H. Eddy Raya Samsuri, ST., MM. - Bupati Barito Selatan

H. Eddy Raya Samsuri, ST., MM. – Siap Menjadi Pemasok Pangan dan Energi untuk IKN

Share

Di tengah tantangan geografis dan keterbatasan infrastruktur, Eddy Raya Samsuri, ST., MM. membuktikan bahwa kepemimpinan yang berpijak pada kepekaan sosial dan keberanian mengambil keputusan dapat mengubah wajah daerah. Berangkat dari dunia usaha tambang, kini ia memimpin Barito Selatan menuju masa depan yang lebih sejahtera dan inklusif.

Mengacu pada filosofi “Dahani dahanai tuntung tulus”  yang menjadi motto Kabupaten Barito Selatan, yang berarti selamat, adil, dan makmur selamanya. Ungkapan ini berasal dari bahasa Dayak Kuno.

Eddy menempatkan masyarakat sebagai mitra utama dalam proses pembangunan. Ia menjadikan akses terhadap kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur sebagai prioritas utama selama masa jabatannya yang kedua sebagai Bupati.

Ia bukan sekadar pemimpin administratif, tetapi juga penggerak perubahan yang hadir dan bekerja langsung di desa, bersama masyarakat. Eddy adalah sosok pemimpin daerah yang lahir dari perpaduan semangat kewirausahaan, latar belakang aktivisme, dan nilai-nilai keluarga yang kuat.

Sebagai anak seorang birokrat, ia memilih untuk mengambil jalur yang berbeda dengan memulai karir di sektor swasta bersama lima saudaranya. Keputusan ini membawanya pada perjalanan panjang yang membentuk karakternya.

Ia telah mengalami beberapa kali kegagalan, baik dalam pencalonan sebagai kepala daerah maupun dalam berbagai aspek lainnya.Sebagai calon legislatif, Eddy menunjukkan semangat pantang menyerah dengan menjadikan setiap kegagalan sebagai kesempatan untuk belajar.

Menyimpan Kesombongan
Eddy mengungkapkan bahwa kunci keberhasilannya dalam menjabat sebagai bupati selama dua periode adalah dengan menyimpan kesombongan dan harga diri di tempat yang tepat. Ia percaya bahwa seorang pemimpin seharusnya tidak membawa ego mereka ke dalam masyarakat.

Sebaliknya, kerendahan hati dan sikap terbuka untuk mendengarkan adalah kunci untuk berintegrasi dan membangun hubungan yang baik dengan rakyat. Inspirasi Eddy tidak hanya berasal dari tokoh-tokoh nasional seperti Jusuf Kalla dan Aburizal Bakrie, tetapi juga dari lingkungan keluarganya.

Ia menyebut istrinya, Ny. Permatasari, yang pernah menjabat sebagai anggota DPD RI selama tiga periode, sebagai sosok yang lebih berhasil darinya di awal karier politik. “Saya kalah dari Ibu,” ujarnya sambil tertawa, mencerminkan suasana keluarga yang egaliter namun tetap penuh semangat persaingan yang sehat.

Memasuki periode kedua sebagai Bupati Barito Selatan (2025–2030), ia membawa semangat kerja yang lebih terfokus. Tidak hanya dibangun oleh idealisme, periode ini dibentuk oleh pengalaman langsung di lapangan yang memungkinkannya memahami kompleksitas tantangan masyarakat secara nyata.

“Kendala sangat banyak, tapi justru dari sana kita belajar,” ungkapnya.

Ia mengidentifikasi beberapa masalah mendasar yang terus menjadi beban bagi masyarakat pedesaan, seperti keterbatasan fasilitas kesehatan, kurangnya akses pendidikan, dan tingginya angka pengangguran akibat rendahnya keterampilan tenaga kerja.

Bahkan, infrastruktur dasar seperti listrik dan sanitasi juga menjadi perhatian di beberapa desa dimana masih sangat terbatas. Komitmen yang kuat untuk terjun langsung ke masyarakat menjadi strategi utamanya.

Dengan tinggal di rumah warga dan berdialog secara langsung, ia menyusun daftar kebutuhan masyarakat yang autentik, bukan hanya berdasarkan laporan di meja.

Wilayah yang Luas
Pada periode kedua, Eddy lebih aktif dalam membangun sinergi antara eksekutif dan legislatif. Ia mendorong agar pokok-pokok pikiran (pokir) anggota DPRD dapat diarahkan dengan tepat pada isu-isu prioritas desa.

Salah satu pencapaiannya adalah mendorong optimalisasi Dana Desa agar benar-benar fokus pada program strategis seperti BUMDes dan pembangunan infrastruktur dasar.

Dengan luas wilayah hampir 1 juta hektare dan jumlah penduduk sekitar 136.000 jiwa, Barito Selatan bagaikan surga yang terhampar di bumi. Potensi yang luar biasa ini mencakup sektor pertambangan, pertanian, dan perikanan.

Terdapat lahan subur serta 130 danau alami, di mana hanya 30 di antaranya yang memiliki nama. Potensi pertambangan yang ada seperti Batu bara, pasir silika, bijih besi, dan berbagai komoditas mineral lainnya menjadi fokus utama.

Sungai Barito berfungsi sebagai jalur logistik utama dengan puluhan jetty yang khusus untuk batu bara. Pada tahun 2017, terdapat 32 jetty, dan jumlah ini meningkat menjadi 62 pada tahun 2024, yang menunjukkan adanya lonjakan signifikan dalam aktivitas ekonomi.

“Potensi ini hanya dapat dimaksimalkan jika didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas,” ujarnya.

Oleh karena itu, ia mendorong agar setiap anak di desa memiliki setidaknya pendidikan strata satu. Bahkan bagi anak-anak yang sempat putus sekolah, ia berupaya memberikan akses ke program paket A, B, dan C.

Sebagai daerah yang berbatasan dengan Ibu Kota Nusantara (IKN), Barito Selatan memiliki posisi yang strategis. Eddy menyampaikan visinya dengan jelas, yaitu menjadikan Barito Selatan sebagai lumbung pangan dan energi untuk IKN.

Dengan dukungan CSR dari beberapa perusahaan, termasuk proyek cetak sawah rakyat, Barito Selatan dipersiapkan untuk menjadi model ketahanan pangan yang tidak hanya bersifat mandiri tetapi juga memberikan kontribusi di tingkat nasional.

Semangat Kerja Nyata
“Dahani dahanai tuntung tulus” bukan sekadar slogan, melainkan merupakan filosofi kerja yang dihayati sepenuhnya oleh Eddy Raya di Kabupaten Barito Selatan.

Moto ini menekankan pentingnya kerja yang menyeluruh, jujur, dan sepenuh hati dari awal hingga akhir, yang mencerminkan prinsip integritas dan ketulusan dalam pembangunan daerah.

“Motto ini tidak hanya tertulis di spanduk, tetapi juga diwujudkan melalui program-program yang langsung menjawab kebutuhan masyarakat,” ujarnya.

Salah satu pencapaian paling signifikan di bawah kepemimpinan Eddy adalah pelaksanaan Universal Health Coverage (UHC) untuk seluruh penduduk Barito Selatan. Kondisi awal sangat memprihatinkan,

mayoritas masyarakat, terutama di pedalaman, tidak memiliki BPJS Kesehatan, dan akses layanan medis sangat terbatas. Salah satu contoh ekstrem, harus naik speedboat 4–5 jam plus perjalanan darat 1 jam hanya untuk menjangkau satu desa.

Menyediakan 100 persen subsidi BPJS untuk seluruh penduduk Barito Selatan hanya dengan menunjukkan KTP lokal. Dana APBD sebesar Rp 28 miliar dialokasikan untuk mencakup 136.000 jiwa.

Kebijakan inklusif Ini juga mencakup pekerja di sektor informal, termasuk anak-anak yang berada di camp perkebunan dan tambang, yang sebelumnya sering terabaikan.

Kesehatan Ibu dan Anak
Selain aspek pembiayaan, Eddy juga mendorong peningkatan kapasitas fasilitas layanan kesehatan. Puskesmas dan Pustu (Puskesmas Pembantu) yang sebelumnya hanya beroperasi hingga siang hari, kini telah diubah menjadi layanan rawat inap.

Terdapat juga penyediaan rumah singgah bagi ibu hamil dari desa-desa terpencil yang akan melahirkan, dilengkapi dengan dukungan logistik dan anggaran dari APBD.

Selain itu, ada dorongan dari CSR perbankan dan perusahaan tambang untuk menyediakan ambulans sungai (speedboat medis) sebagai solusi transportasi darurat di daerah perairan.

Namun, tantangan yang dihadapi tetap besar. Salah satu hambatan utama adalah keterisolasian desa-desa, karena 85% wilayah Barito Selatan merupakan kawasan hutan lindung yang menghambat pembangunan infrastruktur dasar, termasuk jalan dan fasilitas kesehatan.

“Proses izin pinjam pakai kawasan hutan yang rumit dan memakan waktu ini menghalangi percepatan konektivitas antar desa,” jelasnya.

Eddy secara terbuka meminta agar Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup memberikan fleksibilitas dalam perencanaan tata ruang wilayah, sehingga pembangunan jalan penghubung ke desa-desa yang terisolasi dapat segera dilaksanakan.

Menurutnya, pelayanan kesehatan seharusnya dipandang bukan sebagai beban anggaran, melainkan sebagai investasi untuk kesejahteraan jangka panjang. Dengan mengutamakan prinsip inklusif dan tindakan nyata,

ia tidak hanya menunjukkan komitmennya terhadap pelayanan publik, tetapi juga berupaya memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Cetak Sawah Libatkan BumDes
Barito Selatan sedang bergerak dari ketergantungan menjadi daerah mandiri, lewat kolaborasi strategis antara APBD, dana pusat, CSR, dan potensi lokal. Eddy Raya membuktikan bahwa anggaran bukan hanya untuk dibelanjakan, tapi untuk dikonversi menjadi nilai kesejahteraan

Melalui pengelolaan yang terbuka, partisipasi masyarakat melalui BUMDes, serta program cetak sawah rakyat, Barito Selatan siap menjadi mitra utama dalam mencapai swasembada pangan nasional dan penggerak ekonomi Kalimantan Tengah.

Barito Selatan telah mencatat kemajuan yang signifikan dalam pengelolaan keuangan daerah. Sejak tahun 2017, APBD Barito Selatan mengalami peningkatan dari Rp1,4 triliun, meskipun sempat menurun menjadi Rp 800 miliar akibat pandemi, kini telah mencapai hampir Rp 2 triliun.

Efektivitas penggunaan dana bagi hasil dari sektor-sektor unggulan seperti batubara dan kehutanan semakin meningkat, terutama setelah berbagai perusahaan, baik nasional maupun lokal, kembali beroperasi penuh.

Dana bagi hasil yang awalnya Rp 300 miliar kini telah meningkat menjadi hampir Rp 600 miliar, memberikan ruang fiskal yang lebih kuat untuk pembangunan infrastruktur dasar dan sosial di kabupaten.

Empat Kali Lipat
Selain dari Pusat, PAD Barito Selatan juga mengalami pertumbuhan yang signifikan, dari sebelumnya hanya Rp25 miliar kini telah meningkat menjadi Rp100 miliar.

Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) diperluas melalui optimalisasi Perusahaan Daerah (Perusda), pengelolaan sampah, serta penguatan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

Salah satu rencana ke depan adalah melibatkan Perusda dalam proyek-proyek strategis daerah, seperti pertambangan, pengelolaan sampah, dan distribusi bahan pokok untuk program makan siang gratis nasional.

Pemerintah daerah mulai melakukan revitalisasi BUMDes agar tidak mengalami stagnasi. Beberapa terobosan yang direncanakan antara lain mengalokasikan 25% dari Dana Desa untuk BUMDes, serta mengembangkan sektor-sektor seperti pertanian, UMKM, seni, dan pengelolaan sampah.

Penerapan insentif harga untuk sampah daur ulang dan regulasi baru mengenai denda pembuangan sampah sembarangan juga diperkenalkan, dengan besaran denda yang meningkat dari Rp500.000 menjadi Rp5 juta.

BUMDes diberikan tugas untuk menyediakan bahan pokok seperti beras, lauk, dan sayur guna mendukung program makan siang gratis nasional, terutama di desa dan kecamatan.

Swasembada Pangan
Menyambut kebijakan strategis dari Presiden Prabowo terkait swasembada pangan, Barito Selatan mendapatkan alokasi lahan seluas 5.000 hektare untuk cetak sawah dari Kementerian Pertanian. Potensi ini merupakan bagian dari program nasional yang mencakup 100.000 hektare untuk Kalimantan Tengah.

Eddy menyebutkan ada dua tantangan utama yang dihadapi. Pertama, kurangnya tenaga kerja di sektor pertanian karena sebagian besar generasi muda tidak berminat untuk bertani.

Kedua, banyak lahan yang termasuk dalam kawasan hutan produksi, sehingga diperlukan solusi peminjaman kawasan dari Kementerian Kehutanan.

Untuk mengatasi masalah ini, Eddy menawarkan solusi berupa mekanisasi pertanian dengan memanfaatkan teknologi modern, agar proses pertanian menjadi lebih efisien dan menarik bagi generasi muda.

Selain itu, dilakukan edukasi mengenai ekonomi pertanian, di mana petani diberikan informasi bahwa harga beras di pasar global semakin meningkat. Hal ini diharapkan dapat membangkitkan optimisme dan mempercepat proses sertifikasi lahan sebagai aset yang bernilai.

“Dengan harga gabah yang meningkat dari Rp4.000–Rp5.000/kg menjadi Rp6.500/kg, ini memberikan sinyal positif bahwa petani dapat hidup dengan layak dan sejahtera,” ujarnya.

Perjuangkan Penambang Lokal Galang Kolaborasi Antarpartai

Sebagai mantan pengusaha tambang, H. Eddy Raya Samsuri memahami betul pasang surut regulasi pertambangan di Indonesia. Ia mencermati bahwa sebelum 2010, pemerintah daerah masih memiliki kewenangan penuh dalam mengeluarkan izin pertambangan.

Namun setelah itu, semua kekuasaan ditarik kembali ke pusat, yang mengakibatkan penurunan aktivitas pertambangan di tingkat lokal.

Ia berpendapat bahwa revisi Undang-Undang Pertambangan yang saat ini sedang dibahas—yang memberikan kesempatan bagi organisasi masyarakat dan lembaga lokal untuk mengelola tambang—merupakan kesempatan strategis bagi daerah.

Ia mengusulkan agar tambang skala kecil dan menengah dapat dikelola kembali oleh daerah, sementara tambang besar seperti PKP2B tetap berada di bawah pengelolaan pusat.

“Jangan hanya organisasi besar, masyarakat lokal juga memiliki hak yang paling dekat dengan tanah tambang tersebut,” tegasnya.

Dalam periode keduanya sebagai Bupati Barito Selatan, Eddy menekankan bahwa arah kebijakan kini lebih taktis dan realistis. Fokus utama meliputi pembangunan infrastruktur desa-kecamatan, serta pembangunan jalan penghubung antarwilayah.

Fasilitas publik seperti minimarket, pasar modern, wisma, dan restoran di kecamatan juga menjadi perhatian. Selain itu, ada reformasi dalam pelayanan kesehatan dasar melalui peningkatan kapasitas puskesmas dan pustu, termasuk alokasi anggaran. Dari Rp 200 juta menjadi Rp 700–800 juta.

Fokus utama adalah pada layanan untuk ibu hamil, balita, serta upaya pencegahan stunting. Terdapat juga rencana untuk memperluas beasiswa kedokteran bagi anak-anak berprestasi guna mengatasi kekurangan tenaga medis di daerah terpencil.

Pemberdayaan Sumber Daya Manusia dan Balai Latihan Kerja (BLK) akan dilakukan melalui program kursus keterampilan kerja, termasuk pelatihan alat berat seperti excavator, bulldozer, dan dump truck. Kerja sama dengan perusahaan lokal diharapkan dapat memastikan lulusan pelatihan langsung mendapatkan pekerjaan di lapangan.

Kolaborasi Antar Partai
Sebagai Ketua DPD Partai Golkar Barito Selatan, Eddy menunjukkan sikap inklusif dan kolaboratif. Ia menghindari dominasi sektoral dan lebih memilih untuk memperkuat komunikasi antar partai di tingkat daerah.

“Kami menganggap Partai Gerindra, PDIP, PAN, Demokrat, dan Golkar sebagai saudara dalam satu rumah Betang,” ujarnya.

H. Eddy Raya Samsuri bukan hanya seorang pemimpin daerah, tetapi juga tokoh politik lokal yang memiliki pemahaman mendalam tentang regulasi dan dinamika pembangunan.

Ia memahami kapan harus berbicara sebagai pemimpin daerah yang mengelola pembangunan dan kapan harus bertindak sebagai anggota partai yang menjaga stabilitas politik di tingkat lokal.

Masa kepemimpinannya yang kedua menunjukkan konsistensi, kedewasaan, dan komitmen terhadap kemajuan yang berfokus pada potensi lokal serta kesejahteraan yang merata.

Dengan strategi yang terencana, komunikasi yang inklusif, dan tindakan nyata di sektor pertanian, kesehatan, serta tambang rakyat, Barito Selatan kini memandang masa depan sebagai contoh daerah yang tangguh di tengah perubahan nasional.

Artikel Terkait