Gedung Danantara
Gedung Danantara

Danantara, Fokus Investasi dan Konsolidasi Aset

Share

Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) adalah institusi baru yang dibentuk Presiden Prabowo Subianto untuk mengelola aset kekayaan negara yang dipisahkan. Badan ini mensinergikan beberapa BUMN besar dan akan menjadi penyedia dana untuk membiayai pembangunan.

Pemimpin Redaksi Politik Indonesia beruntung bisa mewancarai Kepala BPI Danantara, Muliaman Hadad walaupun singkat, di tengah kesibukan di kantornya di Menteng Jakarta. Selebihnya wawancara dilakukan tertulis. Berikut petikan wawancaranya.

Bagaimana asal mula pembentukan BPI Danantara?
BPI Danantara berawal dari ide presiden untuk mempercepat perkembangan ekonomi yang lebih baik menuju 2045. Dengan pertumbuhan saat ini sekitar 5 persen, dibutuhkan banyak tambahan tenaga baru untuk mencapai target yang lebih tinggi, setidaknya 8 persen per tahun. Jika tetap bertahan di angka itu, kita akan kesulitan menyerap kesempatan kerja, sehingga perlu adanya upaya konsolidasi untuk mengoptimalkan potensi aset negara.

Rumus pertumbuhan ekonomi kan ada konsumsi, investasi, dan belanja negara. Nah, yang menjadi poin kita adalah investasi, baik dari dalam maupun luar negeri, dengan memanfaatkan dan menggabungkan aset-aset kekayaan negara yang ada, agar dapat berperan lebih besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

Dengan menggabungkan asset, apa keuntungan yang didapat?
Saat ini, aset-aset kekayaan negara tersebar di berbagai lembaga dan sektor, dan sering kali tidak dimanfaatkan dengan baik. Kita bisa belajar dari negara lain yang sudah lebih dulu mengonsolidasikan aset-aset mereka, sehingga bisa dioptimalkan untuk mendukung ekonomi. Dengan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang kini di angka 6,3, kita membutuhkan dana besar untuk mencapai target pertumbuhan.

Oleh karena itu, konsolidasi ini akan meningkatkan efisiensi dan potensi untuk menarik dana lebih banyak.
Konsolidasi aset akan menciptakan creation value yang lebih besar, terutama dalam bentuk produk atau kegiatan ekonomi. Semua ini tentu saja harus dihitung dengan baik, agar hasilnya lebih tinggi dari yang telah dicapai sekarang.

Apakah ini berarti beberapa BUMN besar akan digabungkan?
Tidak, BUMN tetap beroperasi seperti biasa. Hanya saja, terdapat perubahan koordinasi di tataran atas. Jika sebelumnya pengelolaan aset berada di bawah Kementerian Keuangan dan BUMN, sekarang beralih ke Danantara. Namun, untuk tahap pertama ini, operasional BUMN tidak akan banyak berubah.
Danantara akan lebih fokus pada strategi transformasi dan konsolidasi di level atas, dengan tujuan menjadikan BUMN semakin besar dan lebih efisien dalam pelayanan publik. Transformasi BUMN tetap dilakukan, yang sedang kesulitan akan dibina hingga diputuskan apakah bisa berlanjut atau tidak. Selain BUMN, berbagai aset lainnya juga akan digabung untuk mengatasi kebutuhan dana jangka panjang dan menarik investor asing.

Dengan misi besar ini, apakah Danantara akan menjadi organisasi besar?
Danantara lebih berfokus pada level strategis, tidak mengatur operasional, sehingga kita tidak ingin sampai menciptakan birokrasi yang lebih rumit. Kita ingin sesederhana mungkin dalam melaksanakan tugas-tugas ini. Tetap slim. Meskipun demikian, Danantara akan mirip dengan Sovereign Wealth Fund (SWF) yang ada di negara lain, seperti Singapura, Malaysia, dan negara-negara Timur Tengah, yang memerlukan perubahan beberapa undang-undang dan peraturan yang ada.

Mungkinkah jika ke depannya Danantara menjadi super holding dan menghapuskan Kementerian BUMN?
Saya tidak bisa menjawab itu. Kita hanya bisa melihat seiring berjalannya waktu, karena ada proses, komunikasi, dan koordinasi yang harus dilakukan. Tujuan akhirnya adalah mendorong pertumbuhan ekonomi secara optimal, dengan memperkuat peran BUMN, meningkatkan pelayanan publik, dan memenuhi kebutuhan investasi dana jangka panjang. Semua ini menjadi bagian dari upaya menuju Indonesia Emas 2045.

Jadi, ini adalah langkah untuk mencapai target 8 persen yang disebutkan Pak Prabowo?
Iya, tetapi ini bukan hanya soal target angka. Banyak masalah yang lebih kompleks, di antaranya, kita perlu menciptakan kesempatan kerja, memperluas investasi, mendorong inklusivitas ekonomi, bahkan menyelesaikan tantangan-tantangan besar di masa depan, seperti perubahan iklim dan masalah lainnya. Semua itu harus dijalankan bersama-sama untuk menuju Indonesia Emas 2045.

Nah, kalau ibaratkan ini seperti pesawat, semua mesin itu harus dihidupkan dan berjalan dengan baik agar bisa terbang lebih cepat. Kalau hanya satu mesin yang dihidupkan, pesawatnya tidak akan kuat. Ada mesin yang berasal dari APBN dan juga non-APBN. Danantara ini, sebagai salah satu dari mesin non-APBN. Kalau kedua mesin ini bisa bekerja sama, saya yakin pesawatnya akan lepas landas dengan baik.

Adanya mesin di luar APBN ini banyak menimbulkan kekhawatiran terkait pengawasan yang sulit ?
Sebetulnya, itu tidak benar. Yang penting adalah Danantara harus kredibel, artinya, kita harus memastikan bahwa semua kegiatan yang dilakukan, baik yang menggunakan dana APBN maupun non-APBN, harus memenuhi standar internasional dalam tata kelola pemerintahan. Ini harus didukung oleh transparansi dan profesionalisme yang tinggi.

Misalnya, dalam hal pinjaman atau investasi komersial, semuanya pasti ada mekanisme dan wadahnya. Kalau menggunakan APBN, ya itu tercatat secara resmi dalam sistem. Kalau sumber non-APBN, ya tetap ada proses yang jelas.

Danantara sendiri akan berada langsung di bawah Presiden, dengan Dewan Pengawas untuk memastikan bahwa semua kebijakan yang diambil sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik dan transparansi yang tinggi.

Kapan peresmian dan mulai operasional Danantara?
Peresmian Danantara sebenarnya sudah dilakukan, sejak saya dilantik. Meskipun tertunda secara seremonial karena masih memilih momentum yang baik untuk menjaga kredibilitas lembaga. Untuk operasional Danantara, prosesnya akan dilakukan secara bertahap. Saat ini, sudah ada kegiatan seperti penyusunan kebijakan, komunikasi, dan koordinasi yang telah dimulai. Koordinasi dengan BUMN yang akan digabungkan dalam Danantara juga sudah berjalan.

Semua perangkat yang dibutuhkan juga sudah siap. Danantara akan memanfaatkan lembaga-lembaga yang sudah ada untuk mendukung tujuan strategis tanpa mengubah organisasi yang ada di tingkat operasional.

Muliaman dari BI, OJK, sampai BPI Danantara
Kombinasi pengalaman karir yang mencakup bidang pengelolaan moneter, regulasi keuangan, diplomasi internasional, dan tata kelola korporasi, memberikan perspektif holistik dan keterampilan yang diperlukan Muliaman Hadad untuk memimpin Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) dalam mengelola dan mengoptimalkan aset BUMN Indonesia secara efektif.

Nama Danantara menurut Muliaman, diberikan oleh Presiden Prabowo Subianto, yang berasal dari kata “Daya” artinya kekuatan, “Anagata” artinya masa depan, dan “Nusantara” artinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Nama ini mencerminkan kekuatan masa depan Indonesia,” katanya.

BPI Danantara dibentuk untuk mengelola investasi strategis negara, dengan mendorong transformasi ekonomi Indonesia ke skala global. Badan ini berperan penting dalam mendukung pembangunan nasional dan menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Perbedaannya dengan Indonesia Investment Authority (INA), lembaga sovereign wealth fund (SWF) yang telah dibentuk pada 2021, terletak pada fungsinya yang lebih luas dan komprehensif. BPI Danantara tidak hanya bertugas untuk menghimpun dana investasi, tetapi juga mengelola, mengoptimalkan, serta mengkonsolidasikan aset-aset yang saat ini berada di bawah Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Reformasi Pengelolaan BUMN
Reformasi yang telah dipelopori oleh para Menteri BUMN selama ini memberikan dasar yang kuat bagi pembentukan BPI Danantara. Usaha tersebut telah menempatkan BUMN di posisi strategis untuk pengembangan lebih lanjut.

BPI Danantara tidak akan merombak total pengelolaan BUMN, melainkan melanjutkan dan menyempurnakan reformasi yang telah dilakukan sebelumnya. Dengan pendekatan yang lebih strategis, pengelolaan BUMN yang sudah besar seperti Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Negara Indonesia (BNI), serta BUMN yang bergantung pada subsidi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) seperti Pertamina dan Perusahaan Listrik Negara (PLN), akan ditingkatkan kualitasnya untuk mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih baik.

Menghadapi tantangan ekonomi global yang semakin kompleks, Muliaman Hadad menekankan perlunya kekuatan ekonomi yang solid dan terintegrasi, mampu beroperasi secara efisien, responsif terhadap kebutuhan pasar, dan strategis dalam investasi. Oleh karena itu, BPI Danantara berperan penting dalam mengoptimalkan seluruh entitas kekayaan negara agar dapat mendukung pencapaian target dan program pemerintah. Badan ini akan didukung oleh sumber daya manusia (SDM) yang profesional, berintegritas tinggi, dan memiliki kompetensi, serta rekam jejak yang unggul, baik di tingkat nasional maupun internasional.

Dalam merancang BPI Danantara, benchmarking dan kajian mendalam telah dilakukan terhadap lembaga serupa di negara-negara maju, seperti Temasek (Singapura), Khazanah (Malaysia), Mubadala (UAE), ADQ (UAE), dan QIA (Qatar). Masing-masing lembaga memiliki pendekatan yang berbeda, sehingga Danantara mengadopsi praktik-praktik terbaik yang relevan dan disesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan ekonomi Indonesia.

“BPI Danantara siap menjadi institusi yang berdaya saing global dalam mendorong transformasi ekonomi nasional,” katanya.

Prioritas Kebijakan
BPI Danantara mengedepankan best practices pada tata kelola yang baik (good corporate governance), penerapan risk management yang terukur, transparan, akuntabel, dan prudent. Selain berperan sebagai katalis utama dalam pembangunan ekonomi nasional, khususnya pada pengelolaan investasi negara berbasis non-APBN, BPI Danantara juga meningkatkan daya saing global.

Dengan ini, peluang untuk meningkatkan pendapatan negara non-APBN terbuka melalui transformasi signifikan di berbagai aspek, seperti pengembangan SDM yang lebih profesional, pemanfaatan teknologi mutakhir untuk pengelolaan aset, efisiensi operasional melalui operational excellence, peningkatan kinerja keuangan dari optimalisasi aset, serta penerapan tata kelola yang baik. Konsolidasi aset ini memungkinkan pengelolaan yang lebih strategis, efektif, dan berkelanjutan.

Arahan strategis Presiden dalam perumusan pendirian BPI Danantara adalah mencapai pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi, inklusif, dan berkualitas guna mewujudkan Visi Indonesia Emas. Dengan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia yang masih tinggi sekitar 6,3, Gross Savings Ratio sekitar 37%, dan dengan target pertumbuhan ekonomi minimal 8%, dibutuhkan tambahan investasi sekitar IDR 3.182 triliun. (*) Fatiha Asti Amalia

Artikel Terkait