Dengan menetapkan Nusantara sebagai Ibu Kota Politik, Prabowo menyampaikan pesan bahwa pembangunan tidak hanya berhenti pada infrastruktur fisik, tetapi juga diarahkan untuk menciptakan pusat pemerintahan yang sah secara konstitusional.
Pergeseran pusat kekuasaan kini bukan lagi sekadar wacana atau rencana jangka panjang, tetapi target konkret yang harus tercapai pada 2028. Kesinambungan dan perbedaan menjadi poin penting. Jokowi telah meletakkan dasar hukum melalui Undang-Undang IKN dan menyusun rencana induk pembangunan.
Prabowo melanjutkannya dengan pendekatan yang lebih politis, menjadikan IKN sebagai pusat legitimasi negara. Pergeseran dari Jakarta ke Kalimantan Timur, dengan segala konsekuensi sosial, ekonomi, dan birokrasi, kini memasuki fase yang tidak bisa ditunda lagi.
Dengan keputusan ini, perdebatan tentang masa depan IKN memasuki babak baru. Pertanyaan yang muncul bukan lagi “apakah IKN akan menjadi ibu kota?”, melainkan “siapkah Indonesia memindahkan pusat politiknya pada 2028?”.
Gagasan Lama
Gagasan pemindahan ibu kota bukanlah hal baru dalam sejarah Indonesia. Sejak era Presiden Soekarno, wacana ini beberapa kali muncul namun tidak pernah benar-benar terealisasi.
Baru di era Presiden Joko Widodo, ide besar ini resmi menjadi kebijakan negara. Melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara, pemerintah menetapkan kota baru di Kalimantan Timur bernama Nusantara sebagai pusat pemerintahan yang menggantikan Jakarta.
Keputusan besar ini didasari alasan yang jelas. Jakarta telah lama menanggung beban berat sebagai pusat pemerintahan, ekonomi, dan simpul sosial budaya nasional.
Ketimpangan pembangunan antara Jawa dan luar Jawa semakin melebar, sementara lingkungan Jakarta terus terdegradasi oleh banjir, kemacetan, dan penurunan muka tanah. Pemindahan ibu kota bertujuan mengurangi beban Jakarta sekaligus menciptakan pusat pertumbuhan baru di luar Pulau Jawa.
Jokowi juga menekankan dimensi simbolis IKN. Nusantara dirancang bukan hanya sebagai tempat birokrasi, tetapi simbol peradaban baru Indonesia—sebuah kota modern, inklusif, hijau, dan cerdas.
Kota ini mencerminkan visi pemerataan pembangunan, keberlanjutan lingkungan, dan cita-cita Indonesia menjadi negara maju pada 2045. Dalam era Jokowi, IKN adalah proyek nation building secara fisik dan ideologis.
Walaupun fondasi hukum dan visi telah ada, tantangan besar tetap menanti, mulai dari pembiayaan, teknis pembangunan, hingga keraguan publik terhadap urgensi proyek ini.
Semua itu diwariskan kepada pemerintahan berikutnya, yang kini berada di tangan Presiden Prabowo Subianto, untuk diteruskan, disesuaikan, atau bahkan diarahkan ulang sesuai visi politiknya.
Arah Baru Prabowo
Presiden Prabowo Subianto sejak awal menegaskan bahwa proyek IKN akan terus berlanjut di bawah kepemimpinannya. Namun, ia tidak hanya melanjutkan kebijakan era Jokowi begitu saja, melainkan menawarkan penekanan baru.
IKN ditargetkan benar-benar berfungsi sebagai Ibu Kota Politik pada tahun 2028, dengan prioritas utama memastikan kawasan inti pemerintahan selesai dan layak huni.
Arah baru ini terlihat dari fokus pembangunan. Pemerintah Prabowo memprioritaskan penyelesaian kawasan inti pemerintahan seluas 800–850 hektare.
Di kawasan tersebut akan dipusatkan presiden, wakil presiden, kementerian, lembaga tinggi negara, serta infrastruktur dasar pemerintahan. Strategi ini bertujuan untuk menghadirkan simbol dan fungsi politik negara dengan segera, meskipun pembangunan kawasan pendukung lainnya dilakukan secara bertahap.
Tahap awal pemindahan aparatur sipil negara (ASN) dirancang lebih realistis. Alih-alih memindahkan ribuan ASN sekaligus, Prabowo menargetkan 1.700 hingga 4.100 ASN terlebih dahulu.
Angka ini dinilai cukup untuk menggerakkan roda birokrasi di ibu kota baru sekaligus menguji kesiapan infrastruktur dasar seperti perumahan, transportasi, dan layanan publik.
Prabowo juga menegaskan distribusi lahan akan lebih ketat. Sekitar 20 persen lahan dialokasikan untuk perkantoran pemerintahan, 50 persen untuk hunian layak bagi ASN dan masyarakat pendukung, sementara sisanya digunakan untuk prasarana penunjang.
Targetnya, 25 persen kawasan menjadi kota cerdas (smart city). Penekanan ini mencerminkan visi pragmatis bahwa IKN bukan hanya proyek simbolik, tetapi harus berfungsi nyata, efisien, dan berkelanjutan.
Regulasi dan Kebijakan
Sejak era Presiden Joko Widodo hingga kini di bawah Prabowo Subianto, berbagai regulasi telah diterbitkan sebagai payung hukum dan pedoman teknis pembangunan.
Dimulai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara, yang menetapkan Nusantara di Kalimantan Timur sebagai ibu kota baru.
Regulasi ini kemudian diperbarui melalui UU Nomor 21 Tahun 2023, yang menyempurnakan sejumlah ketentuan, termasuk penguatan kelembagaan Otorita IKN dan pembiayaan pembangunan.
Pemerintah juga menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2022 tentang Otorita IKN, yang menetapkan struktur, kewenangan, dan mekanisme kerja Otorita IKN sebagai lembaga setingkat kementerian yang bertanggung jawab atas perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Nusantara.
Detail arah pembangunan dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2022 tentang Rencana Induk IKN, yang menjadi cetak biru jangka panjang mencakup zonasi, tahapan pembangunan, konsep smart city, hingga target keberlanjutan lingkungan.
Di era Prabowo, terbit Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2025 yang memutakhirkan Rencana Kerja Pemerintah, dengan penekanan baru bahwa IKN akan berfungsi sebagai Ibu Kota Politik pada tahun 2028, dengan fokus pada kawasan inti pemerintahan.
Selain regulasi tingkat undang-undang dan perpres, Otorita IKN juga aktif mengeluarkan Peraturan Kepala Otorita (Perka OIKN), yang mengatur aspek teknis seperti pertanahan, tata ruang, kemudahan berusaha, hingga perlindungan lingkungan.
Kehadiran peraturan turunan ini memastikan pembangunan IKN tidak hanya berorientasi pada infrastruktur besar, tetapi juga menyentuh detail tata kelola lahan, investasi, dan keberlanjutan.
Dengan konstruksi hukum yang semakin lengkap, pembangunan IKN kini tidak hanya bertumpu pada visi politik, tetapi juga terikat oleh regulasi yang kuat dan terintegrasi pad apembangunan, Inilah kerangka yang memastikan kesinambungan lintas pemerintahan sekaligus ruang bagi inovasi kebijakan di era prabowo
Pendanaan dan Investasi
Membangun ibu kota baru bukanlah hal yang mudah. Sejak awal, pendanaan Ibu Kota Nusantara dirancang dengan kombinasi APBN sebagai dasar dan investasi swasta melalui skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) sebagai pengungkit utama.
Strategi ini bertujuan agar beban fiskal negara tidak terlalu berat, sekaligus melibatkan sektor swasta, baik domestik maupun asing.
Di era Prabowo Subianto, pendekatan ini tetap dilanjutkan. Presiden menekankan komitmen untuk mengalokasikan anggaran pembangunan IKN, terutama pada fase awal yang mencakup infrastruktur dasar dan kawasan inti pemerintahan.
Namun, efisiensi menjadi fokus baru. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pengendalian Belanja Pemerintah memastikan setiap pengeluaran diukur dampaknya. IKN tetap prioritas, tetapi tidak berarti menghabiskan dana tanpa kendali.
Sebagian investor menyambut baik kepastian politik melalui Perpres 79/2025, yang menjamin status IKN sebagai Ibu Kota Politik pada 2028, memberikan rasa aman bagi investasi.
Namun, tantangan tetap ada. Skema KPBU memerlukan regulasi sederhana, kepastian lahan, dan jaminan keberlanjutan proyek. Otorita IKN juga mengeluarkan berbagai regulasi turunan, seperti tata ruang dan pertanahan, untuk memenuhi kebutuhan ini.
Meski beberapa investor global masih menunggu bukti konkret komitmen pemerintah dalam mengatasi hambatan teknis, peluang tetap terbuka. Bagi pelaku usaha nasional dan regional, IKN adalah pasar baru, mulai dari properti, transportasi, energi hijau, hingga teknologi kota cerdas.
Dengan kombinasi APBN terkendali dan investasi swasta yang terus dibujuk, pembangunan Nusantara berada di persimpangan : bisa jadi model sukses public – private partnership atau justru terganjal jika koordinasi dan kepastian hukum tidak- benar-benar dijaga.
Implikasi Politik, Tantangan dan Kritik
Penetapan IKN sebagai Ibu Kota Politik bukan sekadar urusan teknis pemindahan kantor pemerintahan. Ia adalah keputusan strategis yang menyangkut legitimasi kekuasaan negara.
Dengan pendekatan ini, Prabowo ingin menegaskan bahwa pusat politik Indonesia benar-benar akan berpindah ke Kalimantan Timur, bukan sekadar menjadi simbol atau proyek pembangunan biasa.
Artinya, lembaga-lembaga inti seperti Istana Presiden, DPR, MPR, DPD RI, kementerian, badan pemerintah, dan lainnya, pada akhirnya harus berkantor di sana.
Implikasinya, pertama, relasi kekuasaan pusat dan daerah akan mengalami perubahan. Kehadiran ibu kota di luar Jawa dapat memperkuat narasi desentralisasi politik sekaligus mengurangi sentralisasi kekuasaan yang selama ini terpusat di Jakarta.
Kedua, dinamika di DPR dan partai politik tidak dapat dihindari. Dukungan terhadap proyek ini tetap ada, namun kritik juga muncul, terutama dari pihak yang melihat pemindahan ini sebagai langkah tergesa-gesa tanpa persiapan matang.
Di masyarakat, responsnya beragam. Sebagian memandang keputusan ini sebagai upaya menciptakan keseimbangan baru dan simbol kemandirian bangsa. Namun, banyak juga yang mempertanyakan urgensinya di tengah beban ekonomi, ancaman lingkungan, dan kebutuhan pembangunan di wilayah lain.
Dengan demikian, IKN versi Prabowo bukan hanya sekadar proyek pembangunan, melainkan menjadi arena tarik-menarik politik yang akan terus berkembang hingga 2028.
Penuh Tantangan
Menuju tahun 2028, tantangan besar menanti. Isu lingkungan menjadi perhatian utama, terutama pembangunan skala besar di Kalimantan Timur yang berisiko mempercepat deforestasi, merusak ekosistem, dan mengancam pasokan air bersih.
Aktivis lingkungan terus mengingatkan bahwa tanpa mitigasi serius, Nusantara bisa mengulangi kesalahan kota-kota besar yang dibangun tanpa memperhatikan daya dukung alam.
Persiapan infrastruktur dasar juga menjadi sorotan. Jalan, energi, telekomunikasi, hingga fasilitas kesehatan harus siap sebelum pusat pemerintahan benar-benar pindah.
Pemindahan ASN pun masih diragukan keberhasilannya. Target awal 1.700–4.100 ASN mungkin tercapai, tapi gelombang berikutnya menghadapi tantangan logistik, biaya, dan ketersediaan hunian.
Tantangan lainnya adalah politik jangka panjang. Konsistensi komitmen terhadap IKN lintas pemerintahan sangat penting. Jika politik berubah drastis pada 2029 atau periode setelahnya,
apakah arah yang ditetapkan Prabowo tetap diteruskan, atau justru ditinjau ulang? Risiko terbesar adalah proyek besar ini bisa berjalan setengah hati tanpa konsensus nasional yang kuat.
Di era Prabowo Subianto, IKN bukan sekadar meneruskan proyek Presiden Joko Widodo, melainkan memberi orientasi baru sebagai Ibu Kota Politik. Ini menegaskan pemindahan pusat kekuasaan negara secara nyata, bukan hanya simbol pemerataan pembangunan atau visi masa depan.
Dengan langkah ini, Prabowo menegaskan Jakarta tetap menjadi pusat ekonomi, meski pusat legitimasi pemerintahan dipindahkan ke Kalimantan Timur.















