Rajiv Anggota Komisi IV DPR RI

Anggota Komisi IV DPR RI – Dari Bisnis ke Politik Aspirasi Akar Rumput

Share

Rajiv memulai karier sebagai seorang pengusaha muda dengan semangat untuk menciptakan peluang dan memberdayakan masyarakat. Banyak terjun ke lapangan dan menyaksikan berbagai persoalan nyata yang dihadapi masyarakat.

Dorongan untuk memberikan kontribusi lebih besar dan menciptakan dampak yang lebih luas membawanya terjun ke dunia politik melalui Partai NasDem.

Kesempatan tidak ditentukan oleh garis keturunan, melainkan oleh semangat, kemampuan, dan komitmen untuk bangsa. “Bagi saya, inilah politik tanpa sekat yang memberikan harapan baru,” ujarnya.

Rajiv mulai turun ke lapangan sejak 2021, dua tahun sebelum masa kampanye dimulai. Ia menyadari bahwa meskipun Dapil Jawa Barat II, meliputi Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat,

hanya sekitar 120 km dari Jakarta, masih banyak persoalan mendasar seperti rendahnya kesejahteraan petani, akses pendidikan, layanan kesehatan, dan kebutuhan hidup lainnya.

“Bahkan, banyak warga yang tidak mengenal anggota DPR yang mereka pilih sebelumnya,” katanya.

Patahkan Stigma
Dalam pencalonan Rajiv sebagai anggota DPR RI 2024, fokus utamanya adalah mematahkan stigma terkait praktik money politic. Ia berkomitmen menunjukkan bahwa kepercayaan publik dapat diraih dengan gagasan, integritas, dan kerja nyata.

Melalui dialog, edukasi politik, dan aksi nyata, ia ingin mengubah persepsi bahwa suara rakyat bisa dibeli menjadi suara rakyat harus didengar dan diperjuangkan dengan martabat.

Setelah resmi menjadi anggota DPR RI dan duduk di Komisi IV, ia memandang tugasnya bukan hanya sebagai amanah politik, tetapi juga tanggung jawab moral terhadap rakyat, khususnya di Dapil Jawa Barat II, yang sebagian besar warganya bergantung pada pertanian dan peternakan.

“Berada di Komisi IV sangat relevan dengan karakteristik dapil saya, yang mayoritas penduduknya adalah petani dan peternak,” ujarnya.

Program Strategis
Rajiv memahami potensi besar di masyarakatnya yang bergantung pada sektor pertanian. Namun, ia menemukan masalah seperti distribusi pupuk subsidi yang langka, tidak merata dan sering terlambat masih menjadi keluhan utama petani.

Alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan perumahan dan industri turut memperparah kerusakan lingkungan yang memicu banjir, longsor, dan kekeringan di Kabupaten Bandung dan Bandung Barat. Untuk itu, ia akan  memperjuangkan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B).

Juga memperjuangkan insentif bagi petani yang menjaga lahannya, serta mendorong keterlibatan generasi muda desa dalam sektor pertanian melalui pelatihan, akses KUR, dan penyediaan lahan garapan. Banyak petani menghadapi dampak kekeringan musiman.

Pembangunan irigasi tersier, embung desa, dan pompa air tenaga surya diperlukan agar ketahanan pangan lokal tetap terjaga. Rumah potong hewan modern, pasar tani yang layak, penguatan koperasi petani, dan pengembangan komoditas lokal juga diperlukan agar memiliki nilai tambah dan mampu bersaing di pasar nasional maupun ekspor.

“Saya tidak akan duduk diam di Senayan. Saya akan mendengarkan suara petani dan memastikan aspirasi mereka masuk dalam kebijakan negara,” tegasnya.

Swasembada pangan
Bagi Rajiv adalah visi Presiden Prabowo yang tidak hanya ambisi politik tetapi kebutuhan strategis untuk masa depan bangsa. Ketergantungan pada impor pangan harus segera diakhiri karena kemandirian pangan adalah fondasi kedaulatan negara.

Rajiv berkomitmen untuk memaksimalkan perannya di beberapa titik strategis. Pertama, memperkuat fungsi pengawasan agar anggaran dan program kementerian teknis efektif dan berpihak pada petani, peternak, serta nelayan kecil.

Kedua, mendorong regulasi baru dan revisi kebijakan yang selama ini menghambat percepatan swasembada pangan.

Ketiga, mengadvokasi hilirisasi dan industrialisasi sektor pertanian untuk meningkatkan nilai tambah produksi dalam negeri.

Keempat, fokus pada edukasi dan regenerasi petani muda agar sektor pertanian tidak kehilangan tenaga dan inovasi.

Kelima, memperluas kolaborasi multipihak dengan pemerintah pusat dan daerah, perguruan tinggi, dunia usaha, pesantren, hingga komunitas lokal harus terlibat aktif

Persoalan Krusial
Menurut Rajiv, distribusi dan aksesibilitas pupuk subsidi masih menjadi masalah. Pupuk sering langka dan tidak tepat sasaran. dan harganya naiik ditengah musim tanam.

Sistem distribusi dan data penerima yang belum akurat perlu segera diperbaiki melalui digitalisasi. Alih fungsi lahan pertanian menjadi ancaman serius, dengan ribuan hektare sawah produktif berubah menjadi kawasan perumahan, industri, atau infrastruktur setiap tahun, yang mengancam ketahanan pangan.

Masalah lainnya adalah lemahnya harga dasar dan kurangnya perlindungan untuk petani. Saat panen raya, harga hasil pertanian sering jatuh, membuat petani rugi dan enggan menanam kembali.

Minimnya regenerasi petani juga menjadi tantangan karena banyak anak muda tidak tertarik bertani, menganggapnya kurang menjanjikan. Pemerintah perlu mendorong program pertanian modern berbasis teknologi.

Ketimpangan dalam rantai pasok memaksa petani menjual hasil panen dengan harga rendah akibat kurangnya akses langsung ke pasar. Penguatan koperasi, pasar digital, dan BUMDes sangat diperlukan sebagai penghubung yang adil dan transparan.

Kondisi infrastruktur pertanian masih jauh dari memadai, dengan banyak lahan yang belum memiliki irigasi teknis, jalan tani rusak, alat pascapanen terbatas, dan gudang penyimpanan yang tidak tersedia.

Ketergantungan pada impor komoditas strategis seperti kedelai, gula, bawang putih, dan daging juga melemahkan posisi petani lokal.

Bapanas dengan Bulog Harus Sinergi Maksimal

Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Bulog ikut terlibat dalam kebijakan pangan. Namun menurut Rajiv, selama ini sinergi antara keduanya masih belum maksimal. Bapanas seharusnya menjadi pusat dari semua perencanaan jangka panjang.

Bulog seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga stok pangan nasional dan stabilisasi harga. Bulog diharapkan tidak hanya menjaga gudang, tetapi juga aktif di pasar dengan membeli saat panen dan menjual saat pasokan langka. Diperlukan peta jalan yang jelas dari tahap perencanaan hingga pelaksanaan.

Bulog perlu diberi peran lebih besar dan tidak hanya menjadi penonton saat pasar mengalami gejolak. Begitu pula, Bapanas harus memastikan setiap rencana yang disusun benar-benar dapat dieksekusi. “Kalau ingin mewujudkan kedaulatan pangan, maka Bapanas dan Bulog harus berjalan bersama,” ujarnya.

Maraknya kasus beras oplosan dan pupuk subsidi palsu, menurut Rajiv, bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi pengkhianatan terhadap petani, konsumen, dan program negara.

Penegakan hukum harus tegas dan menyeluruh. Selama pelanggar hanya ditindak sebagian tanpa menyentuh aktor utama, praktik ini akan terus terjadi.

Kasus beras oplosan dinilai sangat berbahaya karena tidak hanya merugikan konsumen, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap cadangan pangan negara.

Rajiv mendesak Bulog dan Bapanas memperkuat pengawasan mutu dan keamanan pangan. Produk beras Bulog harus memiliki identitas yang jelas dan sulit dipalsukan.

Ia juga mengusulkan pelibatan masyarakat dan pelaku usaha yang jujur. Harus ada ruang pelaporan terbuka agar pedagang, petani, atau pembeli yang menemukan beras oplosan atau pupuk palsu dapat melapor dan langsung ditindak.

Rajiv menilai edukasi dan penguatan ekonomi petani adalah hal mendasar. Selama petani dalam posisi lemah dan tidak memiliki daya tawar, mereka akan selalu menjadi korban.

“Kita harus membantu petani mandiri melalui koperasi, pupuk organik buatan lokal, dan distribusi langsung dari petani ke pasar,” katanya.

Keluhan Klasik
Masalah distribusi pupuk subsidi adalah keluhan klasik yang hingga kini belum terselesaikan secara memadai. Rajiv mendorong Kementerian Pertanian untuk membuka akses data e-RDKK secara transparan dan melakukan verifikasi lapangan secara berkala dengan melibatkan dinas daerah, kelompok tani, dan aparat desa.

Ia menekankan pentingnya sistem digital yang baik dengan data yang valid. Distribusi pupuk harus dapat dilacak secara real-time seperti logistik e-commerce. Rajiv juga mendorong pengembangan sistem pelacakan mulai dari pabrik, distributor, kios pengecer, hingga petani menggunakan QR code, sistem digital, dan pelaporan online agar kebocoran segera terdeteksi.

Rajiv menyoroti pentingnya audit lapangan oleh pihak independen karena selama ini pengawasan hanya bersifat formalitas. Ia mengusulkan agar Komisi IV melibatkan BPKP, Ombudsman, dan organisasi petani independen dalam pengawasan distribusi pupuk.

Ia juga menekankan perlunya mekanisme pengaduan petani yang cepat dan responsif. Petani harus bisa melapor langsung jika tidak mendapatkan pupuk, menerima pupuk palsu, atau menghadapi lonjakan harga melalui aplikasi, WA center, atau nomor pengaduan aktif.

Menurut Rajiv, negara harus berani mendorong diversifikasi pupuk, terutama organik buatan lokal, agar tidak sepenuhnya bergantung pada pupuk subsidi kimia dari pabrik besar.

Jika petani mampu memproduksi pupuk kompos, biofertilizer, dan sejenisnya, ketergantungan terhadap pupuk subsidi akan berkurang drastis. “Komisi IV tidak boleh hanya jadi penonton. Kita harus memastikan bahwa subsidi pupuk benar-benar sampai ke tangan petani yang berhak,” tegasnya.

Artikel Terkait