Guru Besar FKKMK UGM Sedang Menyampaikan Suara Keprihatinan Perihal Kebijakan Menkes Saat Ini

Suara Keprihatinan Bulaksumur Protes Guru Besar FKKMK UGM

Share

Sejumlah guru besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada menyatakan keprihatinan atas kebijakan yang diambil pemerintah di bidang pendidikan dan layanan kesehatan akhir-akhir ini. Pernyataan yang disampaikan 7 Mei 2025 ini menyikapi arah transformasi dan dinamika kebijakan di bidang kesehatan nasional.

Para guru besar tersebut berpendapat, semangat perubahan yang seharusnya mengedepankan keadilan, profesionalisme, partisipasi, dan kolaborasi semua pemangku kepentingan,

ironisnya, telah dikeluarkan kebijakan-kebijakan di bidang kesehatan yang konsisten dan sistematis mengakibatkan hilangnya kebebasan berpendapat dan independensi, mengintimidasi, memecah belah profesi kedokteran / kesehatan, menekan kebebasan akademik, serta mereduksi fungsi rumah sakit pendidikan.

Prof. Dr. dr. Budi Yuli Setianto, Sp.PD.KKV, Sp.JP(K), mengatakan acara penyamaian Suara Keprihatinan yang diselenggarakan oleh Dewan Guru Besar Universitas Gadjah Mada sebagai wadah untuk menyampaikan aspirasi,

khususnya dari sejawat tenaga kesehatan, terhadap hal-hal yang dirasa kurang tepat dalam kebijakan yang sedang berlangsung.

“Kami berkumpul di Lapangan Pancasila bukan untuk berdemo atau melawan regulasi, tetapi untuk menyampaikan aspirasi dan masukan yang diharapkan dapat didengar oleh para pemangku kepentingan. Kami berharap keprihatinan ini ditindaklanjuti, katanya.

Menurut Budi Yuli, perubahan dalam ekosistem layanan kesehatan membawa konsekuensi yang tidak bisa diabaikan. Salah satunya adalah reduksi peran rumah sakit pendidikan, yang bukan hanya persoalan administratif, tetapi menyentuh esensi pendidikan dan pengabdian.

“Kami memandang adanya ketidaksesuaian antara kewenangan yang seharusnya dijalankan dan kenyataan di lapangan,” katanya.

Bagian RS Kesehatan
Pendidikan tenaga kesehatan, kata Budi Yuli, khususnya dokter dan tenaga kesehatan lainnya, harus tetap menjadi bagian integral dari rumah sakit pendidikan agar standar akademik, klinis, dan profesional tetap terjaga dan tidak terfragmentasi oleh regulasi yang tidak selaras.

“Mari kita awali transformasi ini dengan semangat akademik dan pengabdian, membangun sistem yang mampu menerima kritik secara konstruktif, dan berorientasi pada kepentingan publik. Perubahan yang menguatkan, bukan melemahkan fondasi yang sudah lama dibangun demi layanan kesehatan yang berkualitas,katanya.

Sementara Prof. dr. Budi Mulyono, SpPK(K), MM, Spesialis Patologi Klinik, Konsultan, mantan Direktur RSUP Dr. Sardjito, menceritakan pengalamannya
mendidik dokter dan juga dokter spesialis. Pernah aktif di manajemen rumah sakit, hingga akhirnya menjabat sebagai Direktur Utama RSUP Dr. Sardjito.

Dikatakan pernah ada konsep tiga tungku sejarangan. Pendidikan dokter dan spesialis didasarkan atas sinergi antara tiga pilar: Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan (dalam hal ini UGM), dan organisasi profesi.

Dalam sinergi itu, tujuannya adalah satu: mendidik anak bangsa agar menjadi pelayan kesehatan yang berbakti kepada nusa dan bangsa.

“Tentu saja tidak selalu berjalan mulus. Konflik dan masalah pasti ada. Namun, penyelesaiannya dilakukan dengan cara yang adem, tenang, khas Yogyakarta.” katanya.

Saat ini, kata Budi Mulyono, merasa miris melihat situasi terakhir. Harmoni sangatlah penting. Jika ada kekurangan, diperbaiki dengan cara yang baik dan benar.

Melawan Ketidakadilan
Dr. dr. Darwito S.H. Sp.B.Onk,Direktur Utama Rumah Sakit Akademik UGM, Spesialis Bedah Onkologi merasa seolah kembali ke masa muda, saat diajarkan untuk melawan ketidakadilan, bukti bahwa kita masih memiliki hati nurani.

“Selama ini kita diam. Kita terpaku melihat media sosial, menyimak tayangan-tayangan yang seolah menafikan peran dokter, guru besar, para pendidik, dan bahkan fakultas-fakultas kedokteran. Dalam tiga hingga enam bulan terakhir, terjadi tindakan sepihak, program studi dokter spesialis ditutup begitu saja,” katanya.

Keluarga besar FKKMK UGM, katanya, tidak menolak program yang pro-rakyat. Juga mendukung pengembangan pendidikan, peningkatan jumlah spesialis,
dan kemajuan layanan kesehatan. Asal tidak dilakukan dengan cara sewenang-wenang.

Pendidikan Terdampak
Prof. dr. Retno Sutomo, Sp.A(K)., Ph.D, mengatakan mengkritisi situasi terakhir di dunia kesehatan, karena yang terdampak bukan hanya layanan kesehatan, tapi juga pendidikan kedokteran secara keseluruhan.

“Kita menyuarakan keprihatinan terhadap rusaknya sendi-sendi dasar pelayanan dan pendidikan kedokteran. Etika kedokteran, yang seharusnya mengutamakan kemanusiaan dan layanan kesehatan, kini tergerus oleh pendekatan-pendekatan yang terlalu berbasis pada komersialisasi,” katanya.

Retno Sutomo juga menyatakan ketika mendidik mahasiswa kedokteran, koas, residen, dan merawat pasien setiap hari, merasa tidak nyaman ketika semua hal diukur dengan nilai-nilai materialistik semata.

Sejak awal profesi ini dibangun di atas nilai kemanusiaan dan pengabdian. Ya, kita menerima jasa medis, tapi bukan itu fondasinya. Fondasinya adalah komitmen terhadap kualitas pelayanan dan kemanusiaan.

Fokus Tugas Kesehatan
Prof. Dr. Wahyudi Kumorotomo, MPP, Anggota Dewan Guru Besar Universitas Gadjah Mada yang bukan dokter mengatakan, dokter-dokter, yang seharusnya
fokus pada tugas kemanusiaan, harus turun menyuarakan hak dan kewajiban mereka dalam melayani masyarakat.

“Kita semua masih ingat, saat pandemi COVID-19 melanda dan sebagian besar masyarakat berdiam diri di rumah, dokterlah yang tetap bekerja penuh di rumah sakit, mempertaruhkan nyawa demi keselamatan kita semua,” katanya.

Namun sekarang, ketika mereka menyampaikan kritik atau suara berbeda, mereka justru ditindak secara sewenang-wenang oleh kebijakan yang kaku dan otoriter.

Perlu kita ingat, katanya, para pejuang kemerdekaan kita dahulu banyak yang berasal dari profesi dokter seperti Dr. Soetomo, Dr. Cipto Mangunkusumo.

“Bahkan pendiri Universitas Gadjah Mada, rektor pertama kita, adalah Prof. Dr. Sardjito, seorang dokter,” katanya.
***

Poin-poin Keprihatinan Guru Besar FKKK UGM

1. Transformasi layanan kesehatan yang seharusnya berorientasi pada keselamatan pasien dan nilai-nilai kemanusiaan telah bergeser menjadi kapitalisasi dan orientasi keuntungan finansial. Hal ini telah mengakibatkan eksploitasi tenaga kesehatan serta pelanggaran terhadap etika kedokteran dan kesehatan.

2. Telah terjadi reduksi peran rumah sakit milik Kementerian Kesehatan dan rumah sakit daerah sebagai rumah sakit pendidikan. Hal ini disebabkan oleh kebijakan-kebijakan yang tidak akomodatif dan menghilangkan fungsi sinergi serta kolaborasi dengan institusi pendidikan tinggi di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

3. Tindakan penggunaan kekuasaan secara semena-mena untuk menghilangkan independensi profesi kedokteran dan kesehatan, termasuk penguasaan terhadap konsil dan kolegium yang sejatinya merupakan penjaga utama keilmuan dan profesionalitas kedokteran.

4. Penggunaan kekuasaan untuk mengintimidasi dan memecah belah kesatuan profesi kedokteran dan kesehatan di Indonesia.

Artikel Terkait

Scroll to Top