Cicilan Utang dan Bunga Terus Membebani APBN

Share

Untuk menganalisis postur RAPBN 2026, majalah Ekonomi Indonesia mewawancarai Yozi Aulia Rahman, SE, M.Sc, staf pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Semarang (Unnes). Yozi juga menjadi Tim Ahli Kajian Pembangunan Daerah di beberapa pemerintah kabupaten/kota di Jawa Tengah. Berikut beberapa petikan wawancaranya.

Bagaimana kesimpulan umum terhadap pidato presiden Prabowo Subianto, mengenai Pengantar RAPBN 2026 di DPR RI, 15 Agustus 2025 ?

Secara umum, didalam RAPBN 2026 telah mencakup program-program prioritas yang dijanjikan Presiden Prabowo Subianto saat kampanye. Salah satu contohnya adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan alokasi dana sebesar Rp 335 triliun, meningkat hampir 100% dari anggaran MBG tahun 2025 yang hanya Rp 171 triliun.

RAPBN 2026 juga menitikberatkan program prioritas lainnya, seperti peningkatan ketahanan pangan, energi, kualitas pendidikan dan kesehatan, penguatan ekonomi rakyat, serta kedaulatan negara. Kebijakan efisiensi anggaran tetap berlanjut pada 2026 untuk mengatasi kebocoran anggaran dan fokus pada program yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Apakah secara umum terjadi perubahan strategi pembangunan, jika dibanding dengan pemerintahan sebelumnya yang lebih menitikberatkan pada infrastruktur ?

Melihat postur APBN tahun 2025 dan 2026, terdapat perubahan strategi pembangunan dibandingkan era Presiden Jokowi. Untuk mencapai Visi Indonesia Emas 2045,

Presiden Prabowo mengusung strategi yang berbeda. Fokus diarahkan pada penguatan kualitas pembangunan manusia sejak dini dengan peningkatan sektor pendidikan dan kesehatan.

Tujuan pembangunan juga mencakup peningkatan kedaulatan negara, baik dalam hal pangan (swasembada), energi, maupun pertahanan. Pembangunan infrastruktur tetap berjalan, namun tidak seintensif pemerintahan sebelumnya.

Apakah terlihat filosofi atau ideologi pembangunan ekonomi yang akan dilaksanakan, karena Presiden Prabowo selalu mengingatkan pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945 ?

Jika diperhatikan dengan saksama, Pidato Kenegaraan Presiden tersebut tampaknya mencerminkan keinginan dan harapan untuk menerapkan ideologi ekonomi kerakyatan sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945.

Fokus pembangunan bangsa diarahkan pada program-program yang berbasis kemandirian dan kedaulatan bangsa, serta mendorong perekonomian yang adil dan merata.

Presiden Prabowo berusaha mengadopsi filosofi pembangunan berbasis Ekonomi Kerakyatan yang digagas oleh ayahnya, begawan ekonomi Indonesia, Prof. Soemitro Djojohadikoesoemo.

Ide besar ini harus benar-benar diterapkan dalam setiap kebijakan ekonomi pemerintah. Dukungan dan pengawasan dari seluruh masyarakat sangat diperlukan agar implementasi kebijakan tersebut tetap sesuai dengan nilai-nilai filosofisnya.

Pertumbuhan ekonomi, dilaporkan lebih dari 5 persen, di luar dugaan banyak fihak. Apa penyebab capaian ini ? Dan bagaimana prediksi pertumbuhan 5,4 di tahun 2026, apakah cukup realistis ?

Pertumbuhan ekonomi kuartal II sebesar 5,12% (y-o-y) melampaui ekspektasi dan prediksi banyak pihak, meskipun ada yang meragukan kredibilitas data BPS. Hal ini disebabkan oleh perlambatan sektor manufaktur dan tekanan daya beli masyarakat.

Berdasarkan rilis BPS, dari sisi produksi atau lapangan usaha, seluruh sektor mengalami pertumbuhan, dengan sektor-sektor seperti Jasa Lainnya (11,31%), Jasa Perusahaan (9,31%), Transportasi dan Pergudangan (8,52%), serta Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (8,04%) mencatat pertumbuhan signifikan.

Dari sisi pengeluaran, seluruh komponen pengeluaran juga tumbuh. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada pengeluaran pemerintah (21,05%), diikuti oleh ekspor (4,85%), PMTB (4,10%), dan konsumsi rumah tangga (3,14%).

Target pertumbuhan 5,4% pada tahun 2026 dinilai cukup menantang tetapi realistis. Diperlukan langkah penguatan internal dan eksternal untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional di tengah meningkatnya tensi geopolitik dan potensi ketidakstabilan ekonomi global.

Apa saja tantangan ekonomi ke depan, baik dari dalam negeri maupun secara global?

Dari sisi internal, tekanan terhadap daya beli masyarakat menjadi tantangan besar karena konsumsi rumah tangga menyumbang sekitar 53-54% dari total PDB nasional.

Pemerintah perlu menjaga stabilitas harga dan pasokan kebutuhan pokok, menciptakan lapangan kerja, mengurangi angka PHK, serta memberikan subsidi dan bantuan kepada masyarakat miskin.

Tantangan berikutnya adalah menjaga iklim usaha tetap stabil dan kondusif melalui kebijakan pro-investasi, kepastian hukum, dan kemudahan berusaha. Kebocoran anggaran juga harus ditekan, memastikan belanja negara sepenuhnya untuk kepentingan masyarakat.

Dari sisi eksternal, peningkatan suhu geopolitik dan dampak tarif AS dapat memengaruhi angka ekspor, meskipun tarif telah turun dari 32% menjadi 19%.

Bagaimana mengenai harapan pertumbuhan ekonomi dan investasi yang ditumpukan pada Danantara?

Terlalu dini untuk berharap pembentukan Danantara dapat langsung menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi dan investasi nasional. Danantara sebaiknya fokus terlebih dahulu pada penyelesaian berbagai permasalahan pengelolaan BUMN.

Permasalahan seperti utang BUMN yang menumpuk, biaya operasional yang terus meningkat, hingga manajemen yang seharusnya diisi oleh orang-orang kompeten perlu diselesaikan.

Jika restrukturisasi internal ini dapat dilakukan secara optimal, bukan tidak mungkin Danantara akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan investasi di masa depan.

Presiden menargetkan APBN tanpa defisit, di tahun 2027 atau 2028, apa saja yang harus dipersiapkan ?

APBN tanpa defisit adalah hal yang sulit diwujudkan karena kebutuhan belanja pemerintah terus meningkat setiap tahun, sementara target penerimaan negara sering kali tidak mencapai angka yang ditetapkan.

Berdasarkan UU 17 Tahun 2023, defisit anggaran maksimal adalah 3% dari PDB, meskipun pernah dilebarkan hingga 5% saat pandemi COVID-19.

Untuk menetapkan APBN tanpa defisit atau anggaran berimbang, diperlukan usaha ekstra keras. Dari sisi belanja, pengeluaran yang tidak produktif harus dikurangi, termasuk mengawasi potensi kebocoran dan korupsi anggaran.

Meski efisiensi telah dilakukan, hal ini belum cukup, mengingat alokasi anggaran untuk program prioritas seperti MBG, Koperasi Merah Putih, Sekolah Rakyat, dan lainnya tetap sangat besar.

Dari sisi pendapatan, pemerintah perlu mendorong tax ratio yang stagnan di angka sekitar 10%. Upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak dan PNBP melalui ekstensifikasi serta peningkatan kesadaran wajib pajak harus selalu menjadi prioritas.

Kementerian juga harus memaksimalkan program Coretax agar administrasi dan pengawasan perpajakan berjalan optimal. Masalah lain pada penerimaan negara adalah potensi kehilangan pendapatan dari dividen BUMN yang kini dikelola oleh Danantara.

Banyak kebocoran bisa ditekan, untuk meningkatan pendapatan negara, dari sektor apa saja, dana bagaimana caranya ?

Pemerintah perlu bertindak berani dan tegas untuk mengatasi kebocoran penerimaan negara, khususnya dari pajak sektor Sumber Daya Alam (SDA) seperti perkebunan dan pertambangan.

Pengawasan yang lebih ketat harus dilakukan agar penguasaan lahan perkebunan dan pertambangan tidak dilakukan secara ilegal, serta memastikan kewajiban pembayaran pajak terpenuhi.

Untuk itu, diperlukan kolaborasi sinergis antara pemerintah dan penegak hukum seperti kejaksaan, kepolisian, dan KPK agar komitmen mengatasi kebocoran pajak dapat terwujud.

Bagaimana agar masalah utang dan beban bunga, tidak membebani APBN berikutnya ?

Pembayaran cicilan utang beserta bunganya selalu menjadi tantangan bagi APBN karena merupakan kewajiban yang tidak bisa dihindari. Pemerintah perlu memastikan bahwa utang yang sudah diambil dapat dialokasikan ke sektor-sektor produktif.

Dengan demikian, utang tersebut dapat memberikan efek multiplier bagi perekonomian dan berpotensi meningkatkan penerimaan negara. Langkah lain yang bisa diambil adalah restrukturisasi utang atau debt restructuring melalui negosiasi dengan kreditur.

Pengelolaan utang juga harus dilakukan secara prudent, yaitu dikelola dengan terukur, hati-hati, bertanggung jawab, serta mempertimbangkan segala bentuk risikonya.

RAPBN 2026 Rp 3.147, 7 T, dengan target Penerimaan Pajak Rp 2,357,7 T menurut Menkeu ini cukup ambisius, apa saja yang harus dilakukan ?

Target penerimaan pajak masih dianggap realistis, meskipun target pajak tahun 2024 belum tercapai. Ada beberapa langkah untuk meningkatkan penerimaan pajak.

Pertama, melakukan penegakan hukum untuk mengatasi kebocoran setoran pajak baik dari sisi internal (petugas pajak) maupun eksternal (pembayar pajak).

Kedua, mengoptimalkan coretax untuk meningkatkan tata kelola administrasi dan pengawasan perpajakan. Ketiga, meningkatkan kepercayaan wajib pajak dengan memastikan bahwa pajak yang dibayarkan dikelola secara profesional dan dialokasikan untuk program-program yang bermanfaat bagi masyarakat.

Defisit Rp 638, 8 T, bagaimana akan dipenuhi ?

Pemenuhan defisit seperti itu masih bergantung pada utang-utang baru yang akan dilakukan. Penerbitan utang baru bisa melalui obligasi negara yang dijual kepada investor atau pinjaman dari lembaga multilateral.

Alternatif lainnya adalah memanfaatkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) dari realisasi anggaran tahun sebelumnya untuk menutup defisit di tahun berikutnya.

Meskipun target rasio utang tahun 2026 sebesar 39% masih di bawah batas maksimal yang ditetapkan UU Keuangan Negara, yaitu 60% dari PDB, pemerintah tetap perlu berhati-hati dalam pengelolaannya agar Indonesia tidak terperangkap dalam jebakan utang (debt trap).

Artikel Terkait

Scroll to Top