2023) sebagai kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan. Kebijakan tersebut telah disampaikan kepada Direksi Perusahaan Terbuka melalui surat resmi OJK tertanggal 18 Maret 2025.
Opsi kebijakan buyback saham tanpa RUPS ini merupakan salah satu kebijakan yang pernah dikeluarkan oleh OJK di Sektor Pasar Modal dan pada praktiknya dapat memberikan fleksibilitas bagi Emiten untuk menstabilkan Harga Saham dalam Kondisi Volatilitas Tinggi dan meningkatkan kepercayaan investor.
BEI terus mendukung kebijakan yang diterapkan oleh OJK sebagai regulator pasar modal. Setiap kebijakan yang diambil telah mempertimbangkan kondisi pasar dan bertujuan menjaga stabilitas serta pertumbuhan pasar modal Indonesia secara berkelanjutan.
BEI juga terus berkoordinasi dengan OJK dan pemangku kepentingan lainnya agar implementasi kebijakan ini berjalan optimal.
Pelaksanaan buyback tanpa RUPS diharapkan dapat menjadi sinyal positif bagi investor mengenai kondisi fundamental Perusahaan Tercatat yang baik dan keterbukaan informasi mengenai pembatasan harga saham untuk pembelian kembali saham juga dapat memberikan estimasi bagi investor mengenai harga transaksi yang akan terjadi.
Hal ini dapat memitigasi dan mengurangi dampak pasar yang berfluktuasi secara signifikan dan berpotensi memberikan tekanan terhadap stabilitas pasar modal, termasuk kinerja pelaku pasar modal.
Dalam mendorong sentimen positif, BEI saat ini tengah dalam tahap final permohonan persetujuan OJK untuk meningkatkan transparansi pasar melalui penyempurnaan distribusi data. Terkait dengan Liquidity Provider, saat ini sudah ada 11 Anggota Bursa (AB) yang berminat menjadi pilot program.
Selain itu, BEI juga berupaya mengoptimalkan kontribusi pasar modal terhadap pertumbuhan ekonomi melalui high-level meeting dengan pemerintah untuk mendorong pemanfaatan pasar modal dalam mencapai target pertumbuhan 8% pada 2029.
“BEI juga bekerja sama dengan OJK untuk merumuskan inisiatif untuk efisiensi penggalangan dana di pasar modal, baik melalui percepatan IPO dan rights issue, maupun instrumen lain seperti DIRE, DINFRA, dan EBA/SP,” kata Iman Rachman.