Arief Mulyadi - Direktur Utama PT Permodalan Nasional Madani (PNM)

Arief Mulyadi – Mendapat Modal Negara Rp 1 Triliun Salurkan Pembiayaan Rp 337 Triliun

Share

Direktur Utama PT Permodalan Nasional Madani (PNM), Arief Mulyadi menyebut Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dipimpinnya dibentuk oleh dua tokoh nasional, yaitu Adi Sasono yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, serta Tanri Abeng sebagai Menteri Negara Pendayagunaan BUMN. Idenya berasal dari Presiden BJ Habibie.

Sebelum bergabung dengan PNM, Arief Mulyadi sudah banyak terlibat dalam kegiatan sosial yang diinisiasi bersama, baik melalui Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) maupun aktivitas lainnya.

Ia juga pernah bekerja di bidang keuangan di Grup Bakrie, di mana Tanri Abeng menjabat sebagai CEO. Saat PNM resmi berdiri, Arief bergabung sebagai salah satu staf awal dan bahkan menjadi account officer pertama.

“Kalau berbicara dengan teman-teman di internal PNM, saya ini lahir, dibentuk, dididik, dan ditantang di PNM,” ujarnya.

Ketika diangkat menjadi direktur pada April 2017, statusnya sebagai karyawan otomatis berakhir. Ia telah mengabdi di PNM selama 18 tahun sebelum masuk ke jajaran direksi. Sejak Februari 2018, ia dipercaya menjadi Direktur Utama dan kini tengah menjalani periode kedua kepemimpinannya.

“Tinggal sedikit lagi di ujung amanah ini, justru saya yang mulai ketar-ketir, apa yang bisa saya tinggalkan sebagai warisan untuk PNM,” tuturnya.

Founding Father PNM
Arief Mulyadi menjelaskan, jika menyebut siapa yang layak dianggap sebagai founding father PNM, maka almarhum B.J. Habibie adalah sosok yang sangat pantas.

Pendirian PNM ditandai dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1999 yang ditandatangani Habibie saat menjabat sebagai Presiden Ketiga Republik Indonesia.

“Secara formal, dapat dikatakan bahwa dasar pendirian PNM diletakkan oleh beliau,” katanya.

Nama Permodalan Nasional Madani pun berasal dari pemikiran Habibie. Kata “Permodalan” merujuk pada peran BUMN ini dalam menyebarluaskan dan mendistribusikan modal. Namun, modal yang dimaksud bukan hanya bersifat finansial, tetapi mencakup tiga jenis: modal finansial, modal intelektual, dan modal sosial.

Modal finansial disalurkan sebagaimana umumnya oleh bank atau lembaga pembiayaan, dalam bentuk pinjaman, kredit, maupun skema pembiayaan syariah. Namun, PNM tidak hanya memberikan modal finansial saja.

Modal ini harus dilengkapi dengan modal intelektual, seperti pelatihan, pendampingan, kurasi, dan pemberian informasi. Hal ini penting karena pelaku usaha mikro umumnya memiliki keterbatasan dalam mengakses informasi dan meningkatkan kapasitas mereka.

Modal sosial, yang dianggap paling penting oleh Habibie, adalah jenis modal ketiga. Tidak ada orang yang dapat berusaha sendirian. Harus ada sinergi dan kolaborasi yang dibangun melalui kepercayaan dan hubungan antarpelaku usaha. Inilah konsep modal sosial yang terus dikembangkan PNM melalui penguatan jejaring.

PNM juga harus memiliki jangkauan nasional, tidak hanya hadir di kota besar atau desa tertentu, tetapi mampu menjangkau seluruh Indonesia. Arief Mulyadi mengenang saat terakhir melapor kepada Habibie setelah ulang tahunnya pada Juni 2019.

Saat itu, disampaikan bahwa PNM telah hadir di sekitar 2.000 hingga 3.000 kecamatan, dan Habibie menyambut capaian tersebut dengan sangat positif.

“Per hari ini, kehadiran PNM telah menjangkau 6.165 kecamatan dari sekitar 7.400 kecamatan di Indonesia. Layanannya telah mencakup 452 kabupaten dan kota dari total 514, dan hadir di 36 dari 38 provinsi,” katanya.

Ia kembali mengutip pesan Habibie bahwa tujuan akhirnya adalah membentuk masyarakat madani atau civil society. Kata “madani” berasal dari akar kata Arab mudun yang berarti modern.

Masyarakat madani digambarkan sebagai masyarakat yang sejahtera, harmonis, rukun, dan minim konflik, dengan tingkat disparitas ekonomi yang tidak terlalu tinggi.

Transformasi PNM
PNM telah mengalami beberapa transformasi penting. Arief Mulyadi menjelaskan bahwa transformasi pertama terjadi pada tahun 1999 ketika PNM menerima tugas pertama dari negara sebagai pengelola kredit program eks Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI).

Momen ini ditandai dengan serah terima pengelolaan kredit program dari Bank Indonesia (BI) kepada PNM pada 15 November 1999, dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,

khususnya pasal mengenai pelimpahan fungsi non-moneter dari BI. Dari 16 skim kredit program yang sebelumnya dikelola oleh BI, PNM dipercaya mengelola 12 skim.

“Inilah tonggak awal perjalanan PNM sebagai lembaga pembiayaan yang mengemban amanah pembangunan ekonomi nasional dari akar rumput,” katanya.

Dua tahun kemudian, PNM melakukan transformasi kedua dengan membentuk unit bisnis Lembaga Keuangan Mikro Syariah. Pada saat itu, perhatian terhadap lembaga keuangan lokal seperti koperasi, Baitul Maal wat Tamwil (BMT), Baitul Qirat di Aceh, Lumbung Pitih Nagari di Sumatera Barat, dan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali masih sangat terbatas.

PNM merasa perlu memberikan keberpihakan terhadap lembaga-lembaga ini karena mereka memiliki potensi untuk memonetisasi sumber daya lokal dan menjadi saluran masuknya modal dari luar ke dalam desa.

Untuk itu, PNM menjalin kemitraan strategis dengan sejumlah induk koperasi. Bersama Induk Koperasi Simpan Pinjam (IKSP), dibentuklah PNM-IKSP. Bersama Induk Koperasi Syariah (Inkopsyah), dibentuk PNM-BMT Nasional.

Sementara bersama Induk Koperasi Wanita (Inkopwan), dibentuk PNM-Inkopwan. Ketiga entitas ini menjadi saluran pembinaan terhadap unit-unit koperasi anggota mereka. Namun, program tersebut telah selesai masa operasionalnya.

Transformasi ketiga terjadi pada Juli 2008, ketika PNM mendirikan Unit Layanan Modal Mikro (ULaMM) yang secara khusus menyasar pelaku usaha mikro dan kecil. Hingga kini, ULaMM tetap aktif dengan 628 unit layanan tersebar di seluruh Indonesia.

Transformasi keempat dan yang paling berdampak luas adalah lahirnya program PNM Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar) pada tahun 2016, jelasnya.

Pengentasan Kemiskinan
Program Mekaar diluncurkan sebagai implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2015 yang mengatur penambahan penyertaan modal negara kepada PNM sebesar Rp1 triliun untuk mendukung program pengentasan kemiskinan.

Mekaar dirancang sebagai pembiayaan berkelompok yang pesertanya adalah perempuan, khususnya dari kelompok prasejahtera dan rentan sejahtera menurut klasifikasi desil satu hingga empat. Sejak 2016 hingga Juni 2025, Mekaar telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp337 triliun dari modal awal Rp1 triliun.

Jumlah penerima manfaat program Mekaar mencapai 22,4 juta perempuan, dengan 15,8 juta nasabah aktif hingga Juni 2025. Perbedaan angka ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti sekitar 400 ribu peserta meninggal dunia,

terutama saat pandemi COVID-19, serta 1,8 juta nasabah yang naik kelas menjadi nasabah BRI atau Pegadaian setelah pembentukan Holding Ultra Mikro yang menggabungkan BRI, PNM, dan Pegadaian.

“Masih ada sekitar 33,5 juta perempuan yang menjadi potensi sasaran program ini di masa depan. Pekerjaan rumah PNM belum selesai”, katanya.

Dalam upaya pemberdayaan di tingkat akar rumput, terdapat tantangan tersendiri. Misalnya, ada nasabah yang melunasi pinjaman dalam setahun dengan angsuran mingguan hingga 50 kali, lalu memilih beristirahat beberapa bulan.

Ini menunjukkan bahwa sebagian pelaku usaha mungkin telah memanfaatkan pembiayaan awal sebagai modal produktif, tetapi belum sepenuhnya mampu mempertahankan atau meningkatkan skala usaha mereka.

“Ini catatan penting bagi kami. Utang bagi masyarakat prasejahtera bukan hanya soal akses finansial, tetapi juga daya tahan usaha yang harus terus dipantau dan diperkuat melalui pendekatan sosial dan intelektual,” jelasnya.

Patahkan Mental Block
PNM terus memperluas jangkauan program Mekaar untuk membantu mengentaskan kemiskinan. Awalnya, program ini ditujukan untuk perempuan dari kelompok prasejahtera dan rentan sejahtera pada desil satu hingga empat, namun kini diperluas hingga desil lima.

Skema pembiayaan berkelompok tetap dipertahankan karena efektif menciptakan ruang interaksi sosial dan transfer pengetahuan antar peserta.

Menurut Arief Mulyadi, semangat keberhasilan dalam kelompok sangat menentukan. Ia berharap peserta yang lebih dulu berhasil dapat memberi dampak positif pada anggota lain. Sebab, jika sesama yang tidak berkembang berkumpul, sulit terjadi pergerakan ke atas.

Sejak diluncurkan pada 2016, dampak transformasional Mekaar terlihat bukan hanya dari angka pembiayaan, tetapi juga perubahan pola pikir masyarakat akar rumput. Salah satu pencapaian terbesar adalah mematahkan mental block yang diwariskan lintas generasi.

“Misalnya pemikiran seperti, ‘Sudahlah, jangan mimpi jadi kaya. Kakekmu miskin, ayahmu miskin, keluargamu juga miskin.’ Pola pikir seperti ini yang kami coba tembus,” ujarnya.

Saat ini, rata-rata pembiayaan Mekaar berkisar Rp3 juta per nasabah. Pada awal program, seluruh peserta menerima nominal yang sama untuk menjaga kesetaraan dalam kelompok.

Dulu dimulai dari Rp2 juta, di kota bisa Rp2,5 juta. Sekarang, secara nasional dimulai dari Rp3 juta. Seiring perkembangan usaha, nasabah yang dinilai layak dapat memperoleh pembiayaan yang lebih besar, bahkan hingga Rp12 juta.

Gabung Holding Ultra Mikro Perkuat Pendekatan Kultural

Sejak 2021, PNM tergabung dalam Holding Ultra Mikro bersama BRI dan Pegadaian. Meskipun tetap berdiri sebagai entitas tersendiri, sinergi ini membuka peluang kolaborasi yang lebih luas, baik dalam aspek infrastruktur, ekosistem, maupun integrasi layanan.

PNM turut mengembangkan Sentra Layanan Ultra Mikro (Senyum) bersama BRI dan Pegadaian, menciptakan kolaborasi antarnasabah. Sebagai contoh, nasabah BRI atau Pegadaian bisa menjadi offtaker bagi nasabah PNM. Kolaborasi ini dianggap mempercepat pertumbuhan dan mendukung keberlanjutan usaha para nasabah.

“Nasabah Mekaar kini menjadi feeder utama bagi BRI dan Pegadaian karena telah melalui proses pembiayaan, pemberdayaan, dan pendampingan secara intensif,” katanya.

Dalam hal pendanaan, Arief Mulyadi menyebutkan bahwa PNM memiliki tiga sumber utama. Pertama, dukungan pemerintah melalui pinjaman dari Badan Layanan Umum Pusat Investasi Pemerintah (PIP) di bawah Kementerian Keuangan, yang mencakup sekitar 8-9 persen dari total pinjaman.

Kedua, kerja sama dengan 46 perbankan nasional dan internasional, yang didukung kebijakan Bank Indonesia melalui Peraturan tentang Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (PBI RPIM). Ketiga, akses ke pasar modal dengan outstanding sebesar Rp1-15 triliun dari total pembiayaan Rp49 triliun.

PNM juga mencapai tonggak penting dengan menerbitkan Orange Bonds, obligasi dan sukuk berorientasi gender pertama di Indonesia, kedua di Asia, dan kelima di dunia. Instrumen ini sepenuhnya digunakan untuk mendanai program Mekaar yang fokus pada perempuan.

“Hingga kini, nilai Orange Bonds yang diterbitkan PNM telah mendekati 1 miliar dolar AS, menjadikannya yang terbesar di dunia untuk kategori ini,” jelasnya.

Pendekatan kultural menjadi salah satu kunci dalam pengelolaan PNM, selain menjalankan misi sosial untuk memberdayakan masyarakat miskin. Pengelolaan yang profesional menjadi hal wajib, karena tanpa itu, investor atau kreditur tidak akan memberikan dukungan.

Dalam dua tahun terakhir, laba bersih mencapai lebih dari Rp1,5 triliun, berkat pengelolaan yang optimal, dan hingga Juni 2025, proyeksi laba sudah mencapai Rp880 miliar, lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan kelancaran proses pengembalian kredit kepada bank, serta pemenuhan kewajiban kredit dan obligasi.

Menurut Arief Mulyadi, kekuatan utama dalam pengelolaan PNM adalah doa dari para nasabah, meski pengelolaan tetap dilakukan secara optimal.

Sejak awal, PNM membangun hubungan emosional yang kuat dengan nasabah melalui pembentukan kelompok dalam proses pembiayaan, menciptakan kontrol sosial di antara mereka. Pendekatan kultural juga diterapkan secara lokal, menyesuaikan karakter setiap wilayah.

“Salah satu strateginya adalah merekrut account officer dari lingkungan yang sama dengan nasabah”

Kurangi Rentenir
Menurut Arief Mulyadi, saat ini PNM mungkin masih menjadi salah satu sarana untuk menyelesaikan berbagai persoalan di masyarakat kecil. Meskipun pinjaman online (pinjol) sudah menjangkau desa,

PNM mengklaim bahwa sebagian besar nasabahnya belum banyak yang memiliki gadget sehingga belum bisa mengakses layanan pinjol.

Keberadaan rentenir lebih sulit diatasi karena mereka selalu hadir dan berada di tengah-tengah lingkungan masyarakat. Untuk menghadapi tantangan ini, PNM mendorong rekayasa sosial melalui pembentukan kelompok.

Tujuannya bukan menutup mata pencaharian rentenir, tetapi mendorong agar mereka berbisnis lebih adil dan memberikan nilai ekonomi kepada masyarakat.

Menariknya, banyak rentenir kini menjadi ketua kelompok, bergabung sebagai anggota PNM, dan bahkan dilibatkan sebagai agen BRILink.

BRILink adalah bagian dari program keuangan inklusif BRI yang dijalankan melalui jaringan agen. Dari total 920.000 kelompok nasabah PNM, lebih dari 450.000 ibu-ibu telah menjadi agen BRILink.

“Walaupun belum semuanya aktif, mereka sudah menjadi bagian dari jejaring agen BRILink,” ujarnya.

Langkah ini sejalan dengan upaya memperluas inklusi keuangan, karena transaksi perbankan menjadi lebih dekat dengan masyarakat daerah. Di saat yang sama, strategi ini juga bertujuan mengurangi ketergantungan pada rentenir.

“Ini bagian dari kultur yang tidak bisa dipatahkan begitu saja. Maka pendekatannya pun harus melalui kultur dan proses,” tambahnya.

Perkuat Program Digitalisasi Dukung Kopdes Merah Putih

PNM bergerak di segmen ritel yang luas, besar, dan masif. Tanpa digitalisasi, pemantauan dan pengelolaan seluruh proses akan menjadi sangat sulit.

Di tengah dorongan digitalisasi di berbagai sektor, layanan dan pengelolaan di PNM kini telah dilakukan secara digital. Secara bertahap, nasabah mulai diarahkan untuk masuk ke ekosistem digital.

Saat ini, seluruh aktivitas di lapangan dapat dipantau secara langsung. Seorang account officer (AO) dalam sehari bisa menghadiri lima hingga tujuh pertemuan kelompok, dan semua aktivitas terekam, mulai dari proses pencairan, pembayaran, hingga dokumentasi kehadiran melalui foto.

“Ke depannya, sistem ini mungkin akan dikembangkan ke bentuk video, meskipun saat ini teknologi kompresi masih menjadi kendala,” ujarnya.

Sudah banyak nasabah yang berhasil. Pemantauan dilakukan secara berkelanjutan melalui jejaring kelompok, kelompok besar, hingga pertemuan mingguan bersama AO. Isu-isu di lapangan dapat terdeteksi lebih cepat.

Untuk memperluas wawasan dan memberi inspirasi, diadakan studi banding antarwilayah. Dalam beberapa tahun terakhir, pengiriman juga dilakukan ke Thailand dan sejumlah negara yang memiliki praktik pengembangan UKM yang kuat.

Thailand dipilih karena unggul dalam sektor usaha kecil. Meski belum semua nasabah mendapat kesempatan berangkat, langkah ini menjadi sumber inspirasi bagi banyak pelaku usaha. Dari sisi spiritual, dalam empat tahun terakhir sekitar 150

Nasabah telah diberangkatkan umrah, beberapa di antaranya memulai usaha dengan pembiayaan hanya Rp3,1 juta namun berkembang hingga mampu berangkat ke Tanah Suci.

Ada juga banyak kisah sukses dari anak-anak nasabah, seperti Dika (Aura Farming) yang ibunya menjadi nasabah PNM Mekaar lebih dari delapan tahun, Albertro Fadli, pemain Timnas U-17 pencetak gol, anak nasabah sejak 2017, dan Farel Prayoga, penyanyi cilik yang tampil di Istana Negara, juga anak dari nasabah Mekaar.

Sediakan Penumpang
Terkait gagasan Presiden Prabowo tentang Koperasi Merah Putih untuk memfasilitasi kredit, Arief Mulyadi menyebut koperasi desa sebagai kendaraan baru, di mana PNM menyediakan penumpang yang siap berperan sebagai konsumen, pemasok, atau bagian dari proses bisnis koperasi desa.

Kolaborasi dengan pemerintah daerah sudah terjalin, beberapa bahkan sejak lama. Pada 2017, PNM mendapat penghargaan dari kepala daerah, DPRD, dan masyarakat berupa piagam karena programnya berhasil menurunkan angka kemiskinan di kabupaten tersebut.

PNM lebih sering membangun ekosistem secara mandiri terlebih dahulu. Setelah terbentuk, baru diselaraskan dengan program pemerintah kabupaten yang relevan.

“Kami bangun dulu sistemnya, kemudian kami laporkan dan cocokkan dengan program daerah yang sesuai. Akhirnya program-programnya bisa dikawinkan,” tambahnya.

Nasabah Capai 15,8 Juta Beri Manfaat 21 Juta Orang

Sebagai orang yang terlibat sejak awal dan memahami cita-cita pendirian PNM, Arief Mulyadi menekankan pentingnya untuk tidak cepat puas dalam sebuah perjuangan.

Menurutnya, hal ini menjadi komitmen seluruh keluarga besar PNM. Semakin luas manfaat yang bisa disebarkan, semakin besar pula nilai tambah yang dapat diberikan kepada nasabah maupun ekosistem yang terbentuk. Target PNM ke depan adalah membangun ekosistem yang utuh. Saat ini, PNM telah hadir di 6.165 kecamatan, mencakup 920.000 kelompok, dengan 15,8 juta nasabah aktif. Bahkan, jika dihitung dengan mereka yang pernah mendapat manfaat, jumlahnya bisa mencapai 21 juta orang. Ini menjadi kendaraan dan kanal besar bagi berbagai pihak untuk turut memberi nilai tambah bagi masyarakat bawah.

 

“Dari 15,8 juta nasabah aktif saat ini, jika masing-masing memiliki satu anak, maka ada 15,8 juta anak yang sedang belajar berwirausaha hanya dengan melihat ibunya bekerja,” katanya. Ke depan, PNM terus berupaya menjaga agar para nasabah dapat melanjutkan usahanya secara berkesinambungan. Hal ini penting, mengingat mayoritas nasabah bukanlah orang-orang yang bankable atau visible. Justru banyak di antaranya yang tergolong unvisible, unbankable, bahkan tidak memiliki kemampuan bayar (repayment capacity).

 

“Jangan sampai upaya meningkatkan pendapatan mereka berakhir sia-sia. Karena itu, kami mulai melihat peluang bisnis dan nilai ekonomi dalam ekosistem ini untuk menjamin kesinambungan usaha para nasabah,” tutupnya.

Sejak Berdiri
Arief Mulyadi telah berkarier di PT Permodalan Nasional Madani (PNM) sejak perusahaan ini berdiri. Ia menyadari ada anggapan bahwa terlalu lama bekerja di satu tempat membuat seseorang seperti katak dalam tempurung,

minim pengalaman luar. Ada pula yang menyindir, bertahan karena tak laku di tempat lain. Tapi menurutnya, setiap orang punya jalan hidup masing-masing.

Latar belakang pendidikannya juga tidak biasa. Lulus SMA jurusan IPS, ia justru diterima di Fakultas Biologi melalui jalur Sipenmaru, berbeda jauh dari harapan orang tua yang ingin dirinya nyantri atau masuk sekolah agama.

Kuliah S1 Biologi ditempuh hampir tujuh tahun. Secara akademik sebenarnya selesai tepat waktu, namun karena terlalu menikmati kegiatan riset dan penelitian, lebih banyak waktu dihabiskan di lapangan.

Bahkan setelah lulus pun masih aktif terlibat dalam penelitian, sampai akhirnya ibunya menegur, sudah saatnya mencari pekerjaan yang lebih pasti. Karier formal Arief Mulyadi dimulai di sektor perbankan.

Ia mengikuti program pengembangan calon pimpinan atau Officer Development Program (ODP) di sebuah bank swasta dan bekerja di sana selama kurang lebih lima tahun.

Ketika PNM didirikan sebagai BUMN yang berfokus pada pendampingan pelaku usaha kecil dan menengah, ia langsung tertarik. Sejak masa SMA hingga kuliah, ia memang aktif dalam kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Artikel Terkait

Scroll to Top