Dr. H. Abdul Fikri Faqih, M.M - Anggota Komisi VIII DPR RI/ Fraksi PKS

Merayakan Idulfitri di Tengah Efisiensi – Oleh Dr. H. Abdul Fikri Faqih, M.M

Share

MENTARI Ramadan kembali menyapa, membawa serta gelombang tradisi yang telah mengakar kuat dalam sanubari masyarakat Indonesia. Yakni Lebaran.

Lebaran, sebagai tanda dari berakhirnya bulan suci, tak pernah absen dari kalender tahunan, bahkan ketika tampuk kepemimpinan nasional mengalami perubahan.

Pergantian nahkoda di kursi pemerintahan nyatanya tak mampu menggoyahkan ritual tahunan yang telah menjadi identitas bangsa ini. Seolah menjadi bagian dari collective memory, perayaan Idulfitri terus berulang dengan esensi yang sama, melampaui dinamika politik dan ekonomi sesaat.

Jauh sebelum hiruk pikuk persiapan Lebaran di tingkat birokrasi, masyarakat telah memiliki ritmenya sendiri. Tradisi nyadran, seperti di wilayah Tegal, atau Semarang yang digelar menjelang Ramadan,

menjadi penanda dimulainya pembersihan diri dan lingkungan, sebuah ritual yang mencerminkan kearifan lokal dan penghormatan terhadap leluhur.

Kemudian, sepanjang bulan Ramadan, jalinan silaturahmi semakin erat, kebersamaan meningkat karena kegiatan sosial religius yang semakin banyak, akan menjadi fondasi kokoh menyambut hari kemenangan.

Budaya saling memaafkan, mudik ke kampung halaman—sebuah fenomena sosiologis yang unik di Indonesia—seolah menjadi napas kehidupan yang terus berhembus, tak peduli siapa yang kini memimpin negeri.

Mudik bukan sekadar perpindahan fisik, melainkan juga penguatan ikatan sosial dan kekeluargaan yang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia.

Esensi Mudik
Tentu, ada pula realita yang tak bisa diabaikan. Sebagian masyarakat mungkin terpaksa menahan rindu kampung halaman karena perhitungan ekonomi yang belum mencukupi.

Namun, esensi berbagi tetap mengalir melalui kiriman uang kepada sanak saudara, menunjukkan adaptasi tradisi di era modern. Di akar rumput, kehidupan menjelang Lebaran berjalan relatif seperti tahun-tahun sebelumnya, dengan fokus pada persiapan spiritual dan material untuk merayakan hari kemenangan.

Dinamika yang sedikit berbeda justru terasa di kalangan pemerintahan yang baru terbentuk. Pergantian pucuk pimpinan, hadirnya wajahwajah baru di kursi menteri dan jajaran direktur jenderal, membawa serta semangat dan kebijakan yang segar.

Proses penyesuaian menjadi keniscayaan, sebuah siklus yang wajar dalam transisi kepemimpinan. Di tengah transisi ini, isu efisiensi pun menjadi sorotan utama. Pemerintah, dengan mandat baru, tentu berupaya untuk menata anggaran dan memastikan penggunaan sumber daya yang optimal.

Bahkan, sempat terdengar kabar mengenai penyesuaian anggaran yang kemudian dikembalikan, sebuah langkah yang menunjukkan kehatihatian dalam menjaga stabilitas di tingkat implementasi.

Isu terkait mitra kami di komisi VIII DPR RI, seperti yang kemarin viral soal madrasah pun dilaporkan telah teratasi, sehingga tidak menimbulkan perbedaan signifikan dalam perayaan kali ini, menunjukkan responsifitas pemerintah terhadap potensi isu sensitif.

Tambah Hari Libur
Perubahan yang cukup terasa bagi masyarakat adalah kebijakan memajukan libur sekolah dan memberikan kesempatan Work From Home (WFH) bagi sebagian Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Kebijakan ini tentu membawa dampak tersendiri bagi mobilitas dan aktivitas masyarakat menjelang Lebaran, berpotensi mengurangi kepadatan lalu lintas mudik pada puncak arus.

Namun, di sektor swasta, suasana cenderung berjalan seperti biasanya, mengikuti ritme pasar dan kebutuhan operasional masingmasing perusahaan, menunjukkan adanya perbedaan respons terhadap kebijakan pemerintah antara sektor publik dan swasta.

Kendati demikian, esensi Lebaran sebagai momentum untuk berkumpul, bersilaturahmi, dan saling memaafkan tetap menjadi benang merah yang tak terputus.

Di tengah dinamika pemerintahan dan berbagai penyesuaian kebijakan, tradisi dan budaya masyarakat Indonesia dalam menyambut Lebaran terbukti memiliki daya tahan yang luar biasa.

Ia terus hidup dan bersemi, menjadi pengingat akan pentingnya kebersamaan dan persaudaraan, melampaui segala perubahan yang terjadi di pucuk pimpinan.

Lebaran kali ini, di tengah masa efisiensi dan transisi pemerintahan, sekali lagi membuktikan bahwa tradisi adalah jangkar yang menjaga identitas bangsa, sekaligus menunjukkan kemampuan masyarakat untuk beradaptasi dengan perubahan tanpa kehilangan esensi nilai-nilai luhur.

Selamat Idulfitri, mohon maaf lahir batin.

Artikel Terkait