Djayadi Hanan, Ph.D - Direkrut Eksekutif LSI

Djayadi Hanan – Continuity Pemerintahan Jokowi Ciri Pokok Kebijakan Prabowo

Share

Seratus hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran, berdasarkan hasil dari survei yang dilakukan oleh LSI, Kompas, dan Indikator Politik Indonesia menunjukkan tingkat kepuasan publik yang cukup tinggi, berkisar antara 79-81%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan SBY (60%) dan Jokowi (kurang dari 50%) pada periode awal pemerintahan mereka.

Seratus hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran, berdasarkan hasil dari survei yang dilakukan oleh LSI, Kompas, dan Indikator Politik Indonesia menunjukkan tingkat kepuasan publik yang cukup tinggi, berkisar antara 79-81%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan SBY (60%) dan Jokowi (kurang dari 50%) pada periode awal pemerintahan mereka.

SBY, di bulan pertama pemerintahannya tingkat kepuasan publik mencapai 80% lalu tiga bulan berikutnya turun menjadi di kisaran hanya 60%. Salah satu penjelasannya karena faktor ekonomi. Kondisi ekonomi makro era SBY di 100 hari pemerintahan pertamanya, angka inflasi mencapai 8% lebih. Tingkat kepuasan Jokowi jauh lebih rendah lagi. Jokowi di 100 hari pertamanya, di periode pertama tingkat kepuasan cuma di kisaran 50% atau kurang gitu. 

‘’Pak Prabowo ini dibandingkan dengan dua presiden sebelumnya tingkat kepuasannya di masa awal pemerintahan paling tinggi,’’ katanya. 

Menurut Djayadi, faktor utama yang menyebabkan kepuasan tinggi 100 hari kepemimpinan Prabowo-Gibran, pertama soal kebijakan yang populer. Tidak ada kebijakan yang tidak disukai masyarakat. Misalnya membatalkan rencana kenaikan PPN menjadi 12%. Mulai dijalankan program Makan Bergizi Gratis (MBG). 

Kedua kondisi ekonomi yang stabil seperti Inflasi rendah di kisaran 2%, jauh lebih baik dibandingkan pemerintahan sebelumnya (Jokowi: 6.5%, SBY: 8%). Tidak ada lonjakan harga yang membuat daya beli masyarakat tertekan.

Karena ini masih 100 hari, jadi tingkat kepuasan publik yang tinggi itu tidak semata-mata mencerminkan evaluasi masyarakat terhadap kinerja pemerintah terutama di bidang ekonomi.

Di 100 hari pertama masih dianggap sebagai masa bulan madu. Masyarakat masih memberi kesempatan kepada pemerintahan yang baru untuk bekerja, masih menilai komitmen.

“Dengan kata lain tingkat kepuasan masyarakat yang tinggi itu sebetulnya juga mencerminkan harapan,” katanya. 

Janji Kampanye

Faktor ketiga yang menyebabkan approval rating tinggi karena pemerintah itu sudah mulai menjalankan janji-janji di masa kampanye. Itu memberi harapan kepada masyarakat, misalnya janji soal makan bergizi gratis, soal program 3 juta rumah, soal-soal pemeriksaan kesehatan gratis yang disebut dengan quick wins.

Pemerintah punya modal yang bagus dari segi persepsi publik. Tapi saat yang sama harus hati-hati, karena harapan yang tinggi kalau tidak dipenuhi bisa menimbulkan kekecewaan yang lebih besar.

Namun dibalik persepsi positif tersebut tambah Djayadi, ada banyak tantangan. Dari segi ekonomi, selain terjadi perlambatan ekonomi itu di tingkat nasional, konsumsi masyarakat itu mengalami penurunan.

“Kalau konsumsi mengalami penurunan berarti mengurangi aktivitas ekonomi. Mengurangi produksi, kalau konsumsi melemah berarti orang beli mobil, beli motor kan kurang,” katanya.

Kalau produksi berkurang, pendapatan perusahaan berkurang berarti nanti pekerjaan menjadi sedikit dan seterusnya.

Cawe-Cawe Jokowi

Terkait peran Jokowi di balik kepuasan publik di 100 hari pemerintahan Prabowo Djayadi mengatakan bisa saja ada tafsir semacam itu. Tingkat kepuasan tinggi, itu salah satu faktor utama kondisi ekonomi dan politik yang stabil. Kondisi ekonomi yang stabil itu bagian dari warisan dari presiden sebelumnya, karena tidak bisa ekonomi tiba-tiba bagus.

“Jadi kalau ditanyakan apakah ada pengaruh Jokowi dalam tingginya tingkat kepuasan publik kepada Prabowo, pengaruhnya di situ. Ketika pemerintahan diambil Prabowo Jokowi mewariskan ekonomi yang dalam persepsi masyarakat cukup stabil,” katanya.

Kalau cawe-cawe dalam arti ikut campur tangan di dalam menentukan menteri, di dalam kerja- kerja menentukan program, dan kerja kabinet dan sebagainya, belum terlihat pengaruhnya. Cawe-cawe akan terlihat kalau menimbulkan masalah di tiga bidang, misalnya punya orang titipan di kabinet, lalu dia mengarahkan dan menitipkan program-program melalui berbagai pihak.

Juga akan terlihat pengaruhnya misalnya menteri-menteri yang berasal dari pemerintah Jokowi secara politik menimbulkan friksi di kabinet sehingga kinerja pemerintahan Prabowo menjadi terhalang atau terhambat.

Cawe-cawe akan menjadi masalah, kalau memang betul memunculkan kebijakan yang tidak cocok dengan program prioritas Prabowo, atau tidak cocok dengan kebutuhan masyarakat.

Bahkan Prabowo dengan melakukan pemotongan anggaran itu sedikit banyak mulai menjauhi program prioritas Jokowi, misalnya Ibu Kota Nusantara (IKN), dananya termasuk kena efisiensi.

Bahkan Jokowi kalau mau cawe-cawe harus punya saluran. Biasanya mantan presiden punya partai politik. Misalnya Pak SBY, tetap relevan, tetap berpengaruh di pemerintahan sampai sekarang, karena punya partai, partainya punya orang-orang di DPR, di kementerian dan sebagainya. Megawati tetap berpengaruh kenapa karena dia ketua partai.

‘’Karena itu jadi agak sulit Pak Jokowi untuk secara langsung cawe-cawe,” katanya.

Peran Relawan

Jokowi masih punya pengaruh besar di masyarakat, Djayadi melihat Jokowi masih punya hubungan dengan banyak tokoh, termasuk tokoh-tokoh yang menjadi pembantu- membantu presiden Prabowo sekarang.

Selama 10 tahun pemerintahannya, Jokowi itu presiden yang yang populer, presiden yang tingkat kepuasannya di publik tinggi. Dukungan publik yang kuat itu ada karena dua hal, saat jadi presiden membuat program yang populis, mengucurkan bantuan sosial yang banyak, memberikan sertifikat tanah kepada rakyat miskin, dan lain lain.

Di luar itu menurut Djayadi, Jokowi bisa membangun hubungan yang positif terus-menerus dengan publik, karena dia punya saluran yang disebut dengan relawan yang macam-macam bentuknya.

“Presiden sebelumnya seperti SBY dan Mega itu sama saja, mereka ingin tetap berpengaruh. Tetapi bedanya punya kendaraan yang jelas, Jokowi tidak,’’ katanya.

Prabowo-Megawati

Mengenai hubungan Prabowo dan Megawati, yang dikatakan ikut berpengaruh terhadap politik yang stabil, tingkat kepuasan masyarakat tinggi, meski selama ini juga terjadi perbedaan pendapat, apalagi karena Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tidak bergabung dalam pemerintahan.

Djayadi mengatakan perbedaan pendapat itu, justru diapresiasi oleh masyarakat, kalau bukan lebih karena faktor politik, hanya perbedaan cara menyelesaikan masalah bangsa. Di survei terakhir ini kami juga menanyakan, apakah menurut masyarakat lebih baik semua partai bergabung di pemerintahan, atau sebaiknya ada oposisi.

Mayoritas masyarakat menginginkan ada oposisi yang kuat di DPR RI, jadi tidak semua masuk ke pemerintah. Kalau ada perbedaan perbedaan cara pandang mengelola negara, lalu ada yang ada partai seperti PDIP yang ingin lebih kritis kepada pemerintahan, justru itu akan memperkuat kehidupan politik di Indonesia.

Masyarakat justru khawatir kalau semua partai bergabung. Siapa yang mau mengkritisi kebijakan pemerintah. Akibatnya kalau tidak ada yang mengkritisi pemerintah di parlemen, maka kebijakan yang dihasilkan bisa jadi kebijakan yang setengah matang, menimbulkan masalah, digugat terus menerus, akibatnya terjadi instabilitas. 

“Kalau tidak ada partai politik yang berada di luar pemerintahan seperti PDIP, maka yang akan menjadi oposisi pemerintah adalah masyarakat, di dalamnya ada tokoh-tokoh, termasuk media” katanya.

Tonton Video Selengkapnya

Artikel Terkait