Menurut Mardani, di Partai Keadilan Sejahtera (PKS), penempatan caleg sepenuhnya mengikuti keputusan partai karena PKS berjuang tidak hanya di bidang politik, tetapi juga dakwah.Ia melihat pencalegan sebagai amanah untuk membangun Indonesia yang lebih adil dan sejahtera.
Pada Pileg 2019, saat dipindahkan ke Dapil Jakarta I, ia merasa lebih cocok karena karakter wilayah perkotaan selaras dengan pendekatan dialog dan diskusi. Meski awalnya belum dikenal secara personal, namanya sudah akrab di publik lewat tayangan televisi dan pemberitaan.
Sejak 2019, ketika media sosial semakin kuat, ia mulai aktif membangun komunikasi digital. Dalam Pemilu 2024, Mardani kembali terpilih dengan banyak dukungan dari kalangan milenial.
Strateginya berubah, dari 70% serangan darat dan 30% serangan udara menjadi 60% udara dan 40% darat, yang menurutnya lebih efisien secara biaya. Tak jarang, komunikasi awal di media sosial berlanjut dengan pertemuan langsung.
Saat ia hadir, masyarakat sering menyambut dengan jamuan sederhana, mengundang tetangga dan saudara, membuat kampanye terasa lebih hangat dan bersahabat.
“Ketika banyak yang bilang Pemilu Legislatif 2024 paling brutal, saya justru mengatakan kali ini paling indah,” ujarnya.
Berbagai Jalur
Mardani memusatkan perhatian pada kelas menengah dan masyarakat perkotaan, sehingga konten media sosial dan kehadiran digitalnya diarahkan untuk menyasar segmen tersebut. Cara ini dianggap lebih efektif dalam membangun engagement sekaligus koneksi dengan publik.
Meski begitu, ia tetap menjaga basis suara di wilayah perdesaan, terutama di Cakung yang masih memiliki banyak kawasan kampung karena kedekatannya dengan Bekasi.
Pendekatan yang dilakukan berbeda, dengan fokus pada penguatan tim darat melalui penambahan koordinator kecamatan, kelurahan, serta perluasan jejaring.
Ada tiga jalur suara yang dibentuk. Pertama, jalur personal dengan memperkuat jaringan darat, seperti mengajak hampir 200 orang berwisata ke Kepulauan Seribu dalam satu keberangkatan.
Setiap koordinator kelurahan diberi kesempatan membawa dua anggota keluarga, sekaligus menerima kaos, tumbler, dan uang transport sebesar Rp 500.000. Kedua, jalur tokoh agama, di mana ia rutin bersilaturahmi dengan para asatidz, ustazah, dan tokoh masyarakat setempat.
Ketiga, jalur anak muda dan komunitas, dengan aktif berinteraksi bersama kelompok pemuda, organisasi masyarakat, serta komunitas seperti ormas Betawi, Karang Taruna, komunitas sepeda, hingga komunitas pendaki gunung.
“Keterlibatan rutin dengan berbagai kelompok tersebut menjadi kunci dalam membangun kepercayaan dan kedekatan,” tambahnya.
Bapak Honorer
Belakangan, Mardani mulai memperjuangkan isu tenaga honorer, meskipun bukan bidang komisinya secara langsung. Selama hampir tiga periode di Komisi II DPR RI, ia lebih banyak berurusan dengan KPU, Bawaslu, dan Kementerian Dalam Negeri.
Namun, kepeduliannya yang besar membuat banyak pihak menjulukinya sebagai Bapak Honorer Indonesia. Ia sering turun langsung ke berbagai daerah, seperti Sulawesi, Jawa Timur, hingga Banten, untuk mendengarkan aspirasi tenaga honorer dan memperjuangkan hak-hak mereka yang belum terpenuhi.
Menurutnya, tenaga honorer adalah pejuang yang menjaga republik dengan dedikasi dan kerja keras, meski belum mendapat pengakuan dan kesejahteraan yang layak. Konsistensi inilah yang membuatnya dihormati dan dipercaya sebagai tokoh yang setia membela kepentingan honorer di tanah air.
Komisi II, yang bermitra dengan Kementerian PANRB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN), memberikan peluang baginya untuk sering berkomunikasi dengan instansi terkait demi mencari solusi atas berbagai persoalan honorer yang rumit.
Contohnya, kasus penjaga pintu air irigasi sawah yang status kepegawaiannya tumpang tindih, terdaftar di kementerian pusat, tetapi pekerjaannya berada di provinsi.
Pusat tidak memasukkan, sementara provinsi menganggapnya milik pusat. Melalui advokasi, ia berusaha mencari jalan agar persoalan seperti ini dapat diselesaikan.
“Selain itu, saya juga banyak menyerap aspirasi masyarakat, termasuk untuk kegiatan keagamaan seperti acara maulid dan berbagai proposal lainnya,” tambahnya.
Kritik DPR
Saat DPR RI mendapat sorotan dan berbagai keluhan dari masyarakat, Mardani menyatakan bahwa kritik dan tuntutan publik adalah hal yang wajar serta perlu dihargai, asalkan disampaikan secara konstruktif dan tidak anarkis.
Ia menegaskan bahwa tindakan anarkis dapat mengganggu pelayanan publik, sehingga DPR harus segera merespons tuntutan masyarakat secara sistemik.
Mardani juga menekankan pentingnya pengawasan terhadap kekuasaan, baik eksekutif maupun legislatif. Mengutip adagium terkenal “power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely,” ia mengingatkan bahwa kekuasaan cenderung membawa risiko korupsi, terutama jika tidak diawasi.
Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI yang dipimpin Mardani telah bekerja sama dengan Open Government Partnership (OGP), sebuah gerakan global yang mendukung pemerintahan transparan, partisipatif, inovatif, dan akuntabel.
Salah satu fokusnya adalah memperkuat meaningful participation dengan melibatkan masyarakat sejak awal dalam pembahasan rancangan undang-undang atau regulasi, bukan hanya di tahap akhir.
“Kami bersama banyak Non-Governmental Organization (NGO) telah meluncurkan inisiatif Good Governance and Strong Institution,” jelasnya.
Menurut Mardani, transparansi dan akuntabilitas adalah kunci yang harus ditunjukkan DPR kepada publik. Selain itu, ia menggarisbawahi tantangan besar saat ini, yaitu melemahnya daya beli masyarakat dan terbatasnya lapangan pekerjaan.
“Selama akar persoalan pekerjaan dan daya beli belum teratasi, kondisi masyarakat akan tetap berat.” tambahnya.
Matahari Kembar
Mardani dikenal sebagai anggota legislatif yang komunikatif dan vokal. Menurutnya, dalam organisasi, setiap orang boleh memiliki inisiatif, tetapi tetap harus mengikuti kebijakan yang ada.
Ketika ditanya wartawan tentang banyak menteri yang sowan ke mantan Presiden Jokowi saat Lebaran, Mardani menilai hal itu baik sebagai bentuk silaturahmi, asalkan tidak sampai ada “matahari kembar.”
Ungkapan “matahari kembar” ini kemudian ramai diperbincangkan. Media mengangkat isu tersebut seolah-olah para menteri yang sowan tidak loyal kepada Presiden Prabowo.
Situasi semakin ramai hingga PKS menegaskan bahwa pernyataan itu adalah pendapat pribadi Mardani. “Padahal maksud saya sederhana, silaturahmi boleh saja, tapi jangan sampai ada dua loyalitas,” jelasnya.
Isu lain yang ia soroti adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024 tentang pemisahan pemilu nasional dan pemilu lokal. Mardani setuju dengan putusan tersebut karena dianggap dapat memperbaiki kualitas demokrasi.
Menurutnya, ketika pemilu nasional dan lokal digabung, perhatian publik cenderung tersedot pada Pilpres, sementara pemilihan gubernur, bupati, wali kota, hingga anggota DPRD menjadi kurang diperhatikan. “Pemilu lokal justru bagus karena bisa langsung menyelesaikan persoalan daerah,” katanya.
Merit System
Sebagai anggota Komisi II DPR, Mardani sangat percaya pada pentingnya otonomi daerah. Menurutnya, sehebat apa pun presidennya, tidak mungkin bisa mengurus Indonesia yang begitu beragam dan luas tanpa otonomi.
Cara terbaik adalah memberikan kewenangan kepada rakyat dan pemerintah daerah agar memiliki kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang baik, yang hanya bisa terwujud dengan merit system.
Mardani juga berpendapat bahwa pemilu lokal sebaiknya dipisahkan dari pemilu nasional. Dengan demikian, masyarakat akan berpikir dalam konteks nasional saat pemilu nasional, dan fokus kembali ke daerah saat pemilu lokal.
Hal ini dapat menciptakan koneksi antara pemilih dan calon pemimpin, menekan praktik politik uang, serta meningkatkan kesadaran politik.
“Meski berat bagi partai politik karena harus bekerja lebih keras, hal itu demi kebaikan rakyat,” tegasnya.
Soal keberanian, menurut Mardani, semua kembali pada niat. Jika niat benar-benar untuk bangsa dan negara, tidak ada alasan untuk takut menyuarakan kebenaran.
Niat sering terlihat sepele, tetapi sangat menentukan. Dengan niat yang lurus, pernyataan yang sudah dianalisis tetap akan ia sampaikan, meski mendapat penentangan dari banyak pihak. Baginya, kebenaran harus diterima dengan lapang dada.
Seorang pemimpin tidak selalu dinilai pada masa kini. Bisa saja 10 atau 20 tahun kemudian baru terlihat. Ia mencontohkan Bung Karno saat menggagas Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.
Kala itu, banyak media dalam negeri memprotes karena dianggap memboroskan, tidak perlu, bahkan sekadar gaya-gayaan. Padahal Indonesia baru merdeka 10 tahun, ekonominya masih rapuh, dan angka buta huruf tinggi. Namun, justru itulah visi seorang pemimpin.
Banyak Pertemuan Internasional Bisa Dilakukan Secara Virtual
Mardani menjelaskan, Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI ibarat Kementerian Luar Negeri bagi lembaga legislatif. Di dunia internasional, sistem parlementer lebih banyak digunakan dibanding presidensial, sehingga kerja sama antarparlemen (parliament-to-parliament cooperation) semakin menguat.
Moratorium anggota DPR untuk tidak bepergian ke luar negeri dianggap bukan masalah, karena kebijakan tersebut penting saat ini. Banyak pertemuan internasional masih bisa dilakukan secara virtual melalui Zoom.
“Bersyukurnya, kita sudah punya pengalaman saat Covid kemarin,” ujarnya.
Dalam pertemuan besar sekalipun, pesan Indonesia tetap bisa disampaikan melalui video atau konferensi daring. Menurutnya, setiap keputusan harus dijalankan dengan cara terbaik untuk menjaga martabat dan posisi Indonesia di dunia internasional.
Melihat kondisi saat ini, Mardani menyatakan bahwa DPR perlu lebih mendekatkan masyarakat dengan elite politik. Partai politik harus membuka diri, dan isu-isu penting sebaiknya dibahas bersama.
Tidak boleh lagi ada pembahasan undang-undang yang terburu-buru tanpa melibatkan publik. Meski undang-undang dapat diterima, ke depan hal itu bisa menimbulkan masalah.
Ia menegaskan bahwa ini adalah pelajaran penting bahwa partisipasi bermakna, kesadaran di DPR, transparansi, dan akuntabilitas adalah hal mendasar. Semua pihak harus sadar bahwa Indonesia tidak bisa dikelola sendiri, tetapi bersama-sama dengan posisi setara, karena setiap elemen bangsa memiliki peran penting..
Koalisi Besar
Dalam sistem presidensial idealnya partai politik pendukung presiden terpilih membentuk pemerintahan. Sementara partai yang mendukung calon presiden lain sebaiknya berada di luar pemerintahan karena memiliki proposal politik yang berbeda.
Menurut Mardani, posisi PKS di luar pemerintahan merupakan pilihan terbaik, meski sama-sama memiliki niat baik untuk membangun negeri.
Sejak reformasi Indonesia telah enam kali melaksanakan pemilu dengan sistem yang cenderung liberal. Namun, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan kesejahteraan rakyat masih berjalan di tempat.
Jika dulu Indonesia berada di atas Thailand dan Vietnam, kini justru kedua negara itu melampaui, sementara Malaysia dan Singapura tetap lebih maju. Bahkan posisi Indonesia mulai terkejar oleh Laos, Kamboja, dan Filipina.
Dalam pandangannya, Presiden Prabowo ingin menyatukan kekuatan politik terlebih dahulu dan memperkuat teknokrasi dalam eksekusi kebijakan, sebuah tawaran yang menurutnya tidak buruk. Ia menegaskan, membangun Indonesia tidaklah mudah mengingat kompleksitas geografis, sosial, dan budaya.
Mardani membandingkan dengan Cina yang menutup reformasi politik tetapi membuka reformasi ekonomi sehingga berhasil tumbuh pesat, serta India yang meski politiknya tidak sehat, namun dengan membuka sektor ekonomi mampu mencapai pertumbuhan hampir 7%.
Baginya, koalisi besar tidak menjadi masalah selama fungsi pengawasan DPR tetap berjalan. Apalagi dalam sistem presidensial Indonesia, oposisi formal hampir tidak dikenal karena sejatinya legislatif itu sendiri adalah oposisi eksekutif dengan menjalankan fungsi kontrol dan fungsi anggaran.
“Eksperimen politik seperti koalisi besar, menurut saya tetap bisa berjalan baik asalkan DPR konsisten dalam menjalankan fungsi pengawasannya,” tegasnya.
Jalan Politik
Dr. H. Mardani Ali Sera, M.Eng. awalnya tidak berniat menjadi politisi. Sejak kuliah di Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI), ia mengikuti pengajian yang menumbuhkan kesadaran, disiplin, dan semangat.
Kelompok pengajian atau lembaga dakwah kampus tersebut kemudian berkembang menjadi Partai Keadilan (PK) pada 1998, yang selanjutnya bertransformasi menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada 20 April 2002.
Setelah menyelesaikan studi doktoral pada 2004, ia aktif di kampus sebagai Kepala Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Universitas Mercu Buana. Pada saat itu, teman-teman pengajian mengajaknya bergabung ke PKS karena partai membutuhkan kader untuk memperkuat organisasi.
Ia pun memutuskan tetap menjadi dosen sekaligus aktif di partai, terlebih kampus swasta tempatnya mengajar membolehkan hal tersebut.
“Ada kategori dosen A, B, dan C. Saya memilih kategori C saja biar lebih optimal,” ujarnya.
Pada Pemilu 2009, ia dicalonkan menjadi anggota DPR RI dari Dapil Jawa Barat VII dan meraih peringkat kedua. Kursi DPR diduduki calon peringkat pertama, namun pada 2011 posisi tersebut kosong sehingga Mardani dilantik sebagai anggota DPR melalui mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW).
Di Pemilu 2014, ia kembali maju namun belum berhasil karena kembali berada di posisi kedua. Pada 2017, calon peringkat pertama di dapilnya maju Pilkada, dan Mardani kembali dilantik sebagai anggota DPR melalui PAW dari dapil yang sama.