Dalam hal calon menggunakan gelar S1, S2 atau S3, maka calon yang bersangkutan harus menyerahkan fotocopy ijazah tersebut yang dilegalisir lembaga yang berwenang.
Prinsip yang digunakan adalah siapa yg mendalilkan, maka dia harus membuktikan. Kalau calon yang bersangkutan menggunakan gelar S1, S2 dan/S3, maka harus membuktikan dengan fotocopy ijazah yang dilegalisir lembaga berwenang.
Dalam hal terdapat keraguan atau laporan masyarakat tentang kebenaran dan keabsahan ijazah seorang calon, maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) menempuh langkah klarifikasi kepada lembaga yang berwenang menerbitkan ijazah dan melegalisir fotocopy ijazah tersebut.
Kebenaran dan keabsahan dokumen, pada prinsipnya adalah dok umen tersebut diterbitkan oleh lembaga yang berwenang.
Kasus Jokowi
Saya punya pengalaman menangani syarat fotocopy ijazah Pak Jokowi, pada Pilkada Kota Solo tahun 2005, Pilkada Kota Solo 2010, Pilgub DKI Jakarta 2012, Pilpres 2014, dan Pilpres 2019.
Pada peristiwa tersebut, KPU melakukan klarifikasi terhadap fotocopy ijazah Pak Jokowi kepada pihak yang berwenang yaitu Universitas Gadjah Mada (UGM). UGM menyatakan ijazah tersebut benar dan sah.
Untuk kategori tindak pidana pemalsuan dokumen (ijazah dalam hal ini), dimulai bila lembaga yang berwenang menerbitkan ijazah dan melegalisir fotocopy ijazah, menyatakan bahwa lembaga tersebut tidak pernah menerbitkan ijazah dan melegalisir fotocopy ijazah.
Dalam hal ini, bila UGM menyatakan bahwa ijazah Pak Jokowi benar dan sah, maka tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pemalsuan dokumen.
Pada dasarnya dokumen asli/otentik yg diterbitkan oleh negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif) dalam penguasaan negara (sertifikat, ijazah, KTP, KK, SIM, Putusan Pengadilan, dan lain lain).
Dokumen negara yang diberikan atau dalam penguasaan kita sebagai Warga Negara statusnya adalah salinan/ kutipan dari dokumen aslinya. Dalam hal dokumen negara yang kita kuasai dinyatakan hilang, maka dapat ditempuh prosedur tertentu untuk memperoleh gantinya.
Misalnya lapor polisi dan laporan tersebut dijadikan dasar utk pengajuan dokumen pengganti kepada lembaga yang berwenang. Demikian penjelasan saya dari berbagai pengalaman yang ada.
Sementara itu, Hasyim Asy’ari sendiri pernah menjadi Anggota dan Ketua KPU Pusat 2016-2024, dan Anggota KPU Provinsi Jawa Tengah 2003-2008. Menjadi Dosen Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Hukum ( FH) Universitas Diponegoro (Undip) sejak 1998 sampai sekarang.
***