Dalam waktu kurang dari enam bulan sejak berdirinya, Danantara langsung menjalin kemitraan investasi senilai 4 miliar dolar AS dengan Qatar Investment Authority (QIA), salah satu sovereign wealth fund terbesar di dunia.
Danantara juga menyiapkan alokasi dana sebesar Rp 130 triliun untuk proyek perumahan subsidi dan proyek waste-to-energy di beberapa kota besar. Bagi Rosan, tahun 2025 menjadi babak baru dalam perjalanan panjangnya di dunia korporasi dan pelayanan publik.
Setelah menyelesaikan tugasnya sebagai Duta Besar RI untuk Amerika Serikat, ia dipercaya oleh Presiden Joko Widodo untuk bergabung dalam kabinet sebagai Wakil Menteri BUMN, mendampingi Erick Thohir.
Dalam peran ini, ia terlibat dalam restrukturisasi beberapa perusahaan pelat merah dan penyusunan strategi pengelolaan portofolio aset negara.
Kepercayaan puncaknya datang ketika Presiden Prabowo menunjuknya sebagai CEO Danantara, lembaga sovereign wealth fund Indonesia yang didirikan dengan tujuan memastikan kekayaan negara, termasuk dividen BUMN dan aset publik, dapat dikelola secara produktif untuk investasi jangka panjang.
Mandat Besar
Sebagai CEO pertama, Rosan menghadapi mandat besar: mengelola dan mengoptimalkan dana investasi strategis negara, membentuk holding investasi lintas sektor, serta membuat aset negara lebih produktif.
Tantangan ini membutuhkan kemampuan teknis finansial dan kepekaan terhadap kebijakan publik serta kebutuhan masyarakat.
Rosan menekankan pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan tata kelola modern di setiap langkahnya. Ia percaya bahwa dana publik harus dikelola dengan prinsip korporasi yang sehat namun tetap berorientasi pada manfaat sosial.
“Negara harus belajar berpikir seperti investor, tetapi dengan hati nurani publik,” katanya.
Kini, Rosan menjadi arsitek investasi negara, figur yang menjembatani dunia korporasi dan kebijakan publik yang sering dianggap berjarak. Di bawah kepemimpinannya,
Danantara diharapkan menjadi model baru pengelolaan dana dan aset publik Indonesia, setara dengan sovereign wealth fund global seperti Temasek (Singapura) atau Khazanah (Malaysia), namun dengan ciri khas Indonesia: berorientasi pembangunan, bukan sekadar keuntungan.
Di tengah tuntutan efisiensi dan transparansi global, Rosan Roeslani memandang masa depan ekonomi Indonesia dengan optimisme yang realistis. Ia menyadari bahwa sumber daya alam dan aset negara tidak lagi menjadi jaminan kekuatan tanpa visi modern dan tata kelola yang bersih.
Ia ingin menjadikan lembaga ini mandiri, berdaya saing global, dan tetap berjiwa kebangsaan, memastikan setiap investasi membawa manfaat nyata bagi rakyat.
Tantangan terbesar Indonesia bukanlah kekurangan modal, melainkan cara pengelolaannya. Aset negara yang selama ini “tidur”, seperti lahan, infrastruktur, dan saham di BUMN, harus diubah menjadi mesin pertumbuhan ekonomi baru.
Rosan bertekad menjadikan Danantara katalis perubahan, mengoptimalkan dividen, dan mengubah aset pasif menjadi produktif, dan memastikan setiap rupiah ivenstasi memiliki nilai tambah ekonomi dan soasial.
Visi Jangka Panjang
Menurut pandangan Rosan, keberhasilan lembaga investasi negara tidak diukur dari besar kecilnya dana yang dikelola, melainkan dari dampaknya pada penciptaan lapangan kerja, inovasi industri, dan kesejahteraan masyarakat.
Visi jangka panjangnya mencakup tiga prioritas utama. Pertama, hilirisasi industri untuk mengubah Indonesia dari pengekspor bahan mentah menjadi produsen bernilai tinggi dalam rantai pasok global.
Kedua, transformasi energi dengan mempersiapkan Indonesia menghadapi era pasca-fosil melalui investasi di energi baru terbarukan (EBT) dan teknologi hijau.
Ketiga, digitalisasi investasi publik untuk membangun sistem keuangan berbasis data dan transparansi real-time, sehingga dampak kebijakan dapat diukur dan dipercaya publik.
Rosan juga menekankan pentingnya good governance sebagai fondasi utama. Ia ingin menciptakan budaya kerja yang profesional, adaptif, dan tidak birokratis. Baginya, transparansi bukan hanya laporan tahunan, tetapi kepercayaan publik yang dibangun dari cara kerja.
Kini, misi Rosan Roeslani bukan sekadar mengelola dana publik, tetapi merancang masa depan ekonomi berbasis nasionalisme produktif, di mana negara dan pasar berjalan berdampingan demi kemakmuran bersama.
Pengalaman Diplomat
Sebelum memimpin lembaga strategis baru ini, ia pernah menjabat sebagai Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia periode 2015–2021.
Di bawah kepemimpinannya, Kadin menjadi lebih dari sekadar forum bisnis, tetapi juga wadah yang aktif mendorong reformasi kebijakan investasi, perpajakan, dan industri nasional.
Saat ditugaskan menjadi Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat pada 2021–2024, Rosan kembali menunjukkan kompetensinya. Dalam masa diplomatik yang penuh tantangan geopolitik, ia berhasil membuka kembali peluang investasi di sektor teknologi tinggi, energi hijau, dan manufaktur strategis.
Ia juga turut memfasilitasi kerja sama antara BUMN Indonesia dan perusahaan besar Amerika seperti Tesla dan Microsoft dalam pengembangan rantai pasok baterai dan digitalisasi industri.
Dengan latar belakang sebagai pengusaha, diplomat, dan teknokrat, ia mewakili generasi baru pejabat publik yang memahami logika pasar tanpa kehilangan kompas moral kebangsaan.
Bekal Pendidikan
Rosan Perkasa Roeslani adalah anak bungsu dari tiga bersaudara, putra pasangan dr. Roeslan Sapeni, seorang dokter spesialis THT, dan Siti Hasanah. Ayahnya dikenal tegas namun adil, sementara ibunya merupakan sosok yang hangat dan sabar.
Pendidikan dasarnya ia jalani di Jakarta, hingga akhirnya melanjutkan ke SMA Pangudi Luhur, sekolah swasta bergengsi yang banyak melahirkan tokoh nasional.
Di sana, Rosan mulai menunjukkan minat pada ekonomi dan organisasi, dikenal aktif, komunikatif, dan cepat beradaptasi dalam lingkungan multikultural.
Setelah SMA, ia melanjutkan studi ke luar negeri, mengambil S-1 Administrasi Bisnis dengan konsentrasi Keuangan dan Pemasaran di Oklahoma State University, Stillwater, Amerika Serikat.
Ia juga aktif di organisasi mahasiswa Indonesia di Amerika. Pendidikannya ke jenjang magister di European University, Antwerpen, Belgia, memperkaya cara pandangnya tentang ekonomi global dan pentingnya efisiensi dalam pengelolaan investasi.
Rosan memahami paradigma baru tentang dunia bisnis, keberhasilan ekonomi tak hanya ditentukan oleh modal finansial, tetapi juga oleh visi jangka panjang, tata kelola yang transparan, dan kemampuan membaca arah perubahan global.
Basis Bisnis
Sekembalinya dari luar negeri pada 1997, bersama dua sahabatnya, Sandiaga Salahuddin Uno dan Hasbi Hafani, ia mendirikan PT Republik Indonesia Funding, sebuah perusahaan penasihat keuangan yang kemudian menjadi cikal bakal Recapital Group.
Nama Recapital mulai dikenal luas pada awal 2000-an. Sekitar tahun 2002, perusahaan ini resmi berganti nama menjadi Recapital Group dan berkembang pesat menjadi salah satu konglomerasi investasi nasional yang aktif di berbagai sektor seperti keuangan, properti, infrastruktur, energi, media, dan komunikasi.
Selain sebagai pendiri, Rosan juga memegang berbagai posisi penting di dunia korporasi. Ia pernah menjabat sebagai Presiden Komisaris Komite Investasi Recapital Asset Management, Komisaris PT Kaltim Prima Coal, dan Presiden Komisaris Bank Tabungan Pensiun Nasional (BTPN).
Di dunia media, ia pernah menjadi Komisaris di Lativi Mediakarya (TVOne) serta anggota Dewan Penasihat di PT Lupita Amanda. Jaringan yang ia bangun lintas sektor memperkuat posisinya sebagai figur yang mampu menjembatani kepentingan bisnis dan kebijakan nasional.
Rosan juga aktif dalam organisasi bisnis dan kemasyarakatan. Di HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia), ia dipercaya menjadi Bendahara Umum pada periode 2005–2008.
Dari situ, ia mulai aktif di Kadin Indonesia (Kamar Dagang dan Industri Indonesia), awalnya sebagai Wakil Ketua Umum Bidang Perbankan dan Finansial, hingga akhirnya terpilih sebagai Ketua Umum Kadin periode 2015–2021.











