Bila tak ada aral melintang, rumah sakit kelas internasional yang berada di pusat kawasan wisata terbesar di Indonesia, Pulau Bali, bakal segera di resmikan pada Bulan Juli nanti.
Menteri Badan Usaha Milik Negara, Erick Thohir pada Februari lalu, terakhir melakukan pengecekan persiapan dibukanya Rumah Sakit Bali Internasional Hospital. Dalam unggahan di Akun Instagram pribadinya bulan Februari lalu, Erick menunjukkan persiapan operasional rumah sakit tersebut.
Ia memaparkan saat ini, 100% alat kesehatan sudah terpasang, dan telah dilakukan rekrutmen 280 pegawai, baik dari Bali, wilayah lain Indonesia maupun mancanegara.
“Dokter-dokter diaspora juga telah siap untuk memberikan layanan kesehatan yang optimal. Semoga Bali International Hospital ini dapat diresmikan oleh Bapak Presiden Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto pada bulan Juni 2025,” tulisnya.
Desain bangunan Bali International Hospital (BIH) ini mengedepankan konsep Adiluhung (Penerapan Arsitektur Budaya Bali) serta mengusung konsep healing resort untuk mendukung terapi kesembuhan pasien.
Didukung dengan infrastruktur berstandar dunia, BIH memiliki beberapa layanan yang membutuhkan spesifikasi bangunan khusus, yang juga berstandar internasional. Berada di bawah grup perusahaan kesehatan BUMN, PT Pertamina Bina Medika IHC (Pertamedika IHC).
Pengembangan rumah sakit ini juga mendapatkan dukungan penuh dari PT Pertamina (Persero), Swire Group, dan Indonesia Investment Authority (INA). PT Pertamina (Persero), sebagai induk PT Pertamedika IHC, berkomitmen meningkatkan kualitas layanan kesehatan nasional.
Swire Group, perusahaan dengan reputasi global dalam pengelolaan infrastruktur berkelas dunia, menyumbangkan keahliannya dalam manajemen operasional. Sementara itu, INA memastikan proyek ini sejalan dengan strategi nasional dalam menarik investasi internasional dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Kolaborasi BIH dengan mitra internasional, seperti Icon Cancer Centre, Innoquest, dan SingHealth, memberikan akses langsung pada pengembangan kapasitas klinis, transformasi layanan keperawatan, serta perbaikan alur pelayanan pasien.
Perusahaan konstruksi BUMN, PT PP (Persero) Tbk (PTPP) yang mengerjakan pembangunan infrastruktur BIH menyebutkan, proyek mencakup pembangunan fisik bangunan seluas 67.465 meter persegi di atas lahan seluas 50.000 meter persegi.
Dengan konsep bangunan ruang terbuka lebih dari 60%, proyek ini memiliki luas tapak hanya 36.8%. Selain itu, Bali Internasional Hospital juga melakukan konservasi lebih dari 50% pohon eksisting dengan menyesuaikan tata letak serta desain bangunan.
Erick Thohir menambahkan, rumah sakit internasional ini mempunyai dua fungsi. Selain membantu Bali untuk mempunyai pariwisata baru dan pariwisata kesehatan, rumah sakit ini juga diharapkan bisa mendukung pelayanan kesehatan bagi para investor yang pekerja atau profesionalnya berada di Indonesia.
“Karena investasi itu artinya juga mereka ingin memastikan kesehatan mereka terjamin, standar kesehatan internasional untuk pekerjanya ataupun para profesional yang ada di Indonesia. Karena itu penting sekali platform kesehatan ini kita bangun di Bali,” kata Erick.
**
Keberadaan rumah sakit bertaraf internasional dengan pelayanan yang baik, diharapkan akan bisa mengurangi tingginya orang Indonesia ke luar negeri. Rumah Sakit Bali Internasional Hospital, hanya salah satu dari rumah sakit yang dipersiapkan untuk bisa mengimbangi larinya pasien warga Indonesia ke luar negeri.
Pada Bulan September 2024, Presiden Joko Widodo juga telah meresmikan beroperasinya Rumah Sakit Kementerian Kesehatan
(RS Kemenkes), Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Rumah sakit ini akan menjadi rujukan pelayanan kesehatan di wilayah timur Indonesia. RS Kemenkes Makassar merupakan yang terbesar di Indonesia. Gedung RS tersebut dibangun 12 lantai dan dikelilingi 4 tower atau menara dengan dilengkapi fasilitas 920 tempat tidur dengan anggaran pembangunan hingga Rp2 triliun.
RS Kemenkes Makassar memiliki peralatan medis serba digital berupa catheterization laboratory (Cath Lab) atau layanan kateterisasi jantung. Selain itu ada magnetic resonance imaging (MRI), CT scan atau computerized tomography scan, hingga ruang operasi yang super modern.
Selain RS Kemenkes Makassar, Pemerintah juga telah membangun rumah sakit-rumah sakit diharapkan bisa mencegah warga berobat ke luar negeri. Seperti
Rumah Sakit Kemenkes Surabaya, dan Rumah Sakit Harapan Kita dan Rumah Sakit Kanker Dharmais, juga Rumah Sakit Otak Nasional di Jakarta Timur.
**
Maraknya orang Indonesia pergi berobat ke negeri seberang, memang memaksa industri kesehatan di Indonesia untuk berinovasi dan berkembang demi memenuhi kebutuhan masyarakat.
Masyarakat semakin sadar akan pentingnya kesehatan. Beberapa waktu lalu Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa Indonesia kehilangan devisa negara atau capital outflow hingga Rp170 triliun per tahun karena tingginya angka masyarakat yang berobat ke luar negeri.
Setidaknya ada tiga hal yang menyebabkan masyarakat Indonesia memilih berobat ke luar negeri. Pertama, komunikasi dokter di Indonesia yang minim. Hal ini disebabkan karena waktu konsultasi dokter yang pendek.
Kedua karena akses terhadap teknologi medis dan keahlian spesialis yang belum tersedia banyak serta masih langka di Indonesia. Dan yang terakhir, karena masih tingginya kepercayaan masyarakat terhadap pengobatan di luar negeri.
Bahkan, tak hanya berobat untuk penyakit berat, seperti kanker, bahkan untuk sekadar pemeriksaan kesehatan atau check up saja banyak WNI yang gemar pergi ke luar negeri. Tentu saja ini hanya berlaku untuk kalangan yang mampu secara finansial, sebab biayanya pasti lebih mahal dibandingkan dengan di negeri sendiri.
Inilah yang membuat pemimpin negeri heran sekaligus prihatin. Karena ada sekitar 2 juta warga Indonesia yang berobat ke luar negeri setiap tahun. Sekitar 1 juta orang ke Malaysia, sekitar 750.000 warga ke Singapura, serta sisanya ke Cina, Jepang, Amerika, Jerman, dan negara lain.
Diperkirakan, dari 2 juta orang yang sering pergi berobat ke negeri seberang, ada 60 persen berasal dari Jakarta, 15 persen dari Surabaya, dan sisanya dari Medan, Batam, dan kota lain.
Pengobatan terbanyak dijalani WNI di luar negeri adalah onkologi atau kanker, kemudian ortopedi, persendian, gigi, kecantikan, dan bedah estetika. Padahal dokter dan rumah sakit di dalam negeri, sebenarnya tak kalah pintar dari sejawatnya di negara tetangga.
Karena itulah, fenomena ini menjadi tanggungjawab Kementerian Kesehatan untuk membenahi sektor layanan kesehatan di tanah air. Meningkatkan kualitas layanan RS, baik dari sisi kompetensi dokter dan tenaga kesehatan, keandalan dan keramahan staf non medis, maupun tata kelola manajemen rumah sakit.
**
Masalah layanan kesehatan di Indonesia sebenarnya tak hanya soal banyaknya orang Indonesia memilih pengobatan ke luar negeri, namun juga lemahnya
layanan kesehatan di Indonesia secara umum. Ini yang sering kali membuat persepsi pasien, juga warga kurang menghargai layanan kesehatan di dalam negeri.
Dan memang harus diakui, tingkat pelayanan fasilitas kesehatan di Indonesia relatif rendah. Terutama di daerah pedalaman yang masih sulit terjangkau. Meski fenomena ini juga tidak hanya terjadi di daerah pedalaman tetapi banyak juga rumah sakit besar di kota-kota di Indonesia yang memiliki pelayanan kurang baik dan fasilitas yang masih kurang.
Dari sekitar 9.599 Puskesmas dan 2.184 rumah sakit yang ada di Indonesia, sebagian besarnya masih berpusat di kota-kota besar. Selain itu juga karena masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman masih sulit menjangkau pelayanan kesehatan pemerataan masih perlu dilakukan tidak hanya di daerah
– daerah tetapi di semua tempat kesehatan, entah di puskesmas maupun di rumah sakit.
Sebelum melengkapi fasilitas – fasilitas yang ada untuk membantu pengobatan pelayanan kesehatan harus sudah baik dan lengkap. Tenaga kesehatan yang tersedia di daerah pedalaman juga masih jauh dari kata cukup.
Data terakhir Kementerian Kesehatan RI memang mencatat, sebanyak 52,8 persen dokter spesialis berada di Jakarta, sementara di NTT dan provinsi di bagian Timur Indonesia lainnya hanya sekitar 1-3 persen saja.
Maka dari itu seharusnya lebih banyak tenaga kesehatan yang dikirimkan untuk bertugas di daerah pedalaman agar pelayanan kesehatan dapat lebih merata.
Menteri Kesehatan Indonesia, Budi Gunadi Sadikin menyebut, standar rasio yang diberikan oleh World Health Organization (WHO) kepada Indonesia adalah 1 (satu) dokter berbanding dengan 1.000 pasien.
Namun saat ini, jumlah dokter yang tercatat memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) sekitar 140 ribu sedangkan jumlah masyarakat Indonesia 270 juta jiwa. Artinya, saat ini Indonesia masih kekurangan setidaknya 130 ribu orang untuk melayani masyarakat.
Meski untuk meningkatkan layanan kesehatan ini, memang tidak terbatas pada peningkatan jumlah tenaga kesehatan. Pemerintah perlu meningkatkan infrastruktur kesehatan dengan membangun lebih banyak puskesmas dan rumah sakit di daerah-daerah yang membutuhkan.
Selain itu, fasilitas kesehatan yang sudah ada perlu diperbaiki dan diperbaharui agar memenuhi standar kualitas yang tinggi. Untuk itu, diperlukan kucuran dana dan alokasi anggaran yang lebih besar bagi sektor kesehatan.
Pemerintah perlu mengalokasikan dana yang cukup untuk memperbaiki infrastruktur kesehatan, melatih tenaga medis, dan meningkatkan kualitas
pelayanan. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan juga membutuhkan pendidikan dan kesadaran masyarakat.
Masyarakat perlu diberikan informasi tentang pentingnya menjaga kesehatan dan bagaimana mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Meski tidak mudah, tetapi adanya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan juga sangat diperlukan sehingga segala perilaku dalam berkehidupan setiap harinya mengalami peningkatan kualitas.
Penyelesaian persoalan terkait dengan pelayanan kesehatan juga sudah dituangkan dalam sebuah aturan baru yang disesuaikan dengan kebutuhan zaman, yaitu Undang-undang Kesehatan yaitu UU nomor 17 yang disahkan pada 2023 lalu.
Dengan adanya peraturan itu, Pemerintah sudah menetapkan strategi penguatan layanan sektor kesehatan baik jangka pendek maupun jangka panjang.