Budi Gunadi Sadikin - Menkes RI (konteks.co.id)

Menkes – Dalam Perumusan Kebijakan Harus Utamakan Kepentingan Rakyat

Share

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, kepentingan pihak lain selain kepentingan masyarakat tak jadi prioritas utama dalam perumusan kebijakan kesehatan.

Perumusan kebijakan kesehatan nasional sudah melibatkan banyak pemangku kepentingan, termasuk guru besar-guru besar dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Dalam perumusan kebijakan pun dipastikan lebih mengutamakan kepentingan masyarakat, bukan kepentingan kelompok tertentu.

Hal tersebut disampaikan menanggapi kritik dari para guru besar FKUI mengenai komunikasi yang kurang baik dari Kementerian Kesehatan.

”Kementerian Kesehatan memang dimandatkan untuk melakukan transformasi kesehatan agar masyarakat tetap sehat dan produktif. Dalam transformasi ini, Kementerian Kesehatan hanya melakukan kebijakan yang berbasis kepentingan masyarakat,” tuturnya.

Budi mengatakan, kepentingan pihak lain, termasuk kepentingan kementerian, rumah sakit industri farmasi, dan kelompok lain bukan menjadi prioritas utama. Kebijakan yang diambil akan mengutamakan pelayanan masyarakat.

memprioritaskan kepentingan kementerian, misalnya profesi menteri dan pekerjaannya apa, kepentingan menteri juga misalnya dari alumni mana, kepentingan rumah sakit, juga kepentingan industri farmasi.

Semua memang dipertimbangkan, tetapi utamanya untuk kepentingan masyarakat,” katanya.

Tidak Nyaman
Budi pun mengakui, perubahan dan pergeseran kepentingan tersebut akan menimbulkan ketidaknyamanan dari sejumlah pihak. Untuk itu, komunikasi
dengan berbagai pihak terus dibuka untuk menerima masukan yang diperlukan.

Ia juga mengatakan, perumusan kebijakan, termasuk perumusan Undang-Undang Kesehatan terbaru, telah melibatkan banyak pihak, termasuk guru besarguru
besar dari FKUI. Selain itu, ia menuturkan bahwa banyak program yang dirumuskan Kementerian Kesehatan saat ini sudah dijalankan oleh banyak guru besar di FKUI.

”Contohnya program skrining untuk anak baru lahir. Itu contoh karya dari seorang guru besar FKUI yang bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan. Program stunting juga dilakukan berdasarkan kerja sama dengan FKUI yang akhirnya dapat menurunkan stunting dari 32 persen menjadi 19 persen,” katanya.

Terkait pembentukan kolegium kedokteran, ia menambahkan, keanggotaan dari kolegium kedokteran yang terbentuk sekarang banyak diisi oleh staf dari= FKUI.

Jika ada beberapa orang yang merasa belum direpresentasikan dalam pembentukan kolegium tersebut, Kementerian Kesehatan akan berupaya untuk terus membuka diri.

”Tapi, mudah-mudahan, saya janji bahwa komunikasi akan tetap kita buka dan selama ini saya berterima kasih ada banyak yang memberikan masukan kepada kami. Kami paham ada mungkin sekelompok orang yang merasa belum tersalurkan aspirasinya. Kementerian Kesehatan selalu membuka diri,” ungkapnya.

(Metro tv, kompas.com, Suara.com)

Kesehatan dan Pendidikan Dukung Tingkat Pendapatan

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyebut orang bergaji Rp15 juta per bulan lebih pintar dan sehat dibandingkan orang bergaji Rp5 juta per bulan.

Pernyataan itu dia sampaikan saat membahas visi Indonesia menjadi negara maju pada 2045. Budi menyampaikan kesehatan dan pendidikan yang baik akan
mendukung visi Indonesia menjadi negara berpendapatan tinggi.

“Apa sih bedanya orang yang gajinya Rp15 juta sama Rp5 juta? Cuma dua. Satu, dari Rp15 juta pasti lebih sehat dan lebih pintar. Kalau dia enggak sehat dan
enggak pintar, enggak mungkin gajinya Rp15 juta, pasti gajinya Rp 5 juta,” katanya.

Dia menjelaskan Indonesia harus memiliki pendapatan per kapita US$ 14 ribu atau sekitar Rp15 juta bila ingin menjadi negara berpendapatan tinggi.

Budi menyebut pendapatan per kapita Indonesia baru di kisaran US$4 ribu. Butuh beragam upaya untuk menaikkan pendapatan itu 3,5 kali lipat dalam 20 tahun ke depan.

Untuk mencapai itu, pemerintah harus memastikan kesehatan dan pendidikan masyarakat terjaga dengan baik. Di sinilah Kementerian Kesehatan
punya peran penting.

“Kalau dia pintar saja, tapi enggak sehat, sama juga. Kalau dia sehat, tapi enggak pintar, sama juga. Jadi harus sehat dan pintar,” ujarnya.

(CNN Indonesia)

DPR Sarankan Lebih Banyak Mendengar
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB Zainul Munasichin menyoroti pernyataan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin yang berbicara orang dengan gaji Rp 15 juta lebih sehat dan pintar ketimbang orang bergaji Rp 5 juta. Zainul menilai hal itu sebagai cara pandang kapitalis.

Itu cara pandang kapitalistik. Semua hal diukur dari uang. Pintar sama dengan mahal. Sehat sama dengan mahal,” katanya (19/5/2025).

Menurut dia, sebaiknya cara pandang seperti itu tak lagi dilontarkan oleh pemerintah. Dia juga menyoroti fenomena banyaknya warga yang ditolak rumah sakit untuk berobat lantaran menunggak BPJS.

“Jangan heran kalau sekarang makin banyak warga ditolak berobat di rumah sakit gara-gara iuran BPJS nunggak dan dibiarkan tidak ada solusinya. Disuruh pindah ke PBI, tapi kuota PBI-nya nggak ditambah. Makin menguatkan kesan orang miskin dilarang sakit,” katanya.

Banyak Mendengar
Zainul mengingatkan agar pemerintah lebih berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan. Selain itu, dia berharap pemerintah lebih banyak mendengarkan keluhan masyarakat.
“Ada baiknya lebih banyak mendengar dari pada ber-statement yang memicu kontroversi,” tuturnya.

Sebelumnya, Budi Gunadi Sadikin berbicara mengenai indikator Indonesia menjadi negara maju pada 2045. Salah satunya, kata dia, ratarata pendapatan warga yang harus mencapai Rp 15 juta per bulan.

Budi mengatakan pendapatan sebesar itu hanya bisa dicapai jika masyarakat sehat dan pintar. Karena itu, dia berbicara pentingnya peran Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan menuju Indonesia emas 2045.

Lebih Sehat
Wakil Ketua Komisi IX DPR Charles Honoris juga merespons pernyataan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin tersebut. Charles mengatakan
banyak warga yang berpenghasilan pas-pasan justru hidup lebih sehat ketimbang warga yang berpenghasilan besar.

“Kalau berbicara soal gaji, faktanya banyak juga masyarakat dengan penghasilan terbatas yang justru lebih sehat, karena tiap hari jalan kaki ke kantor,” katanya (20/5/2025).

Sementara warga yang bergaji tinggi, sering kali justru lebih rentan penyakit akibat pola hidup tak seimbang. Terutama, kata Charles, seringnya mengkonsumsi makanan tinggi gula, garam dan lemak.

“Saya melihat bahwa esensi dari pernyataan Menkes sebenarnya ingin menyoroti satu hal penting: biaya kesehatan itu mahal, dan akses terhadap layanan yang berkualitas seringkali masih bergantung pada kemampuan finansial seseorang,” katanya.

Di banyak negara yang belum menganut universal health care, kata Charles, masyarakat berdaya beli tinggi cenderung lebih mudah mengakses layanan yang lebih baik.

Meski begitu, Indonesia sudah memiliki skema Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS Kesehatan. Charles berharap skema ini bisa memberikan perlindungan yang optimal kepada seluruh rakyat Indonesia tanpa memandang tingkat pendapatan.

Namun, upaya ini harus dibarengi dengan aksi nyata dari pemerintah dalam memastika pemerataan fasilitas dan tenaga pelayanan kesehatan di seluruh wilayah, termasuk daerah terpencil dan tertinggal.

“Rakyat di mana pun tinggal, dan berapa pun penghasilannya, harus memiliki akses yang sama terhadap layanan kesehatan yang layak. Kita ingin melihat keberpihakan negara yang nyata pada prinsip keadilan sosial dalam layanan kesehatan,” jelas Charles.

(detik.com)

Artikel Terkait

Scroll to Top