Dr. Adin Nulkhasanah Sp.S, MARS - Dirut RSPON Mahar Mardjono

dr. Adin Nulkhasanah – Kecenderungan Makin Muda Penderita Stroke di Indonesia

Share

Sebelum menjadi direktur utama, sejak tahun 2010 Dr. Adin Nulkhasanah Sp.S, MARS sudah terlibat dalam persiapan pembangunan Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RSPON). Saat itu ditempatkan di Pusat Intelegensia Kesehatan di bawah Sekjen Kementerian Kesehatan. RSPON diinisiasi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Lakirnya RSPON sendiri dilatarbelakangi tingginya kasus stroke di Indonesia selama 3 dekade terakhir. Dianggap perlu perlu adanya RS yang memberikan pelayanan terbaik untuk penanganan stroke di Indonesia. Prof. dr. Yusuf Misbah, Dr. Nizar, dan Dr Mursid, serta beberapa senior merumuskan lahirnya rumah sakit pusat otak nasional, dan melakukan layanan perdana saat soft opening Februari 2013 dan dengan Grand Opening pada 2014.

RSPON memiliki misi pertama, mewujudkan layanan otak dan sistem persarafan yang bermutu dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Kedua mewujudkan pendidikan dan penelitian yang mampu memberikan kontribusi pemecahan masalah otak dan sistem persarafan nasional maupun internasional.

Untuk memenuhi visi dan misi tersebut, tahun 2022 RSPON ditetapkan sebagai rumah sakit pengampu untuk stroke, dan diharapkan menjadi rumah sakit pusat mengembangkan layanan otak dan sistem persarafan terbaik di Indonesia, dengan memberikan layanan komprehensif.

“Kami bertekad untuk melakukan pelayanan terbaik dan juga bisa memastikan layanan di Indonesia ini juga baik, sehingga diharapkan angka kematian karena stroke itu mengalami penurunan,” ujarnya.

Target Menkes

Tahun 2022 RSPON ditetapkan sebagai pengampu nasional untuk stroke. Ini merupakan bagian dari pengembangan layanan yang sudah dimulai sejak 2015. Sebagai negara dengan beban kasus stroke terbesar, maka layanan unggulan komprehensif, menjadi fokus RSPON.

Untuk memastikan pemberian layanan dan penanganan terbaik, RSPON siap 24 jam untuk melakukan operasi dan tindakan medis lainnya. Termasuk bagaimana saat persiapan pasien pulang dengan program neurorestorasi.

Sebagai rumah sakit pengampu, menurut Adin, RSPON memberi alur dan contoh bagaimana layanan stroke itu komprehensif kepada RS-RS daerah yang diampunya. Hal ini sekaligus untuk memenuhi target Menteri Kesehatan, agar tahun 2027, 514 kabupaten kota, dan 38 provinsi di Indonesia harus mampu melakukan tindakan trombolisis dan trombektomi. Trombolisis adalah prosedur medis yang menggunakan obat untuk memecah gumpalan darah yang menyumbat pembuluh darah. Trombolisis juga dikenal sebagai terapi trombolitik. Trombektomi adalah prosedur medis untuk mengangkat bekuan darah (trombus) dari pembuluh darah. Prosedur ini dapat dilakukan dengan pembedahan atau menggunakan alat mekanis.

“Saat ini baru 92 kabupaten kota, dan 34 provinsi saja yang sudah bisa melakukan tindakan ini secara mandiri,” katanya..

Pentingnya Pengampuan

Untuk mencapai target tersebut, masih butuh waktu panjang. Sosialisasi ke masyarakat diperlukan agar mereka memahami stroke. Juga tentang kesiapan rumah sakit-rumah sakit di daerah agar mampu menerima pasien- pasien yang memerlukan tindakan seperti trombolisis, trombektomi, kliping, dan sebagainya, sehingga kecacatan dan angka kematian akibat stroke akan semakin menurun. 

Program pengampuan dengan transformasi layanan kesehatan yang dibebankan kepada RSPON, harus memastikan seluruh provinsi di Indonesia ada rumah sakit yang mampu melakukan tindakan mulai dari bawah sampai kliping. Masalahnya, golden period stroke hanya 4,5 jam. Mengantisipasi hal ini, menurut Adin, RSPON selaku rumah sakit pengampu menargetkan minimal satu rumah sakit pemerintah di kota/kabupaten harus mampu melakukan tindakan sampai trombektomi.

“Kalau trombektomi itu bisa sampai 12 jam, jadi masih ada waktu, tapi kalau yang 4,5 jam tadi setiap rumah sakit yang memiliki dokter neurologi dan juga CT scan seharusnya mampu melakukan tindakan,” katanya.

Penanganan stroke yang lebih dini, serta berat ringannya gejala, akan sangat berpengaruh pada tingkat kesembuhan atau kecacatan. Jangan menunda saat terjadi gejala. Tindakan paling efektif adalah 3 bulan pertama setelah serangan, dengan penangan optimal 6 bulan.

Layanan Neurorestorasi

Berbeda dengan jantung, penanganan pada stroke cenderung lebih lambat. Banyak orang yang menganggap stroke bukanlah penyakit yang berbahaya, sehingga mereka cenderung melakukan tindakan sendiri saat serangan terjadi. Padahal time is brain. Kalau tidak ada penanganan segera, stroke tidak saja menyebabkan kerusakan otak, tetapi juga beresiko kematian.

“Semakin cepat ke IGD semakin baik,” katanya. 

Dalam setahun ada sekitar 110.000 pasien rawat jalan, dan 11.000 pasien rawat inap di RSPON. Dan dari jumlah tersebut 70% di antaranya adalah pasien stroke. Dengan kondisi ini maka Adin menyebut, prioritas rumah sakitnya saat ini adalah layanan, baru kemudian membantu rumah sakit-rumah sakit lain bersama pengampu regional, yakni beberapa rumah sakit besar kelas A di masing-masing provinsi.

Dalam kasus stroke, sekitar 60% dari pasien yang sudah melakukan pengobatan, masih mengalami gejala sisa, baik ringan sampai berat. Ini tentu menjadi beban keluarga. Apalagi secara psikologi, pasien juga cenderung mengalami depresi, karena terbiasa beraktivitas normal, kemudian memerlukan bantuan. Karena itu masyarakat perlu memahami bahwa mencegah lebih baik daripada setelah terjadi serangan.

Salah satu bagian dari layanan stroke komprehensif di RSPON yang menjadi layanan unggulan adalah neurorestorasi. Ini sebenarnya layanan serupa Home care – dari memandikan, memberi makan, memindahkan- tapi dilakukan di rumah sakit. Namun karena layanan ini bersifat restorative jadi tidak dijamin BPJS.

Fisioterapi dilakukan berdasarkan gejala yang terjadi, gangguan bicara dilakukan terapi bicara, kalau akan bekerja kembali diberikan terapi okupasi, kalau depresi ada psikolog yang menemani. Rumah sakit juga memberikan pelatihan bila keluarga membutuhkan caregiver.

Pemeriksaan Gratis

Dari data di RSPON, stroke di Indonesia paling banyak terjadi di usia 60-an, atau di atas 50 an. Saat ini mulai terjadi peningkatan kasus stroke pada pasien berumur 40-an tahun. Faktor resiko terjadinya stroke adalah hipertensi, diabet, hiperlipidemia, obesitas, merokok, banyak duduk, dan juga stress.

Meski upaya pencegahan dan penangan stroke semakin baik, bukan berarti dalam dasawarsa terakhir, pasien stroke mengalami penurunan. Adin menyebut, ini bukan semata karena memang ada kenaikan kasus. Meningkatnya pemahaman tentang stroke dan kesadaran untuk segera ke rumah sakit, berimbas pada pencatatan yang lebih baik.

Dengan pencatatan yang lebih baik, tentu menguntungkan pihak rumah sakit, karena berpengaruh pada kesiapan dan peningkatan layanan. Apalagi sekarang ini ada pemeriksaan gratis dengan melihat faktor resiko seperti hipertensi, diabet, dan epidemi yang akan mengungkap potensi terjadinya stroke.

Penanganan Pasca Stroke

Pasien pasca stroke tidak bisa serta merta mandiri. Karena itu dibutuhkan penanganan pasca serangan. Biasanya perawat di rumah sakit sudah mengedukasi pihak keluarga tentang tindakan- tindakan yang harus dilakukan di rumah.

Perawat biasanya sudah melibatkan keluarga saat di RS, agar mereka tahu bagaimana cara menangani pasien saat di rumah, dari mulai memberi makan, memiringkan badan ke kiri dan ke kanan, melatih otot-otot tangan dan kakinya, dan sebagainya. Namun masalah muncul ketika tidak ada keluarga di rumah yang menunggu.

“Kalau di Jakarta, ada petugas dari Puskesmas yang mengetuk pintu dari rumah ke rumah untuk membantu pasien-pasien pasca stroke ini,” katanya.

Saat ini, pasien stroke dengan penanganan rawat inap, rawat jalan, fisioterapi dijamin oleh BPJS. Namun fasilitas home care tidak tercover BPJS. Bantuan dari Corporate Social Responsibility (CSR) biasanya hanya ada untuk tindakan-tindakan operatif, dimana RSPON juga melakukan tindakan microsurgery yang juga menjadi salah satu layanan unggulan. Microsurgery adalah tindakan pembedahan di otak dengan menggunakan mikroskop, endoskopi dan rutin dikerjakan di RSPON sejak tahun 2020.

Ada Pengakuan Kualitas Organisasi Stroke Dunia

Teknologi menjadi hal yang sangat penting bagi RSPON yang dijadikan rumah sakit rujukan dan pengampu. Alat-alat pun adalah yang tercanggih. Dokter-dokter juga disekolahkan ke luar negeri.

Bahkan ada pula robotic, meski itu baru berjalan di ortopedi dan bukan untuk otak di neurologi dan bedah saraf. Sejak tahun 2023 RSPON memiliki genom layanan yang menuju ke precision medicine.

Seiring dengan layanan dan fasilitas yang semakin membaik, tahun 2024, Bersama rumah sakit otak Malaysia, RSPON ini mendapat award sebagai advance stroke center dari World Stroke Organization, sebuah organisasi stroke dunia di Abu Dhabi. Tamu-tamu dari Jepang, Amerika, mengatakan bahwa layanan di RSPON sama dengan di negaranya.

Sebagai rumah sakit otak nasional, pelayanan RSPON menjadi standar bagi rumah sakit-rumah sakit lain. Saat ini RSPON sudah menjadi Hospital Base bagi para dokter neurologi. Mulai tahun 2025 ini juga ada 10 PPDS untuk semester 1.

“Selain mendidik PPDS, kami juga menerima stase dari beberapa universitas di beberapa daerah untuk riset, riset inilah yang sedang kita kembangkan sel bgsi tadi.”

Adin berharap dari program ini nantinya akan menjawab kebutuhan akan tenaga medis, khususnya yang berkaitan dengan neurologi dan otak. Mutu tidak boleh lebih rendah, kemudian kurikulumnya lah harus sama karena berasal dari kolegium neurologi.

“Dengan penambahan lulusan PPDS dari Hospital Base yang nantinya akan ditempatkan di daerah-daerah yang saat ini belum ada neurologinya,” katanya.

 

Tonton Video Selengkapnya

Artikel Terkait

Scroll to Top