RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung (Garnesia.com)

RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung – Kembalikan Peran Utama DPJP Ingin Capai Pendapatan Rp 2 T

Share

Karier dr. H. Rachim Dinata Marsidi, Sp. B. FINAC, M. Kes dimulai sebagai Kepala Puskesmas di Tegalgundi, Bogor pada 1983 hingga 1990, dan meraih predikat sebagai dokter teladan.

Setelah menyelesaikan pendidikan spesialis bedah di Unpad, ia ditugaskan di RSUD Balikpapan pada 1996. Setelah melanjutkan pendidikan Magister Manajemen Rumah Sakit dipercaya menjadi Wakil Direktur Pelayanan pada 2009, dan diangkat sebagai Direktur pada 2010.

Kemudian menjadi Dirut di RSUD Abdoel Wahab Sjahranie Samarinda, dan berhasil menjadikannya rumah sakit rujukan nasional. Di sini dilengkapi dengan fasilitas medis canggih, seperti catlab, open heart surgery, dan Magnetic resonance imaging (MRI).

Menjadi rumah sakit pertama di luar Jawa yang memiliki Kedokteran Nuklir, Radioterapi, dan program bayi tabung. Rachim berusaha menarik pasien tidak hanya dari Kalimantan,

tetapi juga Sulawesi, Papua, dan bahkan Jawa. RSUD Abdoel Wahab Sjahranie bahkan menyediakan rumah singgah untuk pasien terapi radioterapi yang membutuhkan perawatan panjang, dengan biaya yang terjangkau.

Setelah pensiun pada usia 65 tahun, Rachim kembali ke Bandung dan langsung diminta Gubernur Jawa Barat agar bergabung dalam Tim Akselerasi Jabar Juara (TAJJ) untuk menyusun rencana pengembangan 6 rumah sakit milik pemerintah provinsi (Pemprov), meskipun pada prosesnya terbentur oleh pandemi COVID-19.

Ia kemudian menjabat sebagai Dewan Pengawas (Dewas) di RS Al Ikhsan, lalu menjadi Direktur RS Santosa Kopo, berhasil meningkatkan pendapatan rumah sakit dari Rp. 9 miliar menjadi Rp. 60 miliar per tahun dalam waktu kurang dari 3 tahun, meskipun mayoritas pasiennya menggunakan subsidi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Pada 2024, Rachim akhirnya mendapatkan tawaran dari Kementerian Kesehatan untuk menjadi Direktur di RSUP dr. Hasan Sadikin (RSHS) yang dianggapnya memiliki potensi besar, namun belum sepenuhnya diberdayakan.

“Hasan Sadikin ini mutiara yang belum disepuh. Saya senang menerima tantangan untuk mengelola rumah sakit ini,” ujarnya.

SDM Kunci Sukses
Meskipun di RS Santosa Kopo juga mengelola pasien BPJS dalam jumlah besar, kelebihan utama RSUP dr. Hasan Sadikin (RSHS) terletak pada kualitas sumber daya manusia (SDM) nya.

Di Kopo, dalam waktu 4 bulan, Rachim berhasil mengubah status rumah sakit dari kelas B menjadi kelas A dengan bantuan SDM khususnya dokter dari RSHS. Ia percaya bahwa kualitas SDM yang mumpuni adalah kunci utama untuk mengembangkan rumah sakit.

Setelah bergabung dengan RSHS, Rachim fokus pada pembenahan internal, khususnya penataan SDM dan pelayanan medis. Salah satu langkah penting yang diambilnya adalah memastikan para dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) merasa betah dan nyaman bekerja di rumah sakit,

menggantikan dominasi tenaga Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), yang sebelumnya mengatur standar pelayanan medis.

Ia menekankan pentingnya standar pelayanan yang tinggi dan tenaga medis yang kompeten untuk menjaga kualitas pelayanan. Rachim juga menekankan
pentingnya kesejahteraan karyawan, baik dokter, perawat, maupun karyawan lainnya, salah satunya dengan memperbaiki pendapatan mereka.

Menurutnya, penghargaan finansial sangat penting untuk menjaga motivasi dan mengurangi risiko staf keluar dari rumah sakit. Dengan memperhatikan kesejahteraan SDM, ia yakin rumah sakit dapat memberikan pelayanan terbaik bagi pasien.

Salah satu pencapaian besar Rachim adalah keberhasilannya dalam meningkatkan pendapatan rumah sakit secara signifikan. Pada tahun pertama kepemimpinannya, RSHS berhasil meraih pendapatan lebih dari 1 triliun, yang sebelumnya belum pernah tercapai dalam 100 tahun sejarah rumah sakit tersebut.

“Meskipun rumah sakit dikatakan tidak mengejar profit, tetapi saya ingin make money. Jadi walaupun 90% pasiennya BPJS, bukan berarti rumah sakit harus rugi,” jelasnya.

Peralatan Medis Canggih
RSRSHS telah dilengkapi dengan peralatan canggih, salah satunya adalah Positron Emission Tomography (PET) Scan yang merupakan bagian dari layanan Kedokteran Nuklir.

Peralatan tersebut digunakan untuk mendeteksi tumor di seluruh tubuh, dan Kedokteran Nuklir memainkan peran penting dalam mengoperasikan PET Scan.

Selain itu, RSHS juga akan segera memiliki Siklotron, perangkat yang memproduksi zat pelacak radioaktif yang digunakan dalam PET Scan untuk mendeteksi dan memetakan kanker. Rachim menyebutkan bahwa sebelumnya, saat di Samarinda, ia merupakan yang pertama memperkenalkan peralatan medis canggih tersebut, di luar Jakarta.

“Memiliki peralatan canggih adalah hal yang biasa. Yang terpenting adalah bagaimana memaksimalkan penggunaannya untuk memberikan pelayanan optimal bagi pasien,” katanya.

Pelayanan BPJS
Sebagai rumah sakit yang melayani banyak pasien BPJS, Rachim mengungkapkan bahwa meskipun ada tantangan terkait antrean panjang, RSHS berupaya untuk mengelola sistem antrean dengan lebih efisien.

Rumah sakit ini telah mengimplementasikan sistem pendaftaran online menggunakan smartphone, sehingga pasien dapat mendaftar lebih awal dan datang
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, untuk mengurangi waktu tunggu yang sering menjadi keluhan.

RSHS juga membuka layanan BPJS hingga sore hari untuk pasien dari luar kota. Selain masalah antrean, BPJS juga sering dianggap memiliki tantangan dalam hal penggantian biaya.

Namun, Rachim percaya dengan sistem yang tepat BPJS bisa menguntungkan. Hal ini tampak dari pengalamannya meningkatkan pendapatan di rumah sakit
sebelumnya dan RSHS.

Di Samarinda, ia berhasil meningkatkan pendapatan dari Rp. 120 miliar menjadi Rp. 350 miliar per tahun. Di RSHS, dalam 6 bulan setelah ia bergabung, pendapatan telah mencapai lebih dari Rp. 1 triliun , dan ia optimis bahwa pendapatan bisa terus meningkat.

Dari hasil pendapatan ini, RSHS dapat membangun gedung Mother and Child Healthcare Center (MCHC) yang berhasil dipenuhi 90% kapasitasnya dalam 2 bulan.

Rachim menjelaskan bahwa untuk meningkatkan pendapatan rumah sakit, salah satu cara yang efektif adalah menambah jumlah tempat tidur, dengan menargetkan minimal satu tempat tidur menghasilkan 1 miliar per tahun.

Ia juga menekankan pentingnya memahami sistem BPJS dan menerapkan subsidi silang, di mana pendapatan dari pasien non-BPJS digunakan untuk menutupi biaya operasional pasien BPJS.

“Harus pintar-pintar melihat mana yang rugi dan untung,” katanya.

Layanan Eksekutif
RSHS terus memperluas kapasitas dan meningkatkan kualitas layanan melalui pembangunan gedung baru dan penambahan tempat tidur.

Saat ini, rumah sakit ini memiliki 892 tempat tidur dan berencana menambah kapasitas menjadi 1.200 tempat tidur pada tahun ini dengan membangun gedung baru yang menambah 400 tempat tidur.

Selain itu, renovasi gedunggedung lama juga dilakukan untuk menampung lebih banyak pasien. Setiap harinya RSHS melayani ribuan pasien, sehingga Rachim
berupaya mengurangi waktu pemeriksaan di unit gawat darurat (UGD) menjadi 4 jam dan di poliklinik menjadi 2 jam per pasien, kecuali untuk pemeriksaan penunjang.

Rumah sakit juga sedang mengembangkan layanan eksekutif untuk menarik pasien non-BPJS sebagai sumber pendapatan tambahan, mengingat biaya operasional yang besar dan BPJS seringkali merugikan rumah sakit tanpa subsidi silang.

Layanan eksekutif ini dikembangkan dengan fasilitas yang lebih nyaman dan pelayanan yang setara dengan rumah sakit swasta. “Kami sudah merenovasi
gedung-gedung agar lebih nyaman, sehingga pasien tidak perlu melakukan pemeriksaan ke luar negeri. Cukup datang ke Hasan Sadikin, semua layanan ada di sini,” ujarnya.

Target Ke Depan
Rachim mengungkapkan bahwa RSHS memiliki target besar, yaitu mencapai pendapatan sebesar Rp. 2 triliun pada 2027, sesuai dengan tantangan dari Menteri
Kesehatan.

Jika layanan eksekutif terus berkembang dengan baik, ia optimistis target tersebut bisa tercapai. Selain itu, ia juga berusaha mengubah citra RSHS yang dulu dianggap kotor dan gelap menjadi setara atau bahkan lebih baik dari rumah sakit swasta.

Rachim juga fokus pada peningkatan kualitas pendidikan bagi PPDS. Kini, PPDS mendapatkan pengawasan dan pembimbingan langsung dari DPJP dalam proses pemeriksaan dan operasi, untuk memastikan mereka mendapatkan pembelajaran yang lebih baik.

Ia berharap PPDS yang dilatih di RSHS akan menjadi dokter spesialis yang kompeten dan berkualitas tinggi.

Artikel Terkait

Scroll to Top