Dr (HC) Ir. Airlangga Hartarto, MBA, MMT, IPU - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian – Siapkan Berbagai Stimulus Target Ekonomi Tumbuh 5,5%

Share

Dalam setahun terakhir, Indonesia menghadapi berbagai tantangan. Gejolak harga energi dan pangan akibat konflik geopolitik, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, serta kebutuhan penciptaan lapangan kerja di tengah perlambatan ekonomi global menuntut respons cepat dan tepat.

Meski demikian, ekonomi domestik tetap stabil. Pertumbuhan ekonomi bertahan di kisaran lima persen, inflasi terkendali, dan iklim investasi menunjukkan optimisme. Stabilitas ini dicapai berkat koordinasi kebijakan lintas kementerian di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Beberapa lembaga ekonomi dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di kisaran 4,9% hingga akhir 2025.

Namun, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Dr. (HC) Ir. Airlangga Hartarto, MBA, MMT, IPU, optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV/2025 bisa mencapai 5,5%. Optimisme ini didukung oleh beberapa faktor yang diyakini akan memperkuat perekonomian dalam waktu dekat.

Airlangga menyebutkan tiga faktor utama penggerak pertumbuhan ekonomi. Pertama, belanja pemerintah yang diproyeksikan memberikan dampak positif. Kedua, investasi yang terus mengalir sesuai rencana.

Ketiga, stimulus fiskal yang direncanakan dirilis pada kuartal keempat, dengan nilai mendekati US$2 miliar atau sekitar Rp30 triliun. Ia berharap stimulus tambahan dapat diluncurkan, termasuk menjelang libur Natal dan Tahun Baru (Nataru), yang diperkirakan memberi kontribusi positif bagi perekonomian.

“Pemerintah juga sedang memikirkan stimulus lainnya, dan semoga ada lebih banyak langkah yang bisa diambil untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.

Stimulus Nataru
Airlangga menjelaskan bahwa pemerintah sedang menyiapkan paket stimulus ekonomi khusus untuk periode Natal dan Tahun Baru (Nataru). Stimulus ini merupakan yang ketiga kali diluncurkan sepanjang tahun 2025 dengan tujuan mendongkrak konsumsi masyarakat secara signifikan di akhir tahun.

“Salah satu belanja pemerintah, kita punya paket termasuk paket Nataru,” katanya.

Paket ini adalah bagian dari strategi belanja pemerintah yang mencakup diskon besar-besaran untuk transportasi hingga insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang ditanggung pemerintah, sehingga harga barang dan jasa tertentu menjadi lebih terjangkau.

Stimulus Nataru akan mencakup berbagai sektor yang dinikmati masyarakat saat liburan, seperti diskon tiket transportasi untuk pesawat, kapal, dan kereta api, serta diskon tarif tol untuk memudahkan mobilitas darat.

Insentif PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) akan membuat harga barang dan jasa lebih terjangkau, dan paket ini juga akan didorong melalui Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) yang digelar bertepatan dengan periode Nataru.

Rencana ini telah mendapatkan restu dari Presiden Prabowo Subianto, dan detail paket stimulus akan dibahas lebih lanjut. Pemerintah berharap langkah ini dapat meningkatkan pergerakan masyarakat dan belanja rumah tangga secara signifikan, sekaligus memberikan dorongan kuat bagi pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV 2025.

Magang Nasional
Pemerintah akan meluncurkan program magang nasional pada 15 Oktober 2025. Airlangga menyatakan bahwa program ini bertujuan menjembatani lulusan perguruan tinggi dengan kebutuhan industri, sekaligus memberikan pengalaman kerja langsung melalui platform digital terpadu.

“Semua perusahaan yang ingin bergabung sedang memasukkan data mereka ke platform. Pendaftaran peserta magang akan dibuka mulai 15 Oktober,” katanya.

Pendaftaran bersifat on-demand, di mana mahasiswa atau lulusan dapat masuk ke platform dengan profil yang sudah terintegrasi dengan data Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek). Sistem ini memungkinkan validasi otomatis melalui basis data yang tersedia.

“Kami mengundang hampir semua pihak, termasuk BUMN, perusahaan swasta, serta sektor dari Kadin dan Apindo,” tambahnya.

Peserta magang akan mendapatkan honorarium langsung ke rekening masing-masing. Pemerintah mendorong peserta membuka akun di Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk memudahkan pencairan.

Program ini menanggung pembayaran upah setara Upah Minimum Provinsi (UMP), sepenuhnya dibiayai oleh APBN. “Perusahaan tidak perlu membayar upah, semuanya ditanggung pemerintah,” jelasnya.

Program magang nasional ini berlangsung selama enam bulan, terbagi dalam dua periode masing-masing tiga bulan. Pemerintah telah menyiapkan anggaran awal Rp198 miliar untuk menggaji 20.000 fresh graduate peserta yang mengikuti program ini.

Transisi Energi
Airlangga menyebutkan bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang paling rentan terhadap perubahan iklim, dengan mayoritas penduduk tinggal di daerah pesisir yang rawan bencana. Dampak krisis iklim diperkirakan dapat mencapai lebih dari 6% PDB pada 2060.

Menurutnya, transisi energi adalah bagian penting dari strategi nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang tangguh dan berkelanjutan.

Sektor energi menyumbang emisi gas rumah kaca terbesar, sementara 75% konsumsi energi nasional masih bergantung pada fosil. Oleh karena itu, dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan dan transisi menuju energi baru terbarukan (EBT) menjadi sangat penting.

Pemerintah telah menyusun peta jalan menuju Net Zero Emission (NZE) dengan fokus pada enam pilar strategis: pengembangan EBT, elektrifikasi, efisiensi energi, Carbon Capture and Storage (CCS), teknologi energi bersih, dan reformasi kebijakan energi. Potensi EBT Indonesia yang lebih dari 1.000 GW harus dimanfaatkan untuk mendukung transformasi energi hijau.

Salah satu langkah besar adalah pembangunan Green Super Grid sepanjang 70.000 km, menghubungkan sumber EBT di daerah terpencil ke pusat konsumsi, menekan biaya, dan mendorong ekspor listrik bersih. Hilirisasi industri hijau juga menjadi penggerak ekonomi daerah.

“Capaian seperti bauran energi bioenergi sebesar 14,1% pada 2024 hampir mencapai target nasional 23% di tahun 2025,” ujarnya.

Kolaborasi lintas sektor diperlukan untuk pembiayaan transisi energi, karena hanya 30% kebutuhan yang dapat dipenuhi oleh APBN dan BUMN. Oleh sebab itu,

partisipasi sektor swasta, green bonds, blended finance, serta komitmen global melalui inisiatif Just Energy Transition Partnership (JETP) dan Asia Zero Emission Community (AZEC) sangat diperlukan.

“Atas dasar hal tersebut, pemerintah berkomitmen untuk fokus pada eksekusi yang efektif agar proyek transisi energi nasional dapat dipercepat,” katanya.

Capaian Setahun Terakhir
Kinerja Airlangga sepanjang tahun terakhir tidak hanya terlihat dari pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dari keberhasilannya dalam konsolidasi politik dan perumusan kebijakan strategis untuk masa depan.

Salah satu program unggulannya adalah Kartu Prakerja, yang telah bertransformasi dari skema darurat selama pandemi menjadi program reguler yang fokus pada reskilling dan upskilling tenaga kerja.

Jutaan peserta mendapat manfaat berupa pelatihan, sertifikasi, hingga insentif, menjadikan program ini solusi inovatif untuk menjembatani kesenjangan antara pendidikan dan kebutuhan industri.

Dalam hal industrialisasi, Airlangga terus mendorong agenda hilirisasi untuk mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah. Nikel, sebagai bahan utama baterai kendaraan listrik, menjadi contoh sukses, diikuti oleh komoditas lain seperti CPO dan bauksit.

Upaya ini bertujuan menciptakan nilai tambah, lapangan kerja, dan meningkatkan penerimaan negara. Airlangga juga berhasil dalam pengendalian inflasi pangan dengan memimpin Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) melalui program GNPIP,

yang melibatkan operasi pasar, subsidi transportasi antar-daerah, dan optimalisasi produksi lokal. Hasilnya, lonjakan harga pangan seperti beras dan cabai berhasil dikendalikan lebih baik dibandingkan sebelumnya.

Di bidang iklim investasi, ia mendorong implementasi Omnibus Law Cipta Kerja dan sistem OSS berbasis risiko untuk memangkas birokrasi, memberikan kepastian hukum, dan meningkatkan kemudahan berusaha.

Sepanjang tahun terakhir, aliran investasi asing menunjukkan tren positif meskipun persaingan global semakin ketat.

Berbagai Kritik
Masih banyak catatan kritis terhadap kinerja Menko Perekonomian. Salah satunya terkait pertumbuhan ekonomi. Angka pertumbuhan yang konsisten di kisaran lima persen memang patut diapresiasi, namun banyak pengamat menilai level ini cenderung stagnan.

Untuk negara sebesar Indonesia, pertumbuhan lima persen belum cukup untuk keluar dari jebakan pendapatan menengah atau middle-income trap, sehingga akselerasi lebih tinggi diperlukan agar Indonesia dapat menjadi negara maju pada 2045.

Tantangan lain mencakup ketimpangan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja formal. Meski angka pengangguran terbuka menurun, mayoritas pekerjaan baru bersifat informal, menimbulkan persoalan kualitas kerja dan perlindungan tenaga kerja.

Distribusi pertumbuhan juga belum merata karena kawasan Jawa masih mendominasi sementara luar Jawa tertinggal.  Implementasi Omnibus Law Cipta Kerja masih kontroversial.

Sejak awal, undang-undang ini mendapat resistensi dari kalangan buruh yang khawatir hak pekerja tergerus. Meski pemerintah menekankan manfaat bagi investasi, efektivitas di lapangan masih diperdebatkan.

Beberapa pengusaha merasakan kemudahan regulasi, tetapi dampaknya terhadap penciptaan lapangan kerja berkualitas belum signifikan.

Kebijakan fiskal juga menuai kritik, terutama rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Kenaikan ini dinilai membebani masyarakat kelas menengah bawah di tengah daya beli yang belum sepenuhnya pulih pasca-pandemi.

Meski bertujuan memperkuat penerimaan negara, timing dan komunikasi kebijakan sering dipersoalkan.

Di tingkat makro, data menunjukkan stabilitas dan pertumbuhan relatif terjaga, namun di akar rumput masyarakat masih merasakan harga bahan pokok naik, penghasilan tidak sebanding dengan kebutuhan, dan akses ke lapangan kerja formal yang terbatas.

 

Artikel Terkait