Indonesia sebenarnya sudah memiliki banyak rumah sakit dengan layanan dan kualitas standar internasional. Di kota-kota besar di Indonesia ada sejumlah rumah sakit swasta kelas premium dengan layanan yang lebih personal, peralatan medis lebih lengkap, dan tentu saja tarifnya jauh lebih mahal.
Namun, masih banyaknya orang Indonesia memilih berobat ke luar negeri, menunjukkan tak hanya soal kualitas penanganan penyakit, layanan atau servis saat berobat juga jadi pilihan.
Karena kebanyakan pasien juga bukan berobat untuk penyembuhan penyakit kronisnya, namun juga sekedar untuk melakukan medical check up atau melakukan perawatan gigi.
Motif ini tentu saja bukan karena hanya soal kesehatan dan layanannya, namun karena selain melakukan perawatan medis, mereka juga sekalian ingin berwisata.
Wisata adalah tren yang terus meningkat seiring kemajuan perekonomian, seperti halnya fashion, apparel, otomotif, dan kuliner. Perilaku pasien seperti ini yang harus ditangkap oleh layanan kesehatan di Indonesia. Toh secara skill, tenaga kesehatan di tanah air juga banyak yang sudah mumpuni, tujuan wisata juga tak kalah banyak disini.
Beberapa tahun lalu, pemerintah telah menetapkan dua kawasan ekonomi khusus (KEK) di Bali yang akan dikembangkan sebagai pusat medical tourism, yaitu Sanur dan Kura-Kura Bali. Investasi akan digenjot di wilayah ini.
Pemerintah juga telah mengesahkan Medan, Malang, dan Sulawesi Utara sebagai salah satu kawasan layanan kesehatan prima di Indonesia. Di Bali, peluang menjual layanan kesehatan plus wisata itu sudah gencar dilakukan.
Beberapa rumah sakit di wilayah ini juga telah membuka kerjasama dengan pihak lain dalam peningkatan layanan yang berhubungan dengan layanan medical wellness.
Seperti Rumah Sakit Umum Pusat RSUP Prof. Dr. I.G.N.G. Ngoerah Denpasar yang membuka Pusat pelayanan kebugaran dan kecantikan, bekerja sama dengan Sun Healthcare International dari Korea Selatan.
Layanan ini menawarkan layanan wellness dan estetika berstandar internasional, dengan empat layanan unggulan: medical check-up, aesthetic dentistry, plastic surgery, dan dermaesthetic.
Menteri Kesehatan Budi G Sadikin di sela peresmian layanan ini pada Oktober tahun lalu menyatakan, Ngoerah Sun Wellness and Aesthetic Center merupakan bagian dari transformasi Bali, dari pariwisata alam dan budaya menjadi wisata medis, sehingga menjadikannya destinasi bagi orang-orang untuk hidup sehat dan menikmati hidup.
“Bali is a destination for people to live, to enjoy life, to heal,” ungkapnya. Menkes juga menekankan pentingnya pengembangan industri wellness di Bali.
“Bali jangan ambil industri kesehatan yang kuratif, tetapi harus industri kesehatan yang sifatnya wellness, kombinasi beauty and aesthetic,” tambahnya.
Menkes menilai, masyarakat Bali memiliki kemampuan untuk melayani wisatawan di sektor kesehatan dan adaptif terhadap orang dari mancanegara, sehingga diharapkan pusat pelayanan kebugaran dan kecantikan di RSUP Prof. Ngoerah dapat menjadi proyek percontohan layanan kesehatan bertaraf internasional.
Kolaborasi strategis dengan Sun Healthcare International ini diharapkan dapat memperkuat posisi RSUP Ngoerah sebagai pelopor pariwisata medis di Indonesia, sekaligus meningkatkan daya saing Bali di pasar wisata kesehatan Asia-Pasifik.
Layanan kesehatan merupakan industri jasa yang dapat diperdagangkan, dan diatur oleh Persetujuan Umum Tentang Perdagangan Jasa (General Agreement on Trade in Service/ GATS), di bawah payung Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Salah satu elemen yang diatur adalah arus pasien lintas negara dalam mencari pengobatan dan perawatan medis. Inilah fenomena yang disebut sebagai medical tourism, yang mungkin lebih cocok untuk jenis layanan medis yang relatif tidak sangat urgen atau tidak mengancam nyawa.
Contohnya, perawatan gigi, rekonstruksi wajah, operasi plastik, suntik silikon payudara, sedot lemak atau liposuction, dan penanganan kesuburan, general check up, dan semacamnya. Jenis perawatan yang tak sangat mendesak perlu dilakukan.
Pemerintah Indonesia sudah merancang kebijakan sektor kesehatan ini sejak lama. Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pariwisata telah menandatangani kesepakatan yang bertujuan untuk mengembangkan konsep medical tourism di Indonesia yang tertuang dalam HK.05.01/IV/2495/2013 dan PK 11/KS.001/Sekjen/KPEK/201.
Dengan adanya kesepakatan ini, pemerintah berharap dapat menarik wisatawan asing sekaligus mengurangi arus pasien Indonesia yang memilih berobat ke luar negeri.
Upaya ini melibatkan pembangunan dan peningkatan fasilitas medis dengan standar internasional yang menawarkan paket wisata untuk pasien. Memang, Indonesia sangat ketinggalan dengan negara-negara tetangga terkait pengembangan sektor medical tourism ini.
Negara seperti India, Singapura, Thailand, dan Malaysia dalam sudah membangun sektor medical tourism nya sejak lama. Malaysia misalnya, membentuk komite nasional untuk mempromosikan medical tourism sejak tahun 1998.
Salah satu kebijakannya, pemberian insentif pajak untuk bangunan, peralatan medis, pelatihan, dan promosi sembari mengeja akreditasi kualitas setiap rumah sakit. Hasilnya, Malaysia sekarang menjadi salah satu tujuan orang Indonesia untuk berobat.
Negara-negara tetangga yang sudah terlebih dahulu sukses di sektor ini seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura butuh waktu 15-25 tahun untuk bisa berkembang seperti sekarang.
Indonesia tenmtu harus cepat mengejar, karena juga punya keunggulan lain, selain obyek wisata yang menarik. Indonesia memiliki tenaga perawat yang termasuk telaten dan andal.
Bahkan Jepang pernah menawarkan pendanaan kepada Pemerintah Indonesia jika mau mendirikan semacam RS khusus atau pusat pelayanan lansia.
Para lansia di Jepang yang merasa kurang mendapatkan perhatian dari keluarganya bisa ditawarkan layanan untuk menghabiskan sisa hidupnya di Indonesia dalam ketenangan dan perhatian perawat Indonesia.
Di sisi spesialisasi, bisa dikatakan Indonesia memiliki dokter-dokter yang kompeten dan sejumlah rumah sakit dengan kualitas layanan yang bagus, bahkan premium.
Namun, yang kualitasnya premium ini jumlahnya sangat sedikit, sementara mayoritasnya masih berkualitas pas-pasan. Disinilah perlunya peran pemerintah untuk mendorong perluasan kualitas layanan itu, sehingga Indonesia juga menjadi pemain utama medical tourism beberapa tahun mendatang.
***