Gema Iriandus Pahalawan S.T., M.M – Dekarbonisasi Sektor Pengeboran Dengan Pendekatan Green Drilling

Share

Komisaris Utama PT Pertamina Drilling Services Indonesia (PDSI), Gema Iriandus Pahalawan S.T., M.M menyambut baik langkah korporasi memasuki babak penting, dekarbonisasi sektor pengeboran.

Bukan hal kecil, karena industri pengeboran dikenal sebagai salah satu penyumbang emisi karbon terbesar di sektor energi. Namun, tantangan ini bisa menjadi peluang untuk transformasi jangka panjang melalui visi Green Drilling.

Salah satu inovasi penting PDSI adalah mengganti sebagian mesin diesel pada peralatan pengeboran dengan gas bumi menggunakan teknologi Dynamic Gas Blending System.

Teknologi ini memungkinkan kombinasi otomatis antara solar dan gas tergantung kondisi operasional, menghasilkan efisiensi bahan bakar dan penurunan emisi karbon hingga 30%. Langkah ini menjadi tonggak awal integrasi teknologi tanpa mengorbankan kinerja operasional.

PDSI juga telah memasang panel surya di fasilitas Training Center sebagai langkah konkret dalam penerapan energi terbarukan di lingkungan kerja internal. Energi matahari ini disinergikan dengan kendaraan listrik dan sistem pencahayaan LED hemat energi, yang secara keseluruhan berhasil menurunkan emisi sekitar 23,2%.

“Green Drilling adalah komitmen jangka panjang kami untuk mendukung target Net Zero Emission Indonesia 2060,” katanya.

Gema menegaskan bahwa perusahaan energi tidak lagi dapat memandang keberlanjutan sebagai kewajiban tambahan. Ke depan, pelanggan akan memilih mitra yang tidak hanya efisien secara biaya tetapi juga bertanggung jawab terhadap lingkungan.

Mendorong Transformasi
Sebagai Komisaris Utama PT PDSI, Gema turut aktif menyusun dan mendorong visi jangka panjang terkait nilai, budaya, dan keberlanjutan korporasi. Salah satunya adalah penegasan budaya keselamatan (safety culture) sebagai titik tolak seluruh proses transformasi.

Budaya ini tidak hanya dipandang sebagai kewajiban regulatif, tetapi juga sebagai identitas organisasi. Keselamatan juga harus didukung oleh kompetensi sumber daya manusia yang mumpuni.

Maka, dalam kerangka transformasinya, Gema jugamemprioritaskan penguatankapasitas SDM, terutama dalam tantangan teknologi dan lingkungan yang terus
berubah.

Di sinilah ia mendorong pelatihan lintas bidang, mulai dari keahlian teknis pengeboran, penguasaan teknologi baru, hingga pemahaman nilai-nilai Environmental, Social, and Governance (ESG).

ESG menjadi kerangka kerja nyata yang diterapkan di setiap lini usaha PDSI. Mulai dari penanaman 1.000 mangrove di pesisir Jakarta hingga penerapan Dynamic Gas Blending System dan instalasi panel surya, semuanya mencerminkan integrasi ESG dalam keputusan strategis operasional.

Gema juga mendorong modernisasi operasional secara sistematis, termasuk penerapan teknologi dan efisiensi energi. Ia membuka jalan untuk digitalisasi proses pengeboran, peningkatan sistem monitoring emisi, hingga penguatan infrastruktur hijau.

Semua ini dirancang untuk menjawab dua tuntutan sekaligus: efisiensi ekonomi dan tanggung jawab ekologis. Dalam Townhall Meeting, Gema memberikan arahan strategis, salah satunya menekankan bahwa keselamatan kerja bukan sekadar kebijakan administratif, tetapi harus menjadi budaya kolektif.

Penanaman Mangrove
Gema turut memimpin penanaman 1.000 pohon mangrove di Taman Wisata Alam Mangrove, Pantai Indah Kapuk 2, Jakarta Utara. Inisiatif hijau ini menjadi bagian dari peringatan Bulan K3 Nasional sekaligus bentuk nyata komitmen PDSI terhadap Sustainable Development Goals (SDGs).

“Kegiatan ini tidak hanya meningkatkan kualitas lingkungan, tetapi juga berdampak positif bagi masyarakat sekitar yang bergantung pada ekosistem mangrove,” ujarnya.

Mangrove dikenal sebagai benteng alami yang mampu mencegah abrasi pantai, menyerap karbon dalam jumlah besar, serta menyediakan habitat penting bagi biota laut.

Dalam konteks perubahan iklim dan tekanan terhadap pesisir perkotaan, aksi seperti ini menjadi semakin relevan. Program CSR PDSI juga diperluas hingga Pulau Pari, Kepulauan Seribu, menciptakan rasa memiliki dan tanggung jawab bersama. bukan hanya dari sisi korporat, tetapi juga dari warga sekitar.

“Tanggung jawab sosial perusahaan tak boleh berhenti di laporan tahunan atau sekadar angka donasi. Yang kita tanam hari ini bukan sekadar pohon, tapi masa depan,” tegasnya.

Perjalanan Karier
Gema Iriandus Pahalawan menghabiskan masa kecilnya di lingkungan timur Indonesia yang sarat akan kedisiplinan dan ketangguhan hidup. Nilai-nilai ini membentuk karakternya yang konsisten, tekun, dan pantang menyerah.

Pilihannya untuk mengambil Teknik Lingkungan di ITB pada akhir 1980-an menunjukkan minatnya terhadap isu-isu teknis yang berkaitan dengan konservasi dan keberlanjutan.

Kariernya melejit setelah bergabung dengan PT Pertamina (Persero). Dalam program pengembangan awal, ia menjalani pendidikan tambahan selama satu tahun sebelum ditempatkan di Medan sebagai awal kariernya di bidang operasi dan distribusi migas.

Sambil bekerja, ia meraih gelar Magister Manajemen dari Universitas Sumatera Utara (USU). Kepemimpinannya semakin terlihat saat menjabat sebagai General Manager Marketing Operation Region VIII (MOR VIII), yang meliputi Maluku, Papua, dan sekitarnya.

Salah satu terobosannya adalah kolaborasi antara Pertamina dan PT Pos Indonesia untuk memperluas layanan logistik energi di daerah terpencil. Ia juga memimpin pelaksanaan program nasional BBM Satu Harga, khususnya di Pegunungan Tengah Papua.

Pertamina Patra Niaga
Setelah sukses di bidang operasional, Gema dipercaya menduduki posisi strategis sebagai Direktur Operasi di PT Pertamina Patra Niaga, anak usaha Pertamina yang mengelola distribusi BBM dan produk energi lainnya di sektor hilir.

Ia memperkenalkan digitalisasi sistem distribusi energi melalui pengembangan Fleet Management System (FMS) dan Terminal Automation System (TAS), yang diterapkan di berbagai Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM), termasuk TBBM Ujung Berung, Bandung. Digitalisasi ini menjadi pijakan awal transformasi sistem logistik energi nasional.

Gema tidak hanya memimpin dari belakang meja, tetapi juga terjun langsung dalam implementasi kebijakan, terutama di wilayah dengan hambatan geografis ekstrem. Ia kemudian diangkat sebagai CEO Badak LNG, yang menuntut keahlian dalam ekosistem teknis, birokrasi korporat, dan sensitivitas publik.

Presdir PT Badak NGL
Penunjukan Gema Iriandus sebagai Presiden Direktur dan CEO PT Badak NGL (Badak LNG) menandai fase baru bagi salah satu perusahaan pengolahan gas alam cair terbesar di Indonesia.

Bagi Gema, pengelolaan industri gas alam tidak lagi eksploitatif, tetapi mengedepankan efisiensi, konservasi, dan transisi energi. Hal ini tercermin dalam dua inisiatif utama, yaitu Proyek LPG Production Booster System (LPBS) dan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

Salah satu tantangan utama dalam industri gas alam cair adalah tingginya tingkat gas residu yang belum dimanfaatkan secara optimal dalam proses produksi. LPBS hadir sebagai solusi teknis untuk mengatasi masalah ini.

Secara kuantitatif, hasil proyek ini sangat signifikan, tidak hanya meningkatkan volume produksi tetapi juga secara nasional mengurangi ketergantungan impor LPG. Efisiensi ini juga berdampak pada pengurangan emisi gas buang, karena lebih banyak gas dapat dimanfaatkan sebagai produk akhir.

Selain itu, proyek ini turut berkontribusi pada penurunan emisi karbon, meskipun data terkait reduksi CO₂ masih dalam tahap verifikasi teknis oleh otoritas lingkungan.

Tantangan Produksi
Gema menjelaskan bahwa pada awal operasionalnya, kilang LNG Badak hanya memiliki dua train (unit pengolahan LNG). Seiring meningkatnya volume gas alam yang diterima

jumlah train bertambah hingga mencapai delapan pada puncak produksi di tahun 2001. Namun, dengan menipisnya cadangan gas di Kalimantan Timur, jumlah feed gas yang masuk ke kilang menurun drastis.

Saat ini hanya dua train yang masih aktif, dengan volume produksi sekitar 10,4 juta meter kubik per tahun. Jika tidak ditemukan cadangan baru, operasional kilang diperkirakan hanya bisa bertahan hingga tahun 2029–2030.

Pada masa kejayaannya, Badak LNG bukan hanya menjadi kilang LNG terbesar di Indonesia, tetapi juga di dunia, dengan reputasi global yang didukung oleh lebih dari 120 juta jam kerja aman (safe manhours) dan tenaga kerja berkeahlian tinggi.

Kini, Badak LNG tengah dikembangkan menjadi LPG Hub dengan memindahkan fungsi floating storage Pertamina ke fasilitas penyimpanan darat. Selain itu, dibangun juga LNG Regasifikasi yang dirancang untuk memasok energi ke kawasan industri Kalimantan Timur dan mendukung Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

Transformasi Badak LNG ini menjadi hub energi internasional membuka peluang kontribusi baru, baik di tingkat nasional maupun global. Lokasi geografis Bontang yang strategis—terletak antara Asia dan Australiam,emberi keunggulan dalam akses pasar.

Di kawasan regional, menjadi simpul penting untuk pasokan LNG ke Jepang, Korea Selatan, Tiongkok, dan India, yang merupakan empat importir LNG terbesar di dunia.

Artikel Terkait

Scroll to Top