Kegiatan bertajuk Aksi Terbuka Bersuara Untuk Masa Depan Pendidikan Kedokteran ini mengkritisi serangkaian kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI yang dinilai tidak relevan dan berpotensi merusak mutu, profesionalisme, serta kemandirian institusi pendidikan kedokteran di Indonesia.
Dekan FK UB, Dr. dr. Wisnu Barlianto, M.Si.Med., Sp.A (K), menegaskan bahwa kebijakan Kemenkes saat ini cenderung menjauh dari semangat kolaboratif
yang esensial.
“Banyak narasi negatif yang terjadi pada pendidikan dokter dan profesi dokter. Ini sangat kontradiktif dengan program Asta Cita Presiden dan Wakil Presiden
untuk memperkuat SDM melalui pendidikan dan kesehatan yang bermutu, adil, dan merata,” ujarnya.
Ia menambahkan, aksi ini merupakan wujud kepedulian dan cinta para akademisi FK UB terhadap NKRI. Seluruh akademisi yang hadir mengenakan pita merah putih sebagai lambang harapan kemajuan pendidikan kedokteran Indonesia.
Dukungan juga datang dari Ketua Dewan Profesor Universitas Brawijaya, Prof. Sukir Maryanto, S.Si., M.Si., Ph.D. Ia menyoroti terbitnya PP Nomor 17 Tahun 2023 yang seharusnya dikomunikasikan dan dikolaborasikan dengan baik.
“Dewan Profesor mendukung aktivitas aksi keprihatinan ini demi negara bangsa Indonesia, terutama di pendidikan kedokteran,” ungkapnya.
Langkah Lanjutan
Wakil Dekan Bidang Akademik FK UB, Prof. dr. Mohammad Saifur Rohman, Sp.JP(K), Ph.D., memaparkan langkah konkret yang akan ditempuh. Pihaknya juga sudah melayangkan permohonan audiensi kepada Komisi X DPR RI terkait pendidikan dan Komisi IX DPR RI terkait kesehatan.
“Untuk memfasilitasi diskusi bersama, mencari langkah terbaik, dan memberikan masukan kepada Kementerian Pendidikan untuk duduk bersama Kementerian Kesehatan,” kata Prof. Saifur.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa naskah pernyataan sikap ini akan dikumpulkan bersama aspirasi serupa dari guru besar se-Indonesia dan melalui Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk disampaikan langsung kepada Presiden.
“Tujuannya adalah mengembalikan fungsi masingmasing lembaga secara kolaboratif, memproduksi dokter berkualitas dengan sebaran yang merata,” katanya.
Para Guru Besar FK UB berharap pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dapat mendengarkan dan menindaklanjuti aspirasi ini secara arif dan bijaksana demi masa depan pendidikan kedokteran yang lebih baik di Indonesia.
Empat Tuntutan
Dalam pernyataan sikapnya, para Guru Besar FK UB menyampaikan empat tuntutan.
Pertama, menuntut pemulihan fungsi kolegium kedokteran sebagai lembaga independen yang menjaga mutu pendidikan kedokteran, mencakup standar kompetensi, kurikulum, dan sistem evaluasi tanpa intervensi kepentingan di luar akademik.
Kedua, mendesak kemitraan yang sinergis dan sejajar antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan Sains dan Teknologi, Kolegium, Rumah Sakit Pendidikan, dan Institusi Pendidikan Kedokteran untuk menjaga integritas dan kualitas pendidikan.
Ketiga, menegaskan pentingnya mempertahankan marwah dan kemandirian perguruan tinggi sebagai penyelenggara pendidikan kedokteran, dengan otonomi
akademik, etika keilmuan, serta independensi hukum dan kebijakan pendidikan sebagai fondasinya.
Keempat, dukungan perbaikan tata kelola pendidikan kedokteran dan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dengan menjunjung tinggi prinsip keilmuan, integritas, transparansi, dan keadilan.
Kompas.com