Masa kecilnya dilalui dengan menempuh pendidikan dasar di kampung halaman, sebelum melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi di wilayah Kota Batu.
Meski bercita-cita tinggi, keterbatasan ekonomi keluarga membuatnya mengalah. Selepas SLTA, ia memilih tidak melanjutkan kuliah demi membantu membiayai pendidikan ketiga adiknya.
Keputusan itu tidak membuatnya berhenti belajar dari kehidupan. Sempat hampir berangkat ke Bali untuk bekerja, namun akhirnya memilih mengabdikan diri di kampung halaman.
Ia aktif di Koperasi Unit Desa (KUD) Batu sebagai distributor pupuk dan alat pertanian, dan sempat pula bekerja di Hotel Victory. Titik balik hidupnya datang ketika ia diminta menjadi ajudan Walikota Batu saat itu, Imam Kabul. Dari sanalah jejak awalnya di dunia birokrasi kota dimulai.
Setelah kepergian sang walikota, Nurochman nyaris meninggalkan pemerintahan. Atas desakan para tokoh dan pejabat senior Kota Batu, seperti Eko Sohartono, Mukhlis, Kamim Utomo, dan Sekda Widodo, membuatnya bertahan. Ia diberi kesempatan memilih tempat pengabdian, dan dengan idealisme yang tinggi, ia memilih Bappeda sebagai ladang pengabdiannya. Di sana, meski hanya sebagai tenaga honorer, ia menunjukkan totalitas yang tinggi.
Terjun Politik
Perjalanan politik Nurochman mulai tampak nyata pada tahun 2010, ketika ia dipercaya menjadi Ketua DPC Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kota Batu. Saat itu PKB baru saja mengalami kekalahan telak dalam Pemilu 2009 tanpa memperoleh satu kursi pun di DPRD. Di tangan Nurochman, situasi berbalik drastis. Pada Pemilu 2014, PKB berhasil meraih empat kursi dan menempati posisi tiga besar di kota. Ia dipercaya menjadi Wakil Ketua DPRD.
Dari posisi tersebut, ia mulai menyadari keterbatasan peran legislatif dalam mengeksekusi gagasan-gagasan besar untuk masyarakat. Kesadaran itulah yang memunculkan keinginan kuatnya untuk suatu hari mencalonkan diri sebagai walikota. Tetapi, sebagai kader partai yang taat, ia tetap mengikuti garis partai.
Pada Pemilu 2019, PKB kembali naik perolehan kursinya menjadi lima. Nurochman pun melanjutkan kiprah sebagai Wakil Ketua I DPRD, memperkuat sinergi dengan pemerintah kota dan menjembatani aspirasi masyarakat. Pemilu 2024 menjadi momentum penting ketika PKB berhasil menyamai perolehan kursi PDIP, masing-masing enam, dengan selisih suara sekitar dua ribuan. Itu menjadi tonggak baru dalam sejarah politik Kota Batu, yang selama ini didominasi oleh PDIP.
Saat itu, Nurochman sejatinya sudah mendapat perintah dari DPW PKB Jawa Timur yang dipimpin Gus Halim, yang juga Menteri Desa, untuk bersiap menjadi Ketua DPRD. Ia menerima perintah itu dengan patuh. Tak lama berselang perubahan konstelasi politik terjadi. Ketika Gus Ali Ahmad, calon potensial dari PKB untuk Pilkada menyatakan belum siap maju, partai kembali menoleh pada Nurochman. Perintah datang langsung, ia diminta maju sebagai calon walikota.
Sikap loyal dan kedisiplinan khas kader tulen ia kembali bersiap, kali ini bukan sebagai legislator, melainkan sebagai calon kepala daerah. Ia segera melakukan konsolidasi, bersilaturahmi dengan berbagai tokoh, dan memetakan kekuatan politik di Kota Batu. Ia datang belakangan dalam bursa pencalonan, namun jejak panjang pengabdian dan kedekatannya dengan masyarakat menjadikannya figur yang diterima luas.
Harus Profesional
Kini sebagai Wali Kota Batu, Cak Nur datang dengan pandangan jernih dan sikap kritis. Ia melihat progres pembangunan memang berjalan, tetapi ada yang tertinggal yaitu profesionalisme di kalangan eksekutif.
“Kami melihat perlu dilakukan evaluasi dan asesmen bagi para pengambil kebijakan di Pemerintah Kota Batu supaya mampu melakukan transformasi,” tuturnya.
Baginya, birokrasi yang melayani bukan sekadar jargon, melainkan misi yang harus diwujudkan.
Ia ingin membangun kepercayaan diri warga Kota Batu. Bagaimana membangun kembali kebanggaan sebagai warga Batu, seperti halnya visi besar Presiden Prabowo untuk membangkitkan semangat kebangsaan.
Ijazah SLTA
Di balik segala pencapaiannya, Cak Nur tak segan mengakui bahwa dirinya tidak datang dari jalur akademik yang mulus. Ia sempat hanya berijazah SLTA ketika pertama kali terpilih menjadi anggota dewan. Namun itu tak menyurutkan tekadnya untuk terus belajar. Ia menyebut interaksinya dengan berbagai kalangan, dari dosen hingga kepala daerah, sebagai kampus nonformal yang memperkaya pikirannya.
Setelah menjabat, ia melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum dan lulus pada tahun 2018, dilanjutkan ke jenjang magister hukum di Universitas Islam Malang.
“Bagi saya, tidak ada kata terlambat untuk meng-upgrade diri,” katanya.
Sebuah prinsip sederhana yang menjelaskan banyak hal tentang karakter kepemimpinannya, membumi, berani berubah, dan selalu haus akan ilmu.
Sektor Pertanian
Menurut Nurohman, Kota Batu yang hanya berjarak tempuh singkat dari Malang, tak lantas ingin hidup di bawah bayang-bayang kota tetangganya yang lebih besar. Batu adalah saudara muda dengan karakter dan semangat sendiri. Memimpin Kota Batu di tengah dinamika pariwisata dan pertanian bukan perkara mudah. Kota yang dahulu dikenal dengan kekuatan agrarisnya kini berubah menjadi salah satu destinasi wisata unggulan Jawa Timur.
Namun di balik gemerlap lampu taman hiburan dan bangunan-bangunan wisata buatan, ada kegelisahan yang dirasakan Cak Nur. Kegelisahan itu tumbuh dari kesadarannya bahwa sektor pertanian yang menjadi nadi kehidupan sebagian besar warga Batu pelan-pelan mulai tersisih.
Sebagai Wali Kota, ia membawa visi yang berangkat dari sejarah, bukan sekadar mimpi. Ia menyadari bahwa Kota Batu memiliki dua arus besar, agropolitan di era Wali Kota pertama, Imam Kabul, dan kota wisata di era Wali Kota Eddy Rumpoko. Alih-alih memilih salah satu, ia justru mengambil jalan tengah.
Branding Baru
“Saya ingin melakukan mixing” tuturnya. Mengkolaborasi konsep agropolitan dan wisata budaya sehingga tidak terjadi trade-off antara pariwisata dan pertanian. Bagi Cak Nur, pertanian dan pariwisata bukan dua kutub yang saling meniadakan, melainkan dua kekuatan yang bisa tumbuh berdampingan jika dikelola dengan visi yang tepat. Dari situlah lahir gagasan untuk menciptakan ekosistem yang memberi ruang bagi kedua sektor untuk berkembang secara berimbang.
Salah satu langkah konkret yang telah ia tempuh adalah membentuk koperasi dengan konsep Smart Agriculture Ecosystem. Bukan sekadar nama, koperasi ini menjadi cikal bakal dari sebuah transformasi.
“Kami ingin membentuk branding baru, Batu Sentra Hortikultura. Jadi selain Batu Sentra Wisata, ada juga Batu Sentra Agriculture” katanya.
Visi ini tidak berhenti pada tataran ide. Cak Nur juga mendorong pembentukan sebuah perusahaan daerah yang akan menjadi operator utama sektor pertanian. Menurutnya, ini penting untuk menghadirkan keberpihakan konkret terhadap petani. Namun ia sadar betul bahwa badan usaha milik daerah tidak akan berhasil tanpa manajemen profesional.
“Mohon maaf, harus saya sampaikan. Jangan sampai perusahaan daerah hanya jadi tempat balas jasa,” tegasnya. Yang dibutuhkan adalah orang-orang yang profesional, punya totalitas, dan memahami konteks bisnis di sektor tersebut.
Saat ini, Batu memang hanya memiliki dua BUMD, Perumda Among Tirto yang mengelola air bersih, dan PT Batu Wisata Resource (PTBWR), yang menurut evaluasinya belum berjalan maksimal. Karena itulah, ia ingin perusahaan daerah ke depan tidak lagi sekadar simbol kebijakan, melainkan benar-benar menjadi instrumen pembangunan yang kuat dan produktif.
Keberlanjutan
Lingkungan
Nurochman juga menyoroti pentingnya keberlanjutan lingkungan. Pariwisata boleh tumbuh, tapi tidak boleh menggerus kearifan lokal dan ekologi.
“Silakan investasi datang ke Batu, tetapi syaratnya satu, harus merawat dan mencintai lingkungan. Kita ingin pertumbuhan yang tidak mengorbankan masa depan” katanya.
Luas wilayah hanya sekitar 20 kilometer persegi dan tiga kecamatan, Kota Batu memang kecil. Penduduknya tak lebih dari 220 ribu jiwa. Namun keterbatasan tak memadamkan mimpi. Meski APBD-nya hanya sekitar 1,3 triliun dengan tingkat kemandirian fiskal sekitar 18 persen, ia tak menyerah. Justru menggali berbagai sumber pembiayaan kreatif, dari CSR, dukungan APBN dan APBD provinsi, hingga membuka peluang investasi.
Salah satu program unggulannya adalah 1000 Sarjana, untuk meningkatkan kualitas SDM Batu. Pembiayaan program ini bahkan dirancang tak hanya dari APBD, tetapi juga dukungan pihak swasta dan program nasional seperti KIP.
“Kami ingin warga Batu tidak hanya bisa menjadi tuan rumah yang baik, tetapi juga pelaku utama dalam pembangunan daerahnya,” ungkapnya.
Investasi yang masuk harus berpijak pada prinsip keberlanjutan. Ia menyebut, pengembang perumahan misalnya, wajib menjaga keberadaan ruang terbuka hijau, mematuhi aturan sempadan sungai, hingga membangun sumur resapan atau biopori. Semua ini demi menjaga keseimbangan alam Batu yang telah memberi banyak, agar tak berubah menjadi bencana.
Tak hanya itu, harapannya pada proyek strategis nasional, salah satunya adalah pembukaan ruas jalan baru di wilayah utara Kota Batu sebagai solusi kemacetan yang kian meresahkan. “Tanpa menambah jalan, rekayasa lalu lintas apapun tidak akan efektif,” ujarnya.
Nurochman juga membawa gagasan besar soal Senyawa Malang Raya. Bukan sekadar integrasi tiga daerah, Kota Batu, Kota Malang, dan Kabupaten Malang, tetapi kolaborasi mendalam yang berangkat dari dasar hukum dan tata ruang yang saling terkoneksi. “Kalau RT/RW-nya saja masih berbeda, sulit kita berbicara tentang sinergi,” katanya.
Walikota dan Wakil Hasil Kolisi Dua Desa
Sampai sekarang Nurochman masih periodisasi ketiga di DPC PKB. Ia hattrick sebagai ketua DPC PKB, dan akan berakhir tahun 2026. Ia menegaskan bahwa regenerasi adalah keniscayaan dalam politik.
Kalaupun tidak lanjut, kami sudah siapkan kader-kader muda terbaik yang bisa menjadi pemimpin, tidak hanya di partai, tapi juga di pemerintahan” katanya.
Nurochman juga menunjukkan kepiawaiannya membangun relasi pemerintahan yang sehat, terutama bersama Wakil Wali Kota. Berangkat dari dua desa yang berbeda namun masih satu akar budaya, ia menyebut koalisi mereka sebagai “Koalisi Dua Sumber”, sebuah metafora yang merefleksikan kedekatan geografis dan emosional antara dirinya dan wakilnya.
“Saya dari Desa Sumberjo, Mas Wawali dari Desa Sumber Brantas. Jadi ini bukan sekadar koalisi partai, tapi koalisi batin,” katanya.
Ia menyadari bahwa dalam banyak daerah, hubungan kepala daerah dan wakilnya kerap retak pasca-pemilu. Ia bertekad menjadikan pengalaman itu berbeda di Kota Batu. Ia membuka ruang yang setara bagi wakilnya untuk turut berperan dalam pengambilan keputusan dan arah kebijakan strategis pemerintahan.
“Saya ingin menunjukkan bahwa tidak selamanya koalisi beda partai itu berakhir perpecahan,” ujarnya. Sebagai bentuk konkret, saat pidato perdana di DPRD, Nurochman mengajak wakilnya berdiri di sampingnya. Bahkan, ia memberikan kesempatan bagi sang wakil untuk turut menyampaikan pidato. Sebuah simbol harmoni yang jarang terlihat dalam dinamika pemerintahan lokal.
Bagi Nurochman, kerja sama harmonis antara pemimpin puncak menjadi fondasi penting untuk membangun iklim birokrasi yang sehat dan guyub.
“Kalau saya sudah rukun dengan Wawali, maka kepala dinas dan seluruh jajaran pun akan meneladani hal yang sama,” pungkasnya.