Dr. Supratman Andi Agtas, S.H., M.H. - Menteri Hukum RI

Menteri Hukum RI – Bentuk Legal Policy Hub Dapur Reformasi Regulasi

Share

Setelah mengabdi sebagai Anggota DPR RI selama dua periode (2014–2024), Dr. Supratman Andi Agtas, S.H., M.H. diangkat sebagai Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI pada 20 Agustus 2024 oleh Presiden Joko Widodo. Ia kemudian kembali dilantik sebagai Menteri Hukum RI dalam Kabinet Merah Putih di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.

Sebagai Menteri Hukum, ia memusatkan perhatian pada reformasi hukum, terutama untuk mengatasi tumpang tindih aturan dalam perundang-undangan.

Melalui harmonisasi regulasi, ia mendorong integrasi aturan demi menghindari ego sektoral antarinstansi pemerintah. Baginya, hukum harus berlandaskan nilai-nilai Pancasila dan keadilan sosial.

Reformasi hukum perlu diarahkan agar lebih adaptif terhadap perkembangan digitalisasi, globalisasi, dan demokratisasi, sambil mempersiapkan sistem hukum yang kokoh untuk menyongsong Indonesia Emas 2045.

Ia percaya bahwa pembangunan hukum adalah prasyarat utama untuk keberhasilan pembangunan nasional. Pertumbuhan ekonomi, program makan bergizi gratis, hingga peningkatan investasi sulit bertahan tanpa regulasi yang kuat, adil, dan berjangka panjang.

“Pengayoman hadir untuk rakyat, hukum tegak untuk Indonesia maju,” tegasnya.

Legal Policy Hub
Supratman Andi Agtas menyatakan bahwa dalam praktik penyusunan kebijakan masih terdapat fragmentasi regulasi, lemahnya koordinasi lintas sektor, dan belum optimalnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah.

Oleh karena itu, diperlukan keterpaduan agar implementasi kebijakan dapat berjalan efektif dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dengan cepat dan tepat.

Kementerian Hukum (Kemenkum) meluncurkan Forum Komunikasi Kebijakan (FKK) melalui Legal Policy Hub sebagai wadah strategis untuk memperkuat koordinasi lintas sektor, menyinergikan kebijakan antarinstansi, serta memastikan proses perumusan regulasi lebih terpadu, efisien, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

“Kementerian Hukum memiliki tugas dan fungsi untuk melakukan koordinasi sekaligus harmonisasi kebijakan dalam bentuk regulasi yang akan disusun,” ujarnya.

Sebagai leading sector dalam pembentukan hukum dan peraturan perundang-undangan, Kementerian Hukum bertugas menyatukan hasil analisis kebijakan dari berbagai sektor agar tercipta regulasi berkualitas yang mendukung kebijakan publik terintegrasi.

Dengan adanya FKK, diharapkan kualitas kebijakan publik meningkat, kebijakan yang dihasilkan berbasis bukti dan kebutuhan masyarakat, serta memiliki arah yang konsisten dan berorientasi pada hasil.

Salah satu contohnya adalah sektor pangan yang berperan penting dalam perekonomian nasional. Kebijakan penyederhanaan regulasi dalam penyaluran pupuk berhasil memangkas 143 regulasi dari tingkat pusat hingga daerah untuk memperkuat ketahanan pangan nasional.

“Forum ini diharapkan melahirkan Policy Brief untuk mendorong modernisasi sektor pangan, memperkuat UMKM, memperluas ekspor, serta memperkokoh ketahanan dan swasembada pangan nasional,” tegasnya.

Transformasi Digital
Kementerian Hukum (Kemenkum) berkomitmen untuk menghadirkan layanan kekayaan intelektual (KI) yang lebih cepat, transparan, inklusif, dan mudah diakses oleh masyarakat maupun pelaku usaha.

Transformasi digital menjadi prioritas utama dalam pengelolaan KI sebagai bagian dari upaya memperkuat tata kelola hukum yang modern, efisien, dan berorientasi pada pelayanan publik.

Komitmen ini disampaikan oleh Supratman Andi Agtas dalam forum internasional Sidang Umum ke-66 World Intellectual Property Organization (WIPO) di Jenewa, Swiss, pada 8 Juli 2025.

Dalam pidatonya, ia menegaskan bahwa percepatan transformasi digital di sektor KI adalah respons terhadap pesatnya perkembangan teknologi dan ekonomi berbasis inovasi.

“Indonesia bertekad menjadi negara yang aktif dalam membentuk ekosistem KI global yang inklusif dan berdaya saing tinggi,” katanya.

Saat ini, seluruh layanan KI di Indonesia telah dilakukan secara daring, mulai dari pengajuan permohonan, tindak lanjut pasca permohonan, hingga pengaduan dan permintaan informasi publik.

Transformasi digital ini berdampak langsung terhadap peningkatan jumlah permohonan KI. Pada semester I tahun 2025, tercatat 152.115 permohonan KI, meningkat 20,02 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2024 sebanyak 126.744 permohonan.

Dari jumlah tersebut, pencatatan hak cipta mendominasi dengan 78.209 permohonan, disusul merek dagang sebanyak 64.388, paten sebanyak 5.831, dan desain industri sebanyak 3.668 permohonan.

Sebagai langkah lanjutan untuk memperkuat ekosistem KI nasional, Kemenkum tengah memutakhirkan sejumlah regulasi strategis, seperti revisi Undang-Undang Paten, Desain Industri, dan Hak Cipta.

“Langkah legislasi ini diharapkan memberikan kepastian hukum sekaligus melindungi hak para kreator dan inovator secara lebih adaptif terhadap perkembangan zaman,” ujarnya.

Kejahatan Keuangan
Dalam upaya memberantas kejahatan keuangan, Kemenkum melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) meluncurkan aplikasi sistem verifikasi pemilik manfaat (beneficial ownership/BO).

Sistem ini, berdasarkan Peraturan Menteri Hukum Nomor 2 Tahun 2025, mengubah pelaporan data dari self-declaration menjadi verifikasi kolaboratif.

Supratman Andi Agtas menjelaskan bahwa aplikasi ini memudahkan aparat penegak hukum mendapatkan data pemilik manfaat dengan akurat. Sebelumnya, sistem self-declaration melalui Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 dinilai kurang efektif karena rawan pencatutan nama.

“Kalau terjadi sesuatu, tidak perlu repot mencari data karena semua sudah melalui verifikasi,” ujarnya.

Kini, pencatatan pemilik manfaat wajib dilakukan melalui notaris dan diverifikasi oleh Ditjen AHU bersama lintas kementerian dan lembaga. Aplikasi BO mempermudah validasi data secara sistematis, meningkatkan efisiensi dan akurasi verifikasi.

Selain itu, Kemenkum memperkenalkan prototipe BO Gateway, sistem terintegrasi untuk pertukaran dan verifikasi data antarinstansi, termasuk Ditjen Pajak, PPATK, dan Kementerian Agraria/BPN.

“Dengan BO Gateway, pendaftaran pemilik manfaat dilakukan secara kolaboratif lintas kementerian untuk memastikan data yang tercatat benar-benar akurat,” tegasnya.

Sistem ini tidak hanya memperkuat pengawasan, tetapi juga berpotensi meningkatkan penerimaan negara, memperbaiki mekanisme pengadaan barang dan jasa, serta mencegah tindak pidana pencucian uang, pendanaan terorisme, dan berbagai kejahatan keuangan lainnya.

Artikel Terkait